27. Politisi Yang Tidak Sebersih Itu

2K 488 43
                                    

Met pagi epribadeh!

Udah Senin lagi, euy! Pa kabar kalian? Semoga selalu semangat ya.

So, Diana indehaus lagi. Pagi ini eike sekalian ingetin, ada giveaway di work Dear Precious Me, hadiahnya novel Yemima untuk 3 orang yang beruntung. Buruan, tenggatnya sampek Rabu ini ya. Gampang aja kok pertanyaannya.

Wokeh, cekidot.

BAGIAN DUA PULUH TUJUH: POLITISI YANG TIDAK SEBERSIH ITU

Asisten cantik bertubuh tinggi itu berjalan cepat memasuki ruangan sang atasan dan mengetuk pintunya yenga terbuka. "Permisi, Pak. Saya ingin menunjukkan satu tajuk berita yang perlu kita waspadai," katanya.

Bramantyo mengangkat kepalanya dan menggerakkan tangan. "Masuklah."

Sang asisten melangkah masuk dan menaruh tabletnya di atas meja. "Mohon Bapak lihat judul berita yang ada di sini."

Bram meraih kacamatanya dan membaca. Judul dari berita yang dimaksud sang asisten langsung membuatnya mengerutkan kening.

Suap Seksual di Kalangan Politisi, Benarkah Ada?

"Kapan ini terbit?" tanyanya sambil terus membaca.

"Sore ini. Artikel eksklusif, wartawati yang menulisnya adalah orang yang menemui gadis pilihan yang bunuh diri itu," jawab sang asisten.

Bram menghela napas. "Sepertinya dia mendapat sumber bukan hanya gadis muda itu, tapi ada orang lain juga. Bahasa yang digunakan menunjukkan dia punya bukti yang menguatkan sekaligus bisa digunakan seandainya ada tuntutan dari pihak yang merasa dirugikan. Ini gawat."

"Perlu saya tangani media sebelum artikel ini menarik perhatian?"

Bram menggeleng. "Saya sendiri yang akan menemui Pak Hadi Tanusubroto untuk sedikit memberi peringatan agar pegawainya tidak sembarangan membuat artikel. Terutama yang berhubungan dengan Dewan Terhormat."

"Baik, Pak."

"Peringatkan Pak Rachmat untuk membersihkan laporan pajaknya. Kita hanya bisa membantu sampai sini."

"Apa kita akan lepas tangan, Pak?"

Bram menghela napas. "Tidak bisa, susah buat rencana kita di pilpres nanti."

"Tapi, ini bisa membuat Bapak terekspos."

Bram terkekeh. "Saya kenal Pak Hadi, jangan khawatir."

"Baik, Pak."

"Kita ubah rencana. Saya ingin mengobrol dengan Pak Benjamin, aturkan pertemuan."

"Baik."

Tina meninggalkan ruangan dan dengan sigap melakukan tugasnya. Bram yang ditinggalkan tercenung sendiri. Di hadapannya terpampang data diri wartawan bernama Diana yang sudah memporakporandakan rencana yang disusun selama bertahun-tahun dengan artikelnya. Saat melihat siapa nama ayahnya, kerut di kening Bram bertambah dalam. Dia tidak suka kebetulan ini.

****

"Jadi, mereka lagi?" Suara Tyo terdengar dingin saat Diana membeberkan berbagai fakta yang berhasil dihubungkannya.

"Iya. Balik ke lingkaran yang sama. Utomo Mandala, Rachmat Wijaya, dan Herman Bulaeng. Mereka yang paling berkepentingan dengan lolosnya UU ini, karena secara tidak langsung akan melegalkan banyak aset yang mereka kuasai dengan cara yang kemungkinan besar tidak sah. Sinkron dengan data yang dikumpulkan Bapak delapan tahun lalu soal tanah rakyat dan negara yang dicaplok pihak swasta. Mereka ini."

"Kapan dan bagaimana kamu mendapatkan informasi suap seksual ini? Juga siapa yang akan jadi target mereka? Bahkan di intel aku enggak mendapatkannya."

Diana meleletkan lidahnya. "Memangnya cuma kamu yang bisa mengumpulkan informasi? Jangan lupa, aku jurnalis top dan anak Aryo Seto," cibirnya.

Diana, Sang Pemburu BadaiWhere stories live. Discover now