29. Motif Hadi Tanusubroto

1.8K 474 34
                                    

Yuhuuuu!

Udah hari Senin aja nih. Didi indehaus, siapa yang masih nungguin?

Oh iya, ngingetin aja. Giveaway Dear Precious Me diperpanjang sampe Rabu 30 November 2022, berarti 2 hari lagi. Yang masih belum sempet ikutan, silakan deh meluncur ke work Dear Precious Me, work eike yang bukan fiksi. Cek ketentuannya di sana, dan langsung kasih jawabannya. Buat yang mau lebih gampang dengerin podcast Winnyraca di Spotify,  gak susah-susah lagi kok. Langsung aja klik tombol playlist di bagian bawah halaman ini.

For now, enjoy.

BAGIAN DUA PULUH SEMBILAN: MOTIF HADI TANUSUBROTO

Sekretaris Hadi Tanusubroto atau yang dikenal juga dengan akronim HT, adalah seorang pria sebaya Gatot yang selalu bersikap efisien dan tak banyak omong. Dia menemui Diana tak lama usai Gatot memberi tahu soal keinginan Hadi menemuinya, dan memintanya mengikuti langsung ke ruangan sang bos besar. Pria itu meminta Diana menunggu sebentar sementara memberi tahu sang bos mengenai kehadirannya, dan mempersilakan Diana masuk setelah mendapatkan jawaban dari dalam ruangan besar yang jarang didatangi pemiliknya. Saat pintu ditutup di belakangnya, Diana langsung merasa berada di dunia berbeda. Dunia mereka yang berkuasa.

“Diana?” Sebuah suara ramah dan kebapakan terdengar dari bagian lain ruangan, membuat Diana menoleh dan mendapati sosok sang bos besar yang terkenal ramah dan luwes dalam berkomunikasi.

Cepat, Diana mengangguk dan menjawab sapaannya. “Betul, Pak. Selamat pagi, saya Diana dari divisi berita nasional.”

Hadi tersenyum dan mendekatinya sambil mengulurkan tangan. “Saya baru tahu kalau putri Pak Aryo Seto, senior saya, ternyata bekerja di sini. Kok enggak bilang?” tanyanya sambil menjabat tangan Diana, hangat. Tanpa melepaskan jabatan tangannya, dia menarik Diana dan membawanya ke sofa besar yang ada di situ. “Duduklah.”

Diana sedikit gugup. “Terima kasih, Pak.” Sambil mengawasi sang pemimpin, dia duduk. Tanpa sadar, terlalu ke pinggir dan tegak, saking tegangnya. Hadi yang melihatnya tampak tak nyaman, tertawa hangat.

“Dibikin nyaman saja, Diana. Saya cuma mau ngajak ngobrol sedikit, kok,” katanya sambil duduk di sofa single dekat Diana. “Bagaimana kabar Ibu? Masih mengajar?”

Ada sedikit rasa heran. Hadi Tanusubroto mengenal ibunya? “Ibu baik, masih mengajar, Pak.”

“Oh, belum pensiun, ya? Luar biasa.” Hadi menatap Diana tepat ke matanya. “Oke, Diana. Akan aneh sekali kalau saya menghabiskan jam kerja dengan berbasa-basi, ya? Saya akan langsung bertanya.”

Diana terkesiap. Ini dia….

“Silakan, Pak.”

Hening sejenak. “Artikel terbaru, mengenai suap seksual di kalangan anggota dewan, dari mana kamu dapat bahannya? Atau lebih tepatnya, siapa nara sumbernya?”

Tatapan Hadi masih memaku mata Diana yang untuk beberapa saat kehilangan kata. Dia tidak menduga, bosnya sendiri akan ikut tertarik dengan artikel ini. Apakah …?

“Diana?”

“Maafkan saya, Pak. Saya tidak bisa memberi tahu Bapak identitas nara sumber saya.” Cepat, Diana berkata. “Beliau merasa kalau hidupnya bisa ada dalam bahaya. Sesuai kode etik, saya sudah berjanji untuk merahasiakan identitasnya dari siapa pun, termasuk atasan saya.”

Untuk beberapa detik yang terasa lama, Hadi menatap Diana tanpa berkedip. Lalu sebuah senyum muncul, menghilangkan kesan mengancam yang sempat ada di ekspresinya.

“Ah, begitu rupanya. Baiklah, saya mengerti.”

“Terima kasih,” sahut Diana cepat.

Hadi menyandarkan tubuhnya, sikapnya jadi makin santai saat dia memandang Diana yang masih siaga, siap untuk pertanyaan lain.

Diana, Sang Pemburu BadaiМесто, где живут истории. Откройте их для себя