Dua

13.3K 646 9
                                    




🎼Sebutlah aku kenangan. Katakan sudah kau lupakan, tapi kau masih tetap bunyi debaran jantungku🎼

Happy🕊️Reading


Skripsi di mulai, itu artinya Sila akan lebih lama berkutat dengan laptopnya dan mulai mengurangi kegiatan dagang.

Ini adalah penentuan antara hidup dan mati baginya. Lulus dengan IPK 4,0 atau tidak lulus saja sekalian. Itu motto hidupnya saat ini.

Sila melakukan yang terbaik. Sejauh ini dirinya tidak pernah membuat masalah bahkan sekedar bolos di mata pelajaran yang Ia ikuti. Tugas selalu dikerjakan, apapun yang dosen inginkan selalu Sila laksanakan. Sekalipun harus kayang di depan mahasiswa lain, pasti Sila jabanin. Yang penting nilai Sila selalu baik dan namanya tidak pernah tercoreng di mata dosen, siapapun itu.

Selama kuliah, dirinya juga tidak pernah jatuh cinta pada dosen killer seperti di novel yang sering Ia baca. Hidupnya normal seperti mahasiswa pada umumnya.

Gadis itu masuk kedalam salah satu cafe di dekat universitas. Selain makanannya serba murah, cafe ini juga menyediakan Wi-Fi gratis.

Tempat yang pasti di gemari mahasiswa macam Sila.

Setelah memesan sosis bakar dan caramel frappe, gadis itu menuju salah satu meja paling ujung dekat jendela.

Sila mulai memainkan laptop dan mengeluarkan buku-buku yang tadi Ia pinjam di perpustakaan. Skripsinya harus cepat selesai dengan nilai terbaik. Titik!

Baru beberapa menit fokus dengan tugasnya, ponsel yang Ia letakkan di atas meja bergetar panjang. Sila mencebik saat membaca nama si penelpon.

"Apa lagi sih, Pus?" Mulai Sila dengan malas, "bukan gue yang ngabisin selai kacang lo."

"Aku telfon kamu bukan mau bahas selai kacang, Sil. Lagian si Nisa udah ngaku kalau dia yang ngambil selai kacangku semalem." Jelas Puspita.

"Terus? Kenapa nelpon gue?"

"Kamu lagi dimana?"

"Kenapa emang? Nitip beliin selai kacang lagi?" Sila sudah tau kebiasaan tetangganya.

"Ck. Bukan."

"Lha terus?"

"Kamu lagi dimana?"

"Diluar."

"Kampus?"

"Cafe rainbow depan kampus, kenapa emang?"

"Sila nya lagi di cafe rainbow depan kampus, tau kan?" Ada jeda sebentar, "bukan, Deket bangunan kedokteran sebelum perempatan jalan." Rupanya Puspita sedang berbicara dengan orang lain.

"Woy! Lo ngasih tau ke siapa?!" Sila menaikkan oktaf suaranya.

"Sebelum lampu merah, cafenya sebelah kanan." Puspita tidak mengindahkan ucapan Sila, "ya, Mas. Sama-sama."

Mas? Batin Sila.

"Woy, meong!"

"Hati-hati dijalan ya, Mas." Ucap Puspita sedikit berteriak, "duh cakep banget sih jodoh orang... Iya, Sil kenapa?"

"Bego! Lo ga dengerin gue daritadi!" Sila geram!

"Maaf," cicit Puspita, "kan tadi aku masih ngomong sama mas ganteng itu."

You Are My DestinyWhere stories live. Discover now