26. Membantu Menenangkan

1.8K 488 47
                                    


Yuhuuuuu....

Met malem epribadeh. Diana indehaus! Sebetulnya, bagian ini lebih panjang dan ada bagian yang khusus untuk dewasa. Tapi, karena di sini dibaca semua kalangan, eike cuma taruh versi yang aman aja. Kalo mau baca yang versi lengkap dan agak sedikit nakal, kalian langsung ke Karyakarsa aja yah.

Sekalian info, episode 8 Dear Precious Me, Feeling Down udah tayang di Spotify, ya. Buat kalian yang pernah merasa down, gagal meski udah ngerjain semua yang terbaik, eike cuma mau ngasih tahu aja, enggak pa-pa kok merasa kayak gitu. Dan untuk tahu curhat eike yang mungkin relate dengan kondisi kalian, dengerin langsung aja yah, di Spotify. Siapa tahu, abis dengerin, kalian merasa lebih baik.

For now, enjoy.

BAGIAN DUA PULUH ENAM: MEMBANTU MENENANGKAN

"Didi."

Diana menoleh dan melebarkan matanya melihat siapa yang mendekat. Senyum terkembang cerah di wajahnya. "Berto, hai," sapanya ramah.

Berto berdiri di hadapannya dengan kedua tangan di saku celana. "Lama enggak ketemu. Apa kabar?" tanyanya. Ekspresinya terlihat canggung, tapi juga semringah. Tidak mengira sama sekali akan menerima keramahan sang mantan.

"Kabarku baik. Kamu?"

"Uhm ... baik. Kamu ... mau ketemu pengacara?"

"He'eh. Ada wawancara dengan salah satu mitra."

"Begitu?"

Diana mengangguk sambil tetap tersenyum cerah. "Aku ke dalam, ya?" Dia menoleh kepada petugas keamanan yang barusan bicara dengannya. "Saya bisa langsung ke dalam, Pak?"

"Bisa, Mbak. Sudah ditunggu Pak Ferry," sahut sang petugas.

"Oke, makasih banyak, Pak."

"Di." Berto memanggil.

"Ya?" Tatapan mata Diana yang berbinar membuat Berto merasakan jantungnya berdebar lebih cepat.

"Uhm ... kamu ada acara setelah ini?" tanyanya, memberanikan diri.

Diana mengangkat alis. "Kenapa?" Dia balik bertanya.

Berto berdeham, canggung. "Mmm ... mungkin kamu punya waktu untuk kita minum bareng?"

Diana langsung tertawa renyah. "Minum bareng? Bukan bobo bareng?" godanya. Dia menepuk bahu Berto dan berlalu. "Sorry, aku udah ditunggui, Bert. Bye."

Berto termangu di tempatnya berdiri, masih memandangi punggung gadis yang pernah ... ah, bukan pernah, tapi masih dicintainya sampai detik ini. Gadis yang tidak pernah sekali pun meninggalkan benaknya meski dia tahu, tidak akan pernah ada masa depan dalam hubungan dengannya. Melihat sosoknya yang masih seceria dulu, dengan candaan nakal sedikit menjurus, tanpa ampun, menyeretnya langsung ke dalam kenangan yang sama sekali tak memudar meski delapan tahun berlalu.

Keras, Berto mengembuskan napas. Kenapa dia harus bertemu dengannya di sini?

******

Diana mendengarkan dengan teliti hasil rekaman dengan pengacara pihak tergugat dalam kasus pelecehan yang ditangani Ora. Melihat dari banyak sudut pandang adalah keharusan bagi jurnalis sepertinya, tetapi sisi feminis dalam dirinya terkadang jengkel setiap kali ada pelaku pelecehan yang tidak merasa bersalah, bahkan bersikap arogan seperti pria yang diwakili oleh sang pengacara.

Namun, bukan hanya itu yang membuatnya terganggu saat ini. Pertemuannya dengan Berto tadi, yang meskipun tidak disengaja, tapi telah membangkitkan sebuah rasa yang telah lama dipendamnya. Pria itu baik-baik saja, terlihat tampan dan sehat, tapi bukankah seharusnya dia tidak begitu? Setelah kalimat jahat yang diucapkannya terakhir kali, seharusnya Berto merasakan sesal dan tidak enak saat bertemu dengannya, kan? Bukannya berpikir kalau dia berhak meminta waktu Diana untuk sebuah pertemuan pribadi. Minum bareng? Dia pikir Diana tidak punya perasaan?

Diana, Sang Pemburu BadaiWhere stories live. Discover now