Tiga Puluh Dua

6.8K 1.2K 81
                                    

Sepertinya Elona sudah keterlaluan kali ini.

Pihak sekolah memanggilnya.

Sebenernya Elona tidak perlu datang, namun disurat di berikan sebuah pemberitahuan, jika ia tidak datang salah seorang Guru atau teman sekelas akan muncul di depan Kosannya. Elona tidak mau itu, dengan hidup saja ia sudah mempersulit Dokter Eben, dan sekarang ia harus membiarkan seseorang yang tidak ia ketahui datang lalu membujuknya sekolah? Pihak sekolah bodoh yah, tentu saja ia tidak akan mau.

Elona datang hanya karena ia tidak ingin seseorang mengganggu nya.

Gadis itu sengaja hadir ketika jam pelajaran sedang berlangsung, menggunakan pakaian santai Elona menatap sendu kondisi sekolah nya saat ini. Seperti tahun-tahun sebelumnya, tahun ini Festival Sekolah juga akan diadakan di pertengahan bulan yang sama, kondisi sekolah saat ini sudah mulai terlihat suasana festival nya, ada beberapa lampion yang digantung dan beberapa ornamen lainnya.

Festival pertama Elona tahun lalu di sekolah ini cukup menyenangkan, dia banyak menerima makanan gratis yah meskipun endingnya ia tetep menjadi bahan permainan Bianva.

Sampai sekarang Elona masih penasaran, kenapa Bianva sangat membencinya.

"Elona, masuklah."

Elona mengangguk sopan pada Guru BK kelas 11 tahun ini.

Ia tidak pernah bertemu dengan guru BK kelas 11, cukup guru BK kelas 10 saja yang Elona jumpai, itu adalah kenangan yang buruk, ketika untuk pertama kalinya Elona merasa sangat putus asa.

"Kamu mau minum?"

Elona menggelengkan kepalanya. "Engga Bu, makasih."

Guru perempuan itu tersenyum lembut, ia memberikan Elona sekotak Susu. "Minumlah, Ibu kasih gratis."

Elona menerimanya. "Makasih," kalau dikasih tentunya harus diterima.

"Kamu kenal ibu gak? Panggil aja Ibu Rahna, ini tahun kelima ibu menjabat sebagai guru BK kelas 11."

Elona memeluk lengannya, entahlah, ia rasa percakapan ini buang-buang waktu saja. "Saya tidak akan kembali bersekolah, beasiswa nya..."

"Bianva merundung mu kan?"

Gadis itu langsung tersentak, kedua matanya melotot tajam. "Tidak," Elona mengalihkan pandangannya.

"Benarkah? Jujur aja Elona, mungkin Ibu bisa membantu kamu."

Elona menggigit bibirnya bagian dalamnya, kedua tangannya mengepal. "Kenapa tiba-tiba..." gumamnya.

Bu Rahna menghela nafas. "Maafkan pihak sekolah yang baru bisa membuka mata sekarang Elona, tapi jika kamu mau kita bisa menjauhkan Bianva dari kamu."

Elona bangkit dari duduknya, kedua matanya menyalang marah. "Kenapa baru sekarang?" lirihnya, wajahnya dipenuhi raut kekecewaan, lagi, rasa putus asa ketika ia kehilangan satu-satunya harapan kembali hadir.

Kemarahan memenuhi dada Elona.

"Elona, tenanglah dulu..."

Nafas Elona memburu, ia berdiri dengan gusar. "Waktu saya kelas 10, saya pernah mendatangi BK dan menceritakan tentang penderita saya padanya, Ibu tahu respon apa yang saya dapatkan?" Elona tersenyum mengejek. "Dia bilang itu resiko saya hanya karena saya anak beasiswa." Dia menekan dadanya. "Saya salah apa Bu? Saya engga ngerti, yang saya inginkan bersekolah dengan baik dan mendapatkan pendidikan yang bisa membantu masa depan saya, saya putus asa, saya engga bisa apa-apa." Air mata Elona mengalir. "Setelah hampir 2 tahun kenapa baru sekarang kalian membuka mata?! Apa Ibu tahu seberapa menderitanya saya?!"

Your Guardian Angel (The End)Where stories live. Discover now