61. Diana Dalam Bahaya!

1.4K 386 27
                                    

Met Senin pagi!

Apa kabar semua? Supaya semangat, Diana-Tyo udah siap ngajak bertualang nih. Siap kan?

Buat yang nungguin eike di Spotify dengan cerita baru di Podcast yang GRATIS! sabar ya, sebentar lagi. Yes ... Senin ini udah mulai episode 1. Nanti link-nya eike taruh di bawah.

Sekarang, enjoy.

BAGIAN ENAM PULUH SATU: DIANA DALAM BAHAYA!

“Jadi, Pak Bram ingin memajukan Roberto Bulaeng sebagai salah satu caleg?” tanya Utomo tak suka. “Apa itu tidak terlalu cepat, dan … bukankah dia terlalu muda?”

Bram menggeleng. “Tidak terlalu cepat, dan usia muda justru adalah keuntungan besar. Apalagi, Roberto Bulaeng ini tampan dan pastinya akan memikat para pemilih perempuan. Untuk saat ini kita akan memanfaatkan fisiknya sebagai langkah pertama,” jawabnya.

“Tapi saya sudah ingin memajukan orang lain untuk posisi yang akan diberikan padanya.”

“Pak Musri?” tukas Bram, dingin.

Utomo mengangguk. “Pak Musri dan Pak Kusno.”

Bram tertawa sinis. “Di tengah situasi begini, saat isu suap seksual sedang hangat-hangatnya dibicarakan, apa mungkin memajukan orang yang sama sekali tidak populer? Kita butuh pengalihan isu.”

“Tapi….”

“Saya tidak akan menyia-nyiakan tempat untuk dua orang yang tidak akan mendapat suara sama sekali, Pak Utomo.”

“Bukankah Bapak mengharapkan orang-orang yang bisa berguna bagi tujuan Bapak di masa depan? Pak Kusno dan Pak Musri memiliki itu, sedangkan Roberto Bulaeng….”

“Roberto Bulaeng tampan, segar, dan berprestasi. Kita bisa meraih suara para pemilih muda dan perempuan, dan dia akan sangat bermanfaat bagi rencana saya. Karena jelas, dia akan sangat penurut dan mudah dikendalikan. Tidak seperti orang-orang Anda.”

Utomo terdiam, tapi tak lama. Dengan keras kepala dia kembali mendebat. “Pak Kusno, dia mantan perwira polisi dengan banyak jaringan kuat di kepolisian, dan Pak Musri sendiri adalah mantan asisten Bapak yang sudah sangat memahami cara kerja Pak Bram. Bukankah mereka unggul?”

Bram menatapnya dengan sorot menusuk. “Jaringan kuat di kepolisian, maksud Pak Utomo, para perwira yang sekarang sedang melakukan blunder dengan memojokkan wartawati yang keberadaannya tidak diketahui?”

Utomo tertegun. “Itu ….”

“Hanya masalah waktu sebelum kebohongan yang disusun Pak Kusno itu terbongkar. Menurut Pak Utomo, apakah para perwira itu akan tetap membela Pak Kusno begitu tahu kalau mereka dimanfaatkan?”

Utomo kehilangan kata, tapi Bram masih terus mendesak.

“Dan Pak Musri mantan asisten yang tahu cara kerja saya … huh! Dia tahu kalau apa pun itu yang berkaitan dengan saya harus bersih dan tidak sembrono, tapi dia tetap menyuruh orang menculik Bu Marini, bahkan menganiayanya. Kita tidak tahu di mana beliau sekarang atau bagaimana keadaannya, tapi apa Pak Utomo sadar, saat Bu Marini atau Bu Diana muncul dan mengatakan semuanya, telunjuk semua orang akan langsung terarah pada Anda, Pak Rachmat, dan Pak Herman, serta beberapa pengusaha lain dalam kongsi kalian. Tindakan itu sama saja membenarkan artikel yang ditulis Bu Diana, Anda paham itu?”

Hening sejenak, sebelum kemudian Utomo berdeham. “Saya tidak tahu soal penculikan itu, Pak Musri dan Pak Kusno melakukannya dengan asumsi saya dan Pak Gubernur Eddy menginginkan itu.”

“Lihat? Anda bahkan tidak bisa mengendalikan dua orang yang Anda percaya itu.”

Utomo langsung bungkam. Kehilangan amunisi sama sekali. Bram menatapnya tajam selama beberapa waktu, lalu menghela napas.

Diana, Sang Pemburu BadaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang