Prolog

73.4K 3.4K 11
                                    

Riri berdiri di tengah stasiun kereta tanpa memperdulikan kebisingan di sekitarnya. Matanya menatap kosong pada tiket kereta dan kartu identitas di tangannya. Tas kecil yang berada di genggaman tangganya yang lain merupakan satu-satunya barang bawaannya. Dia memang tidak pernah memiliki apapun.

Rambut panjangnya terlihat sedikit berantakan, wajahnya pucat seperti tidak memiliki kehidupan, hal lain yang paling mencolok darinya adalah perban yang membungkus pergelangan tangan kirinya. Menunjukan bahwa luka di tangannya masih belum sembuh.

Suara kedatangan kereta api tujuannya membuat Riri mengalihkan perhatiannya dari tiket itu. Kedatangan kereta itu semakin memperjelas bahwa ini  adalah saatnya dia pergi.

Meninggalkan kehidupannya sebagai yatim piatu di kota ini. Meninggalkan sahabatnya, Cindy Putri Anggara. Meninggalkan Laki-laki yang dicintainya, Bayu Pramesta. Meninggalkan sosok dirinya yang dibodohi oleh mereka. Meninggalkan belahan jiwanya yang baru saja pergi.

Dia pergi meninggalkan semua itu dengan luka yang masih belum sembuh. Meninggalkan semua sumber rasa sakitnya, berharap akan mempercepat kesembuhan luka-lukanya. Bukankah waktu menyembuhkan luka? Walau dia tahu hal itu akan tetap meninggalkan bekas yang melekat padanya.

Bukanya semua orang hidup seperti itu?

Bukankah mereka tetap bisa tersenyum bahagia?

Dia berharap itu juga terjadi pada dirinya. Dia melangkah masih kedalam kereta yang akan membawanya pergi tersebut, berharap semua masa lalunya akan tetap tinggal di kota ini.

Bekas Luka Where stories live. Discover now