21. Saya Yang Lebih Dulu Jatuh Cinta

2K 540 44
                                    

Yuhuuu!

Enggak pakek diingetin, eike inget kok janji dobel apdet. Oh, eike mau info, Dear Precious Me yang kali ini bahas tentang stres, udah tayang barusan aja. Yang mau dengerin suara seksi eike yang serek becek gegara flu, silakan melipir.  Hehehe. Di Spotify ya.

Now, enjoy.

BAGIAN DUA PULUH SATU: SAYA YANG LEBIH DULU JATUH CINTA

“Gue tahu!” Diana berseru girang saat akhirnya berhasil memecahkan teka-teki di balik keinginan pihak tertentu menjebak Benjamin Mangkudilaga.

“Tahu apa?” Bejo bertanya sambil mencondongkan tubuh untuk melihat berkas apa yang sedang ditekuni sampai si reporter terlihat kegirangan begitu.

Diana menatapnya dengan mata berbinar. “Benjamin Mangkudilaga itu bisa dibilang punya suara yang paling menentukan untuk pelolosan RUU pertambangan yang diajukan ke DPR. Sejak awal dia menolak RUU itu karena menurutnya, pengusaha pertambangan tertentu yang akan lebih diuntungkan tapi enggak ada keseimbangan keuntungan untuk pengusaha lain dan membatasi kewenangan dari lembaga terkait. Dengan kata lain, RUU itu dianggap timpang dan hanya menguntungkan segelintir pihak aja,” jelasnya.

“Tapi … bukannya RUU itu sendiri belum diajukan karena banyak gosip yang muncul duluan soal pihak yang diuntungkan, Di?” Bejo bertanya.

Diana mengangguk. “Yups! Tapi, bukan berarti enggak ada gerilya duluan, kan? Lobi sana sini, supaya pas diajukan, seenggaknya udah sebagian besar anggota sepakat? Dua pertiga cukup, kan?” sahutnya.

“Jadi, maksud lo, Pak Benjamin ini termasuk orang yang paling penting untuk dilobi bahkan sebelum RUU itu sendiri diajukan?”

“Bener banget! Mereka harus memastikan punya kelemahan Pak Benjamin supaya dia enggak berkutik saat rapat paripurna berlangsung.”

Bejo mengerutkan kening. “Serem juga, ya? Tapi, bukannya langkah ini berisiko? Kalau sampai ada yang tahu, maka rencana mereka bisa ancur.”

Diana mengetuk bibirnya dengan telunjuk. “Itu sebabnya, Hanif dan Saskia memilih untuk ambil jalan pintas. Mereka tahu risikonya apa seandainya rencana ini bocor. Mereka pasti dalam bahaya,” katanya.

“Bambang, Di. Kenapa Hanif, sih? Itu kan nama samaran?” Bejo mengoreksi.

Diana memberinya tatapan mencela. “Justru karena itu gue nyebut dia Hanif, Jo. Dia masih belum aman dari risiko ketahuan,” tukasnya.

Bejo langsung nyengir. “Oh, iya.”

Sebuah notifikasi di ponsel membuat Diana teralihkan. Dia mengambil ponselnya dan mengecek siapa yang mengiriminya pesan. Keningnya berkerut dan bibirnya maju hingga jadi lebih mancung dari hidung. Jengkel, dia berdecih, membuat Bejo keheranan.

“Kenapa lo?” tanyanya. Dia menjenguk untuk melihat siapa pengirim pesan. “Mas Tyo?”

Diana mendengkus. ”Ye. Gue lagi sebel sama dia,” jawabnya. dia membuka pesan dan tertegun saat membacanya.

Apa Mbak Diana sedang meliput kasus pelecehan terhadap seorang perempuan yang katanya sakit jiwa?

“Lho,  kok dia tahu, ya?” gumamnya. Penasaran, ia mengirimkan balasan.

Iya. Kenapa, Mas?

Tyo langsung terlihat mengetikan jawaban.

Saya sudah tahu siapa yang melukai Mbak Diana. Jangan khawatir, dia tidak akan bisa memakai tangannya lagi.

Diana membelalak, ngeri. Apa maksudnya Tyo? Cepat dia menghubungi nomor pria itu, yang langsung diangkat oleh Tyo yang menyapa dengan suara dingin.

“Halo?”

Diana, Sang Pemburu BadaiWhere stories live. Discover now