dua puluh empat

5.7K 282 8
                                    

Makin kesini makin gatega sama Rio🤧







Happy🕊️ Reading





Siang itu, Sila berdiri di depan kaca yang menampilkan hiruk pikuk ibukota. Libur kerja membuatnya memiliki banyak waktu untuk diri sendiri. Sila cukup menikmati tiga hari ini, namun entah kenapa bayang-bayang Rio selalu berputar di otaknya.

Ya, sejak malam itu Rio pergi dan tidak pernah menghubunginya lagi. Sila masih teringat, saat dirinya terbangun dan Rio sudah tidak ada di tempat.

Sila merasa tidak enak pada mantan kekasihnya. Ia rasa ucapannya malam itu terlalu menyudutkan Rio. Sila yakin Rio pasti sakit hati dengan penuturan pedasnya, dan sedikit lagi Rio akan menghindar.

Sila lega jika rencananya untuk menjauh dari Rio berjalan mulus. Namun entah kenapa hatinya seakan menolak Rio pergi.  Terbukti, dua hari ini Sila merindukan lelaki itu sekaligus merasa bersalah atas ucapan yang nyatanya bertolak belakang dengan perasaannya.

Sila memejamkan matanya dan menarik nafas dalam, "Gue udah ga sayang sama Rio, gue ga cinta sama dia. Dan semua yang gue rasain hari ini cuma rasa bersalah karena ucapan gue yang kelewat judes, udah itu aja. Oke. Jadi jangan overthinking ya, Sil. please!" Untuk kesekian kalinya, Sila mengelabuhi pikirannya sendiri bahwa apa yang terjadi adalah hal wajar setiap orang yang ingin move on.

Selang beberapa menit, bel berbunyi. Sila yang tengah melamun melihat rapatnya kendaraan ibukota dibalik kaca seketika tersentak.

Gadis itu berjalan sembari menebak siapa yang datang. Rio kah?

"Brandon?" Ternyata yang datang tidak seperti yang Sila harapkan, "tumben siang-siang begini? Ga lagi di kantor?"

Lelaki itu melepas sepatu dan menghempaskan dirinya di sofa, "harusnya gue yang nanya. Kenapa ga masuk kerja? Gue tadi nyamperin lo ke kantor tapi katanya lo lagi libur. Emang udah dapet jatah cuti?"

Sila mengerjap, "u-udah, udah dapet cuti."

Kening Brandon mengerut, "setau gue harus kerja setahun biar bisa dapet cuti kan?"

"Emm.. Lo udah makan belum? Mau gue bikinin sesuatu?"

Brandon paham jika Sila mengalihkan pembicaraan pasti ada sesuatu yang sedang disembunyikan darinya, "gausah. Gue mau ngajakin lo makan di luar."



* * *



Mobil hitam milik Brandon berhenti tepat di depan rumah orang tua Sila membuat gadis dengan rambut tergerai itu menaikkan kedua alisnya tinggi, "ngapain ke rumah bokap? Katanya lo mau ngajakin gue makan?"

Brandon tersenyum tipis, "om fajar yang nyuruh gue buat bawa lo makan siang disini. Katanya, beliau kangen banget sama anak sulungnya."

Sila terkekeh tak percaya, "Lo udah berani mabok sekarang? Hah? Ga biasanya lo ngelantur kalau ngomong."

"Gue serius," jawab Brandon.

"Wait..." Sila memiringkan duduknya menghadap Brandon, "kayaknya ada sesuatu yang gue ga tau nih. Lo ngapain aja sama bokap gue?"

Tawa Brandon lepas begitu saja, "udah cepet masuk, kita bahas di dalam." Lelaki itu mematikan mesin mobil dan hendak keluar namun Sila mencekal tangannya.

"Gue was-was, sumpah. Jelasin dulu."

Brandon menatap tangannya yang di genggam sila lalu mengusap tangan gadis itu lembut, "it's okay. Om fajar gabakal marah kok." Ujarnya lalu turun meninggalkan Sila sendirian di dalam mobil.

You Are My DestinyWhere stories live. Discover now