tiga puluh satu

5.2K 254 10
                                    

Happy🕊️Reading

Seminggu ini, kantor sedang sibuk-sibuknya.

LibrOffice mengadakan beberapa event besar-besaran di tiga negara untuk menunjukkan keunggulannya.

Dalam sepekan ini mereka bekerja super ekstra untuk memenuhi segala keinginan dari client, konsumen dan mitra bisnis.

Bukan karyawan saja yang tertimbun banyak tugas, CEO perusahaan ini pun tak kalah kelelahan. Terbukti dari janggutnya yang tumbuh tipis, mata kelelahan dan.. bibir pucat.

Sila meletakkan beberapa berkas di atas meja Rio, lelaki itu melirik sekilas lalu kembali berkutat dengan pekerjaannya.

"Are you okay?" Tidak munafik, Sila khawatir melihat bibir pucat itu.

"I'm good."

Sila berdecak, lantas menarik kursi dan duduk di depan Rio, "bohong."

"Lo nanya, gue jawab."

"Iya, tapi nggak jujur!"

Rio melirik Sila, "gue emang selalu bohong di mata lo."

"Yo, apaan sih," kening Sila mengerut, "bibir lo pucat banget. Kapan terakhir kali makan?"

Rio berusaha mengingat, "kemarin pagi."

Sila mengendus, "are you kidding me? Gue tau lo sibuk, tapi kesehatan lo lebih penting."

Rio tidak menggubris.

"Please, makan."

"Iya nanti."

"Sekarang!"

"Gue sibuk, Sil."

"Harus makan sekarang!"

Rio berdecak sebagai jawaban. Kepalanya sudah pusing dari pagi dan masih banyak hal yang harus di selesaikan malam ini. Jangankan untuk sekedar mengisi perut, mata yang sudah menuntut untuk ditutup saja Rio abaikan.

Masalahnya disini, banyak karyawan yang bergantung hidup padanya. Mengandalkan gaji dari Rio untuk kelangsungan hidup keluarga mereka. Itulah yang membuat Rio berambisi untuk bekerja lebih agar dapat memperbaiki ekonomi karyawannya dengan gaji di atas rata-rata normal.

Melihat Rio yang diam saja megundang Sila untuk bergegas pergi membeli roti dan makanan untukmya.

Kedua alis gadis itu terangkat sesampainya di ruangan Rio, "Yo!" Sila mendekat berusaha membangunkan Rio yang menyender kursi dengan mata terpejam. Sila menyetuh dahi cowok itu, "kan, badan lo panas banget."

Sila kelimpungan, bingung harus bagaimana, " baring di sofa dulu yuk, masih sadar kan?"

Rio bergumam sebagai jawaban namun kedua matanya tetap terpejam.

Sila berusaha menuntun cowok itu hingga sampai ke sofa, beberapa kali Sila hampir limbung karena cowok itu terlalu berat baginya.

Ia melepas sepatu Rio, melonggarkan ikat pinggang dan membuka dua kancing kemeja atas. Tidak sia-sia Sila ikut PMR waktu SMP dulu, dia jadi tau cara pertolongan pertama.

You Are My DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang