CHAPTER 25 - Siapa Kamu?

5 0 0
                                    

Bangun...bangunlah!


Samar-samar aku mendengar seseorang yang seperti memanggilku. Suara itu semakin sering bersamaan dengan guncangan yang bersumber dari bahuku yang digoyang.

Ughh... kelopak mataku benar-benar tidak bisa diajak berkompromi karena saking beratnya dibuka.

Di dalam kondisi lumayan sadar ini, aku tahu bahwa aku sudah keluar dari ruang hampa hitam itu. Perasaan jatuh yang cukup lama itu digantikan dengan rasa empuk yang membungkus tubuhku.

Bau labu yang tetap sama menandakan bahwa aku akhirnya sudah berada di ruangan itu lagi.

" Ugghh" gumamku mulai bersuara. Perasaan seperti tersedot energi inilah yang membuatku sangat lemah. Dengan susah payah aku membuka mataku dan mendapati wajah pria di atasku.

Sama persis di mimpiku yang sekarang tampak khawatir. Pikiranku berkelana ke sana kemari untuk mencerna apa yang terjadi.

" Aku tidak tahu harus berkata apa" Ucapnya yang tampak lega saat melihatku membuka mata. " Tapi maafkan aku, sihir teleportasi ku masih belum benar dan bergejolak karena emosi saat kam—"

Suara menyebalkan yang seakan minta maaf itu terhenti saat dengan tubuhnya terlempar ke atas akibat hantaman bayangan bersamaan dengan tangan kiriku yang lebih bebas terangkat ke atas.

Eren yang tidak siap dengan serangan itu tentu terpelanting namun berhasil menguasai diri saat ia kembali jatuh untuk menghantam lantainya.

Ternyata, tanpa kuduga juga sebelumnya, langit-langit ini sangat tinggi bahkan lebih tinggi dari lemparanku tadi.

Sesuatu yang dirasa tidak mungkin terjadi di sebuah rumah biasa. Tapi tentu saja kita membicarakan rumah Eren.

Kelontong aneh yang dapat berubah-rubah sesuai dengan tamu yang melihatnya—hal ini baru kusadari kemarin saat memikirkan kejadian di cerita pertama.

Aku berdecak kesal sambil mulai mengangkat tubuhku untuk duduk. Aku menatap Eren yang sudah kembali berdiri sambil menepuk-nepuk setelannya seperti itu terkena debu.

" Sayang sekali" sindirku penuh perhitungan. " Kupikir kamu akan terpelanting menembus atap, Eren. Nyatanya ilusi imajinasi ruangan yang biasa tamumu alami bisa terjadi juga padamu"

Eren yang mendengar itu menatapku dengan alis terangkat sebelah. Di dalam matanya aku dapat menemukan rasa marah namun juga ada rasa takjub di sana. " Kamu memang pintar"

" Tentu saja pintar, kamu kira aku bodoh?" tanyaku.

" Tidak, kamu hanya berapi-rapi" balas Eren yang mulai berjalan kembali ke arah sofa yang ada di hadapanku itu. " Jadi apa perasaanmu sudah tenang? Kurasa seperti tempo hari, aku pantas mendapatkannya" senyuman itu kembali muncul di wajahnya.

Namun kali ini, kutahu senyuman itu menyimpan amarah.

Harus kuakui, pengolahan amarahnya sangat bagus.

" Sangat pantas" kataku setuju dengan menekan kata pantas. " Terutama saat aku melihat seseorang dalam portalmu yang kesusahan itu.. yang secara amat kebetulan sangat mirip denganku, membuatku bertanya sebenarnya siapa dirimu!" lanjutku.

Aku tersenyum meremehkan saat senyuman Eren di depanku mulai mengendur. Aku juga dapat merasakan bahwa aura Eren mulai berbeda dari sebelumnya.

Ada aura panas api di sana.

Entah kenapa melihat reaksinya membuatku semangat entah dari mana dalam diriku. Aku yang sudah sadar sepenuhnya seakan mendapatkan semacam booster—membuatku duduk tegak.

Kami terdiam cukup lama, sampai uap panas di cangkirku sudah menghilang. Ia terus menatapku dan aku juga terus menatapnya minta jawaban.

Akhirnya ia menunduk dan mendesah, tatapannya menunjukkan ia sedang berpikir sangat jauh. " Kamu sudah melihatnya ya?" tanya nya sangat pelan, bahkan terdengar seperti bisikkan.

" Jika tidak melihatnya.. aku tidak akan bertanya, apalagi pertanyaan dasar seperti siapa dirimu, kan?" jawabku. Aku juga ikut melempar kartu adikku ke atas meja. " Walaupun tidak jelas karena abstrak, aku tahu penampilan dia seperti gambar di kartu adikku ini. Jadi ini bukan kebetulan dan sangat berhubungan denganmu" tekanku.

" Well, sebenarnya itu akan menjadi sebuah penutup cerita" ujar Eren. Ia menatapku dengan kembali bermimik serius. " Sebuah akhir cerita yang kuceritakan untukmu"

" Lalu, kenapa tidak sekarang, Eren?" tanyaku cepat. " Kurasa faktor kejutanmu itu sudah kuketahui secara langsung"

" ...yang.. membuatku sangat kesal, jujur saja" ujar Eren yang mengelus tongkatnya. " Mau tidak mau aku menjelaskan cerita ini, lalu setelah selesai kit—"

" Kita akan menyelesaikan pertemuan ini secara baik-baik" kataku melanjutkan. " Kamu dengan lilinmu dan kelontongmu. Aku dengan memastikan adikku aman. Lalu tidak ada apa-apa lagi dan kita hidup di kehidupan masing-masing"

Aku memperjelas isi perjanjian kami karena aku mengetahui gelagat Eren yang ingin main tawar-menawar perjanjian denganku lagi. Jelasnya, ia saat ini tampak kesal karena sepertinya apa yang ia harapkan terganggu dengan penglihatanku.

Eren menghela nafas dan terlihat terpaksa mengangguk. Mengambil kartu tersebut yang secara perlahan bercahaya memunculkan sebuah garis yang saling menyatu.

Mempertegas gambar seorang wanita yang mengambang dengan kepala tertunduk seperti yang kulihat kemarin.

Ia memperlihatkan sisi kartu itu padaku. " Seperti perjanjian, aku akan menceritakan suatu kisah. Kisah terakhir tentang si pengirim, the sender"

Lalu begitulah, keadaan ruangan menjadi sama persis seperti kemarin saat ia mulai bercerita.


🌙🧙‍♂️ 🌙
  [ Requiem For A Dream ]
Clint Mansell



Kelontong Bintang v.31H [FINISH]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang