CHAPTER 6 - Rencana

9 2 0
                                    

Aku harus menjauhkan ponselku dari telinga saat mendengar teriakan marah yang dikeluarkan Sanjaya. Sudah sejak dua hari yang lalu-mungkin setelah dihubungi oleh salah satu teman Firgha, adikku ini jadi mogok berbicara denganku sampai sekarang.

" Sudah selesai marahnya?" tanyaku ketika teriakan itu berhenti.

Sanjaya hanya terdiam di seberang sana, enggan untuk berbicara. Aku hanya mendengar suara grasak-grusuk dari sana.

" Oke, aku minta maaf lagi, Sanjaya. Sudah kubilang kan, itu hanya satu-satunya jalan agar mereka memberitahu akses ke lantai atas" kataku berinisiatif meminta maaf. " Kamu tahu kelompok barumu itu sangat loyal pada senior kalian, kan?"

" Aku enggak menyangka kamu tega menjadikan aku tameng, Kak" balas adikku pada akhirnya, suara serak karena radangnya masih terdengar jelas. " Ini sungguh konyol! Pertama kamu histeris tentang kartu itu, kedua kamu berusaha mencari petunjuk ke sana kemari, dan ketiga kamu mengorbankanku? Jadi sebenarnya poin tujuanmu yang mana kalau akhirnya kamu mengorbankanku juga?!"

Duh, ini lagi.

" Kartu yang kamu temukan di entah berantah itu, kan?" tanyaku to the point, menimbulkan suara erangan kesal dari adikku. " Kamu tahu rasanya kartu ini jika berada di dekatmu. Sudah jelas kartu ini ada apa-apanya"

" Tapi dengan menyusupi lantai atas memang kamu akan mendapatkan petunjuk, Kak?" ternyata Sanjaya masih tidak mau kalah. " Ketika kamu tidak menemukan apa pun, maka aku yang kamu korbankan ini akan sia-sia"

" Jangan berlebihan dengan kata pengorbanan, memang kamu kira persembahan apa? Lagian kelompok itu termasuk solid serta kompak, dan aku hanya memberitahu satu orang saja" gemasku.

" Dan satu orang itu adalah pemimpinnya, kakak Uma yang terhormat!"

Aku menghela nafas. Sebenarnya apa sih yang diberitahu mereka ke adikku sampai semarah ini?

" Baiklah! Aku minta maaf oke?"

" Aku bilang padamu, bahwa ini akan sia-sia, kak. Apalagi kamu sekarang belum di rumah, masih di sekolah. Sore hari. Mama bakal histeris pas tahu kamu tidak ada" kata adikku dengan nada yang mulai halus--terdengar menyerah. Mau tidak mau aku tersenyum karena tahu dia khawatir.

" Ada dua hal yang pasti akan kulakukan dan kemungkinan berhasil" balasku memulai, sudah saatnya memberitahu Sanjaya yang mulai berkepala dingin ini. " Pertama, pengorbananmu itu tidak akan sia-sia"

Lagi-lagi terdengar suara erangan dari adikku.

" Sebenarnya tujuan utamaku bukan lantai atas untuk bertemu senior. Aku hanya, beralasan untuk itu" kataku lagi. " Tolong jangan potong dan dengarkan aku saja"

" Kamu tahu saja Kak aku ingin kembali berteriak" aku mendengar adikku bergumam.

" Kamu tahu kak akses jalan itu hanya dilewati pentolan kelasku dan mungkin pengikutnya? Aku mengincar akses itu"

" Aku mengincar akses itu karena energi dalam kartu yang kamu bawa itu tersisa di tempat itu"

Ada jeda sesaat di antara kami untuk mencerna itu semua. Pastinya adikku memikirkan apa yang kupikirkan.

" Jangan bilang Kakak mengira aku melewati akses itu hingga sampai berada di rumah itu?"

" Well, kamu tahu bagaimana uniknya sukma yang dijelaskan organisasi itu. Tidak ada yang tidak mungkin. Itu petunjuk terdekat kita, kamu kan lupa tentang bagaimana kamu kesana"

" Tapi itu tidak mungkin! Jika memang benar itu adalah bagaimana caranya aku kesana, pastinya bukan hanya aku saja yang ke rumah itu. Akses itu banyak dipakai untuk berbagai keperluan" kata Sanjaya panjang lebar.

" Kalau begitu biar kupersempit. Apakah mereka mengikuti tantangan konyol itu juga?" tanyaku. Memberikan skakmat. " Bagaimana kalau akses itu aktif ketika ada niat yang membara, perasaan akan haus dengan harapan terdalam? Seperti yang kamu bilang kemarin"

Sekarang terdengar suara cemas dari balik sana. " Jangan Kak. Jangan ke sana. Kita tidak tahu apa itu benar. Pulang saja kak, aku yakin saat ini sudah bel pulang kan?"

Aku kembali tersenyum. " Ini waktu yang tepat. Semua murid lantai ini sedang turun ke bawah. Ramai jadinya. Pergerakanku memang sempit karena banyak mata, tapi itu juga kesempatan pasang mata tidak fokus"

" Kak!"

" Tenanglah. Jika ini tidak berhasil aku akan memukulmu."

Adikku kembali terdiam. Aku memutuskan untuk langsung melanjutkan omonganku karena mengingat waktu.

" Dan yang kedua, aku tahu kamu lagi lemas, tapi tolong buka jendela balkonmu" kataku.

" Kenapa?"

" Buka saja sih"

" Baiklah!" adikku mengeluh. Dari suara gesekan dari telepon aku tahu ia ogah-ogahan berjalan ke arah balkonnya.

Suara kibasan korden terdengar, diikuti suara adikku yang tercekat. Senyumku mengembang ketika aku tahu ia sudah berada dihadapannya.

" Bagaimana bisa!" seru adikku. " Bagaimana bisa, kak?! Jangan bercanda... aku tahu itu kamu"

" Yhaaa, itu adalah kartu Asku yang lain untuk menenangkan mama"

" Tap-tapi kamu kan di sekolah"

Tanpa sadar aku mengangguk-angguk. Tepatnya aku sudah berada di depan gerbang menuju akses tersembunyi ke lantai atas.

" Siapa yang bercanda?" terdengar suara lain dari arah seberang. " aku memang aku kok, kamu tenang saja setelah ini semua selesai kamu akan melupakanku" kata seseorang di hadapan Sanjaya dan aku bersamaan dengan suara yang persis sama.
Ya, Arunika-doppelganger-ku yang ada karena sukma yang kumiliki.

🌙🧙‍♂️🎇
[Flight of the Bumblebee]
Rimsky-Korsakov (arr.Rachmaninoff)

Bonus :

-My Original Character-Art by : Tsumiko

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

-My Original Character-
Art by : Tsumiko.san
ps :

Karakter ini merupakan karakter pertamaku yang dibuat visualnya. Thanks to Tsumiko.san untuk artwork nya. (Jika ada yang mau mengobrol dengan Tsumiko.san , feel free to chat me~cakep style gambarnya~)

Cya~

Kelontong Bintang v.31H [FINISH]Where stories live. Discover now