44. Kucing Dalam Selimut

49.5K 4.4K 1.8K
                                    

Kenzo kembali ke markas setelah kejadian di sekolah. Perkataan Sofia saat ini masih membuatnya bertanya-tanya, semakin tidak mengerti. Di sisi lain, sebenarnya Kenzo tidak ingin memikirkan hal tersebut. Lagi pula, Sofia adalah gadis licik yang pernah ia kenal di sekolah, bersama dua teman dekatnya itu. Suka membentak, berbuat kasar dan bahkan tak segan menghina anak-anak yang bukan berasal dari kalangan orang kaya.

Bisa saja, Sofia asal bicara dan membuat drama agar ia tak memarahi gadis itu atas kejadian yang menimpa Acia. Sampai saat ini, Kenzo tidak mengetahui siapa pelaku yang sebenarnya, mendorong Acia dari tangga. Sementara Sofia, Sonia dan Rania tidak mau mengaku, terus mengelak jika mereka bukan pelaku. Kenzo seyakin itu karena ketiga perempuan itu yang sangat tidak menyukai kehadiran Acia, sejak pertama kali. Jika bukan mereka, lalu siapa lagi?

"Dari mana aja lo?"

Kenzo mengangkat wajah saat suara Gama menyadarkannya dari lamunan. Leano baru saja kembali ke markas, entah dari mana. Wajah cowok itu berubah semakin datar dan tidak bersahabat kali ini. Tidak biasanya. Terlihat seperti tengah terjadi sesuatu. Apa Leano mendapat masalah?

"Kunci mobil lo." Leano melempar kunci mobil Gama ke atas bangku. Kemudian melewati semua anggota, tanpa berniat menyapa. Gemuruh di dalam dada terus membuatnya ingin mengamuk. Menghabisi semua orang.

"Kenapa tuh anak?" Teguh bertanya.

"Gatau gue. Kesambet kali." Vazo menatap punggung Leano yang kemudian menghilang, masuk ke dalam ruangan yang sering mereka jadikan untuk ruang latihan atau pun olahraga.

Kenzo mengembuskan napas, tidak ingin bersuara. Meski bertahun mereka bersama, Leano adalah anggota yang paling tertutup. Jarang berbicara dan jarang membahas tentang diri sendiri. Leano akan nimbrung seperlunya saja, seperti membahas perkembangan geng yang mereka bentuk. Paling antusias memberi saran, membantu Galen ketika merasa kesulitan.

Di dalam ruangan bernuansa hitam putih, Leano duduk di atas kursi. Sebelah tangannya mengepal. Perkataan pria itu membuat jantungnya terasa ingin meledak. Ia ketahuan mengantar Nana pulang ke rumah, alhasil adik perempuannya itu dibentak dan disuruh masuk ke dalam rumah. Nana menangis. Ia benci melihat pemandangan itu.

Pria gila itu pantas mendapatkan itu. Lagi pula, perempuan mana yang mau bertahan dengan sosok Bramasta. Papanya yang tak punya akal sehat itu. Leano membencinya. Leano juga membenci Tiara, mamanya. Keduanya, menciptakan kehidupan yang rumit antara dirinya dan Nana. Akibat perselingkuhan, rumah tangga hancur.

"Brengsek," lirih Leano.

Leano menganggap Tiara sudah tiada. Ia juga mengatakan hal yang sama kepada adik perempuannya, Nana. Leano terpaksa berbohong agar Nana tak merengek untuk bertemu Tiara. Perempuan itu, pergi meninggalkan rumah dan tidak pernah kembali lagi. Dan sekarang ... Nana menanggung kehancuran itu seorang diri. Nana tersiksa.

Andai saja Tiara membawa Nana pergi bersama dirinya, hal rumit ini tidak akan pernah terjadi. Bram tidak akan punya senjata untuk mengancam dirinya. Leano takut jika suatu hari nanti hal yang ia sembunyikan dari Nana terbongkar, membuat Nana semakin hancur. Apa yang harus ia lakukan?

Jangan temui putri saya lagi sebelum kamu berhasil membawa Tiara kehadapan saya.

Jika kamu tetap tidak berhasil, saya akan membawa Nana pergi. Kapan perlu, saya jual adek kamu ini. Dengan begitu, Tiara akan kembali ke sini, mencari putrinya.

"Dasar gila." Leano memukul dinding yang ada di depannya. Perkataan Bram terus terngiang di telinga. Pria itu benar-benar sudah tak waras. Tega menjadikan darah daging sendiri senjata untuk balas dendam pada Tiara, mantan istrinya itu.

"Kenapa, No? Ada masalah?" Gama berdiri di ambang pintu, menatap Leano yang menunduk. Terlihat semakin kacau.

Leano menoleh. "Gue mau sendiri, Gam."

TOUCH YOUR HEART (TERBIT)Where stories live. Discover now