CHAPTER 22 - Kartu yang Membuka Diri

2 0 0
                                    


Kamar lantai atas, 27 Oktober 22:15

Hi..

Ini bukan kebiasaan Gue untuk menulis beberapa kali dalam sehari di buku harian ini.

Biasanya jam begini Gue hanya akan bermain game online sampai tertidur, namun malam ini.. entah kenapa Gue sangat bersemangat untuk menulis.

Apalagi saat tulisan terakhir Gue membahas mengenai pertemuan dengan bocah itu....

Lagi pula Gue hanya memiliki waktu sampai akhir bulan ini, bukan?—oh lo enggak tahu! Haha, betapa kocaknya Gue!

Baiklah kali ini Gue akan melanjutkan cerita kembali.

Jadi, setelah bocah berpenampilan aneh itu menyambut, Ia dengan tingkah kekanakan berterima kasih pada Gue mengenai dekorasi rumahnya yang terlihat sangat merah dan menakutkan sebelum beberapa menit kemudian ia meminta izin untuk ke ruang lain dulu.

Padahal, Gue merasa tempat tersebut memang seperti itu. Ruangan yang sangat luas dengan dekorasi dan warna yang di dominasi oleh warna merah. Lemari tinggi yang kayaknya terbuat dari kayu itu juga menambahkan kesan suram karena di beberapa sisi ruang lemari ini menghalangi sinar lampu merah, membuat bayang-bayang.

Setelah menunggu beberapa lama, akhirnya bocah itu datang dengan membawa dua cangkir berwarna gelap yang mengeluarkan bau kopi dengan kayu manis.

Memang enak ya? Pikir Gue waktu itu.

" Seperti yang aku lihat, kamu telah memiliki kartu itu" ucapnya sambil menunjuk kartu yang entah bagaimana terus Gue pegang. Gue segera meletakkannya ke meja yang memisahkan kami. " Salah satu kartu unik karena sifatnya membuka diri"

" Karena kalimat pintunya?" sahut Gue asal sambil akhirnya meminum kopi itu karena penasaran. Ternyata rasanya enak!

Bocah itu mengangguk, sesekali terkikik. " Benar. Sebuah kartu yang seharusnya tidak dimiliki oleh orang yang memiliki reputasi seperti kamu. Seharusnya kartu nya seperti penyerang atau penghancuran, bukan?"

Gue yang mendengarnya agak tersinggung. " Maksud lo apa?" tanya Gue galak.

" Kenapa sangat pemarah sih?" tanya balik bocah itu, mengambil sebuah tongkat kecil dari balik sofanya yang memiliki kepala besi. " Aku kan hanya berkata, kak"

" kakak? Memang Gue kakak lo?" kataku kesal. " Gue pun merasa lo bukan seorang bocah biasa. Tatapan lo... lo bukan bocah, ya?!"

Waktu itu ia tersenyum lebar dan tertawa sangat keras. Mengatakan bahwa Gue memang akan selalu curigaan begitu sampai ia memberi tahu.

" Perkenalkan, namaku adalah Eren De Geova" ucapnya. " Di sini, aku menyambut kamu sebagai tamu karena kamu memiliki salah satu kartuku. Sebuah kartu yang jarang muncul tapi sekalinya muncul selalu menarik." Ia memandangku demgan berkata hal itu lagi.

" Jangan melihatku begitu, kak. Aku mengatakan hal ini karena memang kartu itu salah satu kartu yang unik. Fakta bahwa kamu yang menemukan nya membuatku sedikit kagum. Pola kartu ini agak berbeda dengan tahun lalu"

Gue tetap tidak menyukai nya bahkan setelah menjelaskan situasi kami. Singkatnya, setelah berbincang-bincang sedikit dan tidak menyenangkan, Eren itu menyodorkan sebuah buku yang merupakan buku harian ini.

" Ini adalah buku harian" ucapnya mengawali. " Karena kartu yang kamu pegang adalah kartu membuka diri, tugasmu sebagai persyaratan agar apa pun yang kamu inginkan terjadi, kamu harus menulis sampai akhir bulan ini"

Waktu itu aku memotong ucapannya dengan pertanyaan sebenarnya kartu ini kartu apa..

" Kartu yang didapat saat seseorang secara putus asa mencari jati diri" katanya enteng. " itulah kira-kira. Kartu itu istimewa karena bersifat membantumu"

Gue yang mendengar itu mendengus sangat keras. Putus asa? Seorang Lucca putus asa?

" Tapi kita akan melihat itu nanti" balas Eren yang entah mengapa gue merasa ia dapat melihat itu. " Lalu ke persoalan kedua adalah memberikan harapan bagi tamuku yang memegang kartu ini. Sungguh heran rasanya kartu ini memilih tamu yang tidak terlalu tertarik dengan tempatku.."

Memang Gue tidak tertarik..

" Karena ini menarik dan akan sayang jika kubiarkan saja, aku akan memberikanmu sedikit demi sedikit apa yang kamu mau setelah menulis di buku harian ini sampai hari terakhir." Eren berkata seperti itu dengan pandangan yang mulai serius. " Karena sekali lagi, seharusnya kartu itu ditemukan oleh tamu yang memang membutuhkan" ujarnya dengan nada yang berat.

Sial, apa ia terus menggangguku?!

" Bagaimanapun, aku tetap harus melayani yang datang, bukan?"

Katanya dengan nada yang kembali kekanakan. Membuatku setengah mati berusaha menekan batin dan fisik Gue untuk tidak memukul sebelum langsung menguap entah ketika Eren berkata.

" Sekarang beri tahu, aku kak.. kenapa semua orang meninggalkanmu?"

🌙🧙‍♂️ 🌙
[Bach: Toccata and Fugue, BWV 565]
Tariq Harb, guitar


Kelontong Bintang v.31H [FINISH]Where stories live. Discover now