Bab 12

24.5K 2.2K 15
                                    

Untuk Vote dan Komennya, Makasih Banyak yaa.

Selamat Membaca!!!!

Ting Tong Ting Tong

Suara bel apartemennya terdengar padahal hari masih pagi, tapi dia tidak menghiraukannya. Dia sudah bisa menebak siapa itu. Hari ini Riri memilih istirahat, dia sudah  menelpon Sinta untuk menyampaikan cutinya pada pak Beni. Tubuhnya masih lemas, dia hanya akan menambah masalah jika memaksakan pergi bekerja dalam kondisi seperti ini.

Ting Tong Ting Tong

Sepertinya Bayu masih belum menyerah, Riri tidak berpikir bahwa itu mungkin Andin karena dia bahkan tidak menghubungi Andin untuk mengabari bahwa dia sakit. Hari ini bukan weekend jadi dia tidak ingin menggangu Andin yang juga merupakan karyawan seperti dia.

Setelah belnya tidak berbunyi lagi, suara pin apartemen yang ditekan mengagetkannya. Bayu membuka pintu apartemennya dan masuk dengan tergesa-gesa ke kamar Riri. Raut cemas terlihat di wajahnya.

Setelah melihat Riri yang sedang membaca buku di ranjangnya di menghela nafasnya lega.

Riri menatap laki-laki yang berdiri dihadapannya itu, "Aku nggak merasa pernah memberi hak buat kamu untuk masuk seenaknya ke apartemenku." Tukas Riri tajam. Dia seharusnya tidak membiarkan Bayu melihat pin apartemennnya kemarin.

Bayu tidak memperdulikan perkataan Riri, memilih mengeluarkan bungkusan makanan yang dibawanya. "Karena tidak ada yang menjawab, aku kira kamu kenapa-kenapa. Maaf ya."

"Kamu belum makan kan? Aku beli bubur, habis makan kamu minum obat ya."

"Aku bisa urus diriku sendiri. Jadi lebih baik sekarang kamu keluar."

Dia meletakan buburnya di meja samping tempat tidur Riri. "Aku pindahin buburnya ke mangkok dulu ya. Sekalian ambil air buat minum obatnya." Melangkah keluar tanpa peduli pengusiran Riri.

Riri menutup buku yang dibacanya, dia sudah tahu bagaimana keras kepalanya Bayu. Bayu tidak akan menyerah walaupun dia mengusirnya. Bahkan perceraian mereka memerlukan banyak air mata agar dapat terjadi. Bukan kah ini alasan dia memilih melarikan diri.

Pintu kamarnya kembali terbuka, Bayu memegang segelas air putih dan semangkok bubur. Dia menarik kursi dari meja rias ke samping ranjang Riri.

"Katanya bubur ini laris banget, antriannya tadi lumayan panjang. Sebenarnya mau masak sendiri tapi kemampuan masak aku masih belum meningkat." Ucap Bayu duduk di kursi tersebut tanpa memperdulikan Riri yang masih terdiam.

Riri menghela nafas, "Sebenarnya kenapa kamu melakukan semua ini? Bukankah kita sudah selesai? Kita sudah sepakat untuk berpisah." Ucap Riri lemah.

Bayu menatap Riri, mengalihkan perhatiannya dari bubur di tangannya. "Benarkah? Seingatku aku hanya melakukan itu karena kamu memaksaku.  Tidak sekalipun aku pernah ingin kita berpisah," Bayu menatap dingin Riri, matanya memerah. "Bahkan sampai sekarang, aku masih menyesali perpisahan kita." Lanjut Bayu.

"Semua itu salahku? Perpisahan kita salahku?" Tanya Riri dengan senyum miris.

Bayu menggeleng, "Bukan, semua itu salahku. Tidak ada yang menyangkal hal itu. Namun aku tidak bisa mengubah masa lalu. Penyesalanku tidak bisa mengembalikannya"

"Kamu tahu masa lalu tidak bisa diubah. Lalu untuk apa kamu ada di sini? Merasa bertanggung jawab padaku seperti dulu? Aku bisa mengurus diriku sendiri. Bahkan aku baik-baik saja sampai sekarang." Tukas Riri tajam.

"Aku yang tidak baik-baik saja. Aku yang tidak bisa mengurus diriku sendiri. Aku yang ingin bersamamu."

"Maafkan aku Ri, tidak bisakah kamu membiarkan aku berada di sisimu. Aku bisa menunggu berapa lama pun hingga kamu memaafkan ku." Bayu menatap penuh permohonan.

Bekas Luka Where stories live. Discover now