CHAPTER 20 - Monster dari rumah no.3

4 0 0
                                    

Rumah no.3, 26 Oktober 16:55

Emm... Halo?

Apa itu yang harus ditulis setiap menulis di sebuah buku catatan?

Gue enggak tahu dan sebenarnya juga tidak terlalu peduli. Nyatanya, keadaan memaksa Gue untuk menulis di buku ini untuk beberapa hari ke depan.

Itu adalah syarat dari bocah laki-laki aneh yang Gue temui dari rumah itu.

PS : Sorry dengan kata aneh, tapi lo yang suruh Gue untuk menulis perasaan Gue sejujur-jujurnya dan menurut gue lo aneh, bocah.

Intinya adalah, jika mau harapan ataupun keinginan yang bocah itu lihat dari Gue terjadi... berarti Gue harus menulis di buku ini! Katanya, setiap Gue menulis sesuatu disini, akan terjadi sesuatu.

Enggak usah banyak bicara kalau apa yang lo omong in itu tentang betapa nurutnya Gue yang memiliki reputasi begini ke seorang bocah, lo itu tidak tahu betapa tidak masuk akalnya ketika bersama dengan bocah itu.

Sebaiknya, Gue akan menulis perkenalan diri sebagai tulisan pertama.

Nama Gue Lucca.

Nama lengkap gue adalah Lucca Arsenio. Sebuah nama yang jarang ada di lingkungan Gue ini diberikan oleh mendiang papa Gue—atau begitulah status yang diberitahu mama Gue jika Gue bertanya tentang dia.

Gue berumur 20 tahun dan saat ini sedang mengalami masa perkuliahan yang ternyata menyebalkan dari masa sekolah Gue.

Memiliki tubuh lumayan besar dengan kulit yang kecoklatan. Rambut gue pendek—tentu saja dengan warna hitam yang ter-highlight coklat alami. Suka dengan baju hitam lengan pendek dipadu dengan jean bewarna coklat tua.

Gue adalah anak yang biasa saja. Tidak suka ikut campur ataupun diseret untuk ikut campur, Gue enggak akan mendatangi seseorang jika orang itu tidak menyebalkan atau mengganggu jalan dan tujuan Gue.

Simpelnya, Gue akui adalah orang yang akan menghajar lo kalau lo berani senggol Gue.

Perkenalan yang luar biasa kan? Bahwa Gue bukan sebaik yang lo harapkan.

Hidup ini keras, bung!

Asal lo tahu, Gue bangga menambahkan hal-hal yang gue miliki ini menjadi apa yang dirumorkan orang-orang selama ini.

Hati-hati, ibunya penyihir!

Kalau kamu ganggu dia, dia dan keluarganya akan mengutukmu!

Dasar monster! Bahkan kamu lebih parah dari monster tanpa sosok papa!

Monster raksasa mau lewat! Hati-hati keinjak kakinya!

Itu beberapa kiasan atau hujatan yang Gue terima dari semenjak kecil. Gue nggak mau menuangkan itu semua ke dalam tulisan Gue ini karena itu hannyalah sampah.

Memang, pada hakikatnya Gue menyadari bahwa Gue memiliki sifat empati yang minim dari yang lain saat Gue berumur 8 tahun. Tepatnya ketika Gue melihat burung yang terluka parah di semak dekat halaman rumah gue dan berakhir ia mati dengan leher yang patah di tangan gue.

Semenjak itu, semua orang yang melihat atau tahu itu beranggapan Gue adalah sesosok monster yang tidak punya rasa sama sekali. Padahal Gue pikir, jika Gue enggak ngelakuin itu, burung itu akan lebih menderita kan?

Tapi tenang saja, kebanyakan orang-orang yang mengatakan Gue begitu minimal akan terluka. Entah itu sama Gue sendiri ataupun teman-teman Gue.

Sekali lagi gue bangga, terhadap diri sendiri atau teman-teman gue itu.

Oke..oke cukup dengan perkenalan ini.

Untuk tulisan berikutnya, Gue akan menceritakan kenapa Gue bisa bertemu dengan bocah itu.

Adios!

Ps : sekali lagi, apa kalimat penutup sungguh perlu di setiap penulisan buku harian?

🌙🧙‍♂️ 🌙


[ Air on G String ] - Johann Sebastian Bach -

Kelontong Bintang v.31H [FINISH]Where stories live. Discover now