Bab 8

26.2K 2.4K 8
                                    

Ting Tong Ting Tong

Bunyi bel pintu apartemen membuat Riri yang sedang duduk untuk mengecek desain iklan  terkejut, dia langsung menengok ke pintu apartemen. Pagi ini rencananya untuk tidur saja sudah gagal karena kedatangan penghuni apartemen disebelahnya itu. Dia bahkan tidak bisa tidur lagi setelah itu, sehingga lebih memilih bekerja saja.

Nggak mungkin Bayu lagi, kan?

Pintu apartemen yang terbuka membuat Riri menghembuskan nafas, lega ternyata bukan Bayu. Bayu kan tidak mungkin tahu sandi apartemennya.

"Kenapa ekspresi muka Lo? Kayak liat hantu aja."

Suara heran Andin langsung masuk ke telinganya. Dia mendekati dan mendudukan dirinya di samping Riri. Ini pertama kalinya dia merasa bersyukur ketika Andin datang ke apartemennya. Biasanya Andin datang hanya untuk mengganggu istirahatnya.

"Lo nggak ada rencana hari ini?" Ucap Andin.

"Ada kok."

"Apaan? Tidur atau ngecek Kerjaan?" Cibir Andin, "Kalau itu rencana yang lo maksud maka gue anggap lo nggak punya rencana hari ini." Putus Andin.

"Terus ngapain Lo nanya kalau gitu." Riri mendelik. Sudah ditebak bahwa Andin pasti mencoba menyeretnya untuk keluar lagi.

"Ini namanya basa basi." Andin berucap main main.

"Terserah, gue mau lanjut kerja. Gue harus mastiin nggak ada yang salah sama desain iklan yang baru."

"Weekend itu buat istirahat Ri, bukan buat kerja. Lagian lo berlebihan banget sama iklan yang ini. Udah berapa hari ini Lo sibuk lembur terus."

"Gue periksa biar nggak ada kesalahan lagi."

"Lo lembur dan weekend pun kerja. Ingat lo nggak dibayar buat kerja saat weekend. Itu udah terlalu berlebihan." Omel Andin.

Riri tahu bahwa yang dikatakan Andin itu benar. Dia berkali-kali mengecek pekerjaan yang sudah selesai mencoba membuat dirinya lebih sibuk dari biasanya. Dia benar-benar ingin sibuk hingga tidak memilki waktu untuk memikirkan hal lain. Dia tahu bahwa bayu masih sangat mempengaruhinya, namun dia tidak ingin mengakuinya.

"Bukannya lebih baik dari pada gue tidur seharian?"

"Nggak ada yang lebih baik. Ayo keluar, kita ke salon. Bukanya rambut Lo udah kepanjangan? Biasanya Lo lebih suka rambut pendek." Ucap Andin. Dia tidak akan menyerah menggagalkan rencana Riri untuk bekerja.

Riri memegang rambutnya, "Oke ayo potong rambut."

"Serius?" Andin heran biasanya Riri butuh waktu lama untuk dibujuk.

"Serius"

"Aneh banget, nggak kayak Riri yang biasanya."

"Terus lo maunya gue nolak?" Riri mengucapkannya dengan nada malas.

"Nggak dong, ayo pergi. Pakai baju yang cantik siapa tahu lo ketemu duda kaya raya." Ucap Andin becanda. Namun hal itu sempat membuat Riri tertegun.

Riri benar-benar butuh suasana baru, mungkin memotong rambut akan membuang sedikit kesialannya saat ini. Dia merasa akhir-akhir ada awan gelap yang mengikutinya. Riri menutup laptopnya dan bersiap-siap.

***

Riri sedikit was-was ketika keluar dari apartemennya matanya melirik ke unit di sebelahnya. Setelah memastikan tidak ada yang keluar Riri merasa tenang.

Tunggu, kenapa dia merasa seperti ini? Bukannya dia harus bersikap santai. Lagi pula Riri yang lebih dulu tinggal disini. Kenapa dia harus takut untuk bertemu Bayu. Dia tinggal mengacuhkannya saja. Dan setelah itu Bayu pasti akan merasa bosan sendiri dan menjauh kan?

Bekas Luka Where stories live. Discover now