Dua Puluh Enam

7.1K 1.1K 80
                                    

"Yo!" Risa melambaikan tangannya kecil.

Apa yang dilakukan gadis ini disini?

Elona menatap Dokter Eben. "Dia bukan teman aku."

"Jahat nya, udah gue antarin dan traktir makan kemarin." Risa memegangi dadanya, berpura-pura menjadi seseorang yang sedang tersakiti.

"Sebulan lalu," tegas Elona.

Risa tertawa kecil. "Yah sebulan lalu, bagi gue itu seperti kemarin." Dia menatap Elona dari ujung kaki hingga rambut. "Lo kelihatan jelek banget, nyesal gue bilang cantik kemarin."

Elona merunduk. "Aku memang jelek kok," orang jelek dan tidak ada yang mau sama orang jelek.

Risa terdiam, sepertinya ia salah berkata-kata.

"Kamu cantik Elona, siapa bilang kamu jelek?" Dokter Eben berujar lembut. "Kamu cantik, mirip ibu kamu."

Elona menghela nafas. "Yah dan karena itu kan Dokter rawat aku selama ini."

Dokter Eben terdiam.

Elona tersentak, ia menepuk mulutnya. "Maaf, maaf Dokter Eben, aku engga bermaksud maaf." Matanya berkaca-kaca.

Dokter Eben tersenyum maklum. "Tidak apa-apa, apa yang kamu katakan benar namun ada alasan lain." Dia menghela nafas. "Aku merawat kalian karena rasa bersalah, yang tidak memperjuangkan ibu mu waktu dulu."  Waktu itu ia masih terlalu muda.

Elona menatap Dokter Eben sedih. "Dokter sebaiknya anda segera menikah."

Dokter Eben tertawa geli. "Aku tidak akan menikah sebelum kamu bertemu dengan seseorang yang bisa menjadi tempat kamu bersandar." Dia mengangkat bahu tidak acuh. "Aku masih 27 tahun Elona, tidak terlalu tua."

Elona mengangguk saja.

Risa menatap Dokter itu dengan seksama, ia berpikir sejenak. "Mau nikah sama gue Dokter?"

Dokter Eben tercengang, ia kehilangan kata-katanya. "Hahahaha, kamu masih terlalu muda." Dia pasti hanya bercanda.

"Serius kok," Risa menyeringai. "Gue suka sama cowok baik-baik yang enak untuk dirusak." Dia menjilat bibirnya.

Dokter Eben merinding. "Hahahaha, dia tertawa canggung. "Oh yah kalian berdua mau jalan-jalan kan? Pergilah." Dokter Eben mendorong bahu Elona pelan. "Keluar lah jalan-jalan, kamu sudah terlalu lama di rumah."

"Engga mau!"

Dokter Eben mengunci kosan Elona dan menyimpan kuncinya. "Pergilah." Dia menatap Elona tegas.

Elona terdiam, dia merunduk sedih. "Setidaknya aku mau ganti baju dulu."

"Oh engga usah," Risa merangkul Elona. "Kebetulan gue mau beli baju, lo juga gue ajak deh, teman." Dia menekankan kata teman.

Elona menatap gadis itu tidak mengerti. "Kenapa kamu ngelakuin ini? Engga untungnya juga untuk kamu."

Risa kenal mental, Elona masih mengingat kata-katanya di pemakaman umum waktu itu. "Sekarang ada untungnya buat gue kok."

"Apa?"

Risa tersenyum miring. "Lo bisa jadi teman gue, mirip lo, gue engga punya teman." Matanya sedikit memancarkan kesedihan.

Elona terdiam, sepertinya mereka sedikit mirip.

"Jadi teman gue, gue janji akan buat lo bahagia."

Gadis itu mengerjapkan matanya. "Kenapa terdengar seperti lamaran pernikahan?"

Risa menatap Elona dma tertawa terbahak-bahak. "Yah anggap aja gitu." Dia menarik Elona untuk mengikutinya. "Ayo, banyak yang harus dilakukan dan nanti malam kita akan pergi makan ke tempat enak."

Your Guardian Angel (The End)Where stories live. Discover now