Tiga Puluh Empat

7K 1.1K 48
                                    

Setelah jam istirahat selesai, Gellan diam-diam mengantar Elona keluar gerbang. Awalnya ia menawarkan diri untuk mengantar Elona dengan motornya, namun gadis itu langsung menolaknya, dia tidak ingin merepotkan orang lain, Gellan tetap memaksa dan berakhir dengan persetujuan untuk mengantar Elona sampai gerbang sekolah.

Sebelum sampai gerbang sekolah Gellan bertanya pada Elona.

"Lo engga mau balas perbuatan Bianva selama ini?" Pertanyaan bodoh yang tidak memiliki arti.

Elona berhenti melangkah, Gellan juga sama.

Mereka saling tatap.

"Kalau bisa dari dulu, tapi.." Elona mengalihkan pandangannya. "Tidak seperti Bianva, aku engga punya apa-apa."

Gellan diam.

Itu benar.

Dia adalah gadis miskin yang bahkan untuk makan saja susah, jika tidak mendapatkan beasiswa Elona tidak akan pernah bersekolah. Elona sekolah untuk memberikan kehidupan yang lebih baik untuk adiknya, dan sekarang adik yang menjadi alasannya itu sudah tiada, jadi untuk apa dia bersekolah.

Untuk apa dia bekerja keras?

Balas dendam mungkin pernah Elona pikirkan, ia pasti sangat membenci Bianva, rasa benci yang ditutupi dengan rasa takut.

Kenyataannya.

Di mata Elona, hanya ada kebencian ketika ia mendengar nama Bianva.

"Makasih buat traktir nya, aku engga tahu apa tujuan kamu tapi tolong jangan seperti Bianva." Elona tersenyum tipis, tanpa mengatakan apapun lagi ia keluar dari gerbang sekolah.

Melihat itu Gellan langsung menahan lengannya. "Tunggu..." lirih Gellan.

Elona menatapnya heran.

"Gue jujur tentang PDKT itu." Telinga Gellan memerah, jantungnya berdebar kencang. "Menurut lo gimana...gue..."

Elona melepaskan lengannya. "Aku anggap engga dengar apa-apa, aku bukan gadis yang baik, carilah yang lain."

Gellan tidak mendengarkan, ia malah ikut keluar dari gerbang sekolah, mengejar Elona. "Gue harus apa biar lo mau?"

Elona tersentak kaget. "Masuk sekolah sana, engga ada hal yang bisa kamu lakukan." Dia berjalan cepat, berniat meninggalkan Gellan.

Untungnya tidak ada Satpam disini, mungkin mereka masih istirahat, Gellan jadi bebas keluar lingkungan sekolah. "Gue engga akan pergi sebelum lo jawab."

"Terserah," Elona tidak peduli, ia menaiki angkutan umum yang melewati tempat kosan nya, Gellan mengikuti, dia duduk di hadapan Elona dekat pintu masuk.

"Gue serius." Dia masih keras kepala.

Elona menghela nafas lelah. "Kenapa harus aku sih? Ada gadis yang lebih baik di luar sana untuk kamu, jangan aku deh, kamu pasti cuma penasaran dan main-main aja." Elona tahu itu, laki-laki akan mendekati seorang gadis dengan rasa penasaran yang tinggi, lalu ketika semuanya sudah terjawab, mereka akan pergi.

"Gue maunya lo." tegas Gellan.

Tukang angkot yang mendengarnya hampir keselek, hanya ada mereka bertiga disini.

Elona terdiam, dia menatap Gellan aneh. "Jangan," lirih Elona.

"Kenapa?" tanya Gellan.

Rasanya tukang angkot sedang menonton sinetron TV secara langsung.

Elona mengalihkan pandangannya.

Gellan berdecak kesal, ia pindah duduk, sekarang dia dan Elona saling berhadapan. "Lihat gue, jangan yang lain." Ia menopang kedua pipi Elona.

Your Guardian Angel (The End)Where stories live. Discover now