Bab 6

31.3K 2.5K 13
                                    

Selamat Membaca!!

Riri menatap laki-laki yang berdiri di depan pintu apartemennya sambil menenteng bungkusan makanan, senyum tidak tahu malu terlihat dari bibirnya. Dari banyak kemungkinan orang yang muncul di apartemennya pagi ini, dia tidak menyangka bahwa Bayu yang akan dilihatnya. Apartemennya hanya pernah menerima kunjungan satu tamu yaitu Andin.

Yah, memang semenyedihkan itu.

"Aku beli sarapan, mau makan bersama?" Ucap Bayu. Dia mengusap tengkuknya, terlihat sedikit canggung, namun mencoba berusaha bersikap biasa.

Riri tidak menyangka omong kosong itu adalah hal pertama yang Bayu ucapkan ketika datang ke apartemennya. Dia sungguh tidak habis pikir bagaimana bisa Bayu melakukan hal ini.

Riri ternganga, "Hah?! Sarapan?! Kamu serius?!" Riri bertanya mencoba memastikan apakah dia sudah salah dengar. 

"Apa yang kamu lakukan di sini?! Darimana kamu tahu apartemenku?" Riri bahkan tidak tahu harus merespon apa lagi, bukannya mereka sebelumnya sudah sepakat untuk bersikap biasa dan melupakan masa lalu. Walaupun hal itu tidak mungkin untuknya. Karena ada hal yang tidak boleh terlupakan sesakit apapun masa lalu itu.

"Tentu saja serius, ini aku udah bawa nasi uduk, dulu kamu suka sarapan ini." Dan ini adalah maksud Bayu bersikap biasa.

"Jangan membahas tentang masa lalu!" Riri menaikan suarannya, Dia tidak suka pemabahasan apapun tentang masa lalu keluar dari mulut Bayu. Riri saat ini sangat kesal, "Kamu tahu bukan itu yang Aku maksud, sekarang kamu sedang apa di apartemenku, Bayu?"

Hening.

Bayu menjawab setelah terdiam sebentar, "Aku nggak datang ke apartemenmu Ri, aku juga tinggal disini, aku baru aja pindah" Dia menunjuk ke apartemen yang ada disebelah apartemen Riri.

"Bukannya kemarin kita udah sepakat untuk bersikap biasa aja kan? Dan sekarang aku datang menyapa tetangga baruku." Bayu berkata sambil mengedikan kedua bahunya. Berusaha terlihat percaya diri.

Apakah Bayu memiliki perbedaan pemahaman dengannya mengenai arti bersikap biasa?

Riri menutup matanya sebentar, kepalanya terasa pusing.

Apa yang harus dilakukannya sekarang?

Dia tidak tahu kenapa Bayu bersikap seperti ini. Bayu bukanlah tipe orang yang melakukan hal seperti ini. Bayu yang dikenalnya adalah sosok serius yang tidak banyak bicara namun tidak menyebalkan seperti ini. Dia tidak mungkin melakukan hal konyol seperti ini. Walaupun usianya hanya berbeda dua tahun di atas Riri, Bayu selalu bersikap dewasa dan bertindak masuk akal.

Ah, tapi ada satu hal yang masih tetap sama yang diingatnya akan Bayu. Dia masih sangat tidak mudah menyerah. Karirnya saat ini adalah bukti bagaimana dia tidak mengerti arti menyerah.

Riri akhirnya mengerti kenapa Bayu mengatakan padanya untuk bersikap seperti biasa, dan Riri menyesal mengiyakannya begitu saja tanpa tahu bahwa Bayu akan bersikap seperti ini. Riri tidak tahu bahwa bayu akan nekat pindah ke unit apartemen di sebelahnya.

Dia bukan Bayu yang dikenalnya dulu.

"Jangan bicara omong kosong seperti itu! Nggak mungkin kamu pindah ke apartemen seperti ini tanpa alasan." Riri mencecar Bayu penuh kekesalan.

"Kenapa nggak? Apartemen ini cukup bagus, aku lumayan menyukainya." Bayu menjawab Riri dan mengabaikan kekesalan Riri. 

Sepertinya dia tidak akan berubah pikiran.

Riri teringat percakapan singkatnya beberapa hari yang lalu dengan wanita yang tinggal di sebelah unit apartemen miliknya. Wanita itu mengeluarkan barang-barangnya dan memutuskan pindah karena katanya ada yang membeli apartemennya dengan harga tinggi, namun dia tidak memperdulikan hal itu, karena dia memang jarang berbicara dengan wanita tersebut. Dia biasannya hanya saling menyapa saja ketika tidak sengaja bertemu di lorong ataupun lift. Sekarang dia tahu siapa yang membeli apartemen dengan harga yang mahal tersebut.

Apartemen ini memang cukup luas dan tidak murah, namun itu hanya bagi Riri. Tidak seperti dia yang masih membayar cicilan apartemennya sampai sekarang, Bayu bisa langsung membeli apartemen ini tanpa perlu bersusah payah. Dengan penghasilan yang diperoleh dari jabatannya saat ini, Bayu tentu saja tidak akan memiliki kesulitan untuk membeli sebuah unit apartemen seperti miliknya. Bahkan dulu saat masih bersama, Bayu sudah memiliki beberapa usaha kecil yang Riri tahu pasti sekarang sudah berkembang di tangan Bayu. Jadi kemungkinan Bayu akan memilih tinggal disini harusnya tidak ada.

Ketika memikirkan hal tersebut, dia bisa benar-benar melihat perbedaan diantara mereka, Walaupun usia Bayu hanya dua tahun lebih tua darinya, tetapi kehidupan mereka benar-benar berbeda. Dari dulu sudah berbeda namun sekarang jarak itu semakin melebar.

Riri tidak akan menyalahkan keadaannya, karena dia tahu bahwa sekarang dia pun sudah cukup sukses. Pendapatan yang sudah jauh di atas UMR, sudah cukup baginya untuk memenuhi kebutuhannya bahkan mencicil apartemen ini. Keadaanya sekarang sudah jauh lebih baik dibandingkan saat masih di panti asuhan. Satu-satunya hal yang tidak berubah adalah dia masih merasa sendirian bahkan di tengah keramaian. Walaupun dia masih tidak memiliki siapapun di sampingnya, setidaknya dia tidak akan cemas tentang uang lagi.

Riri meremas gagang pintu yang masih dipegangnya,"Kamu bisa membeli apartemen yang jauh lebih bagus dan lebih luas daripada ini! Nggak mungkin kan kamu segitu pelitnya menghabiskan uang mu?!" Geram Riri.

Menurutnya perkataan Bayu sangat tidak masuk akal, tidak mungkin dia tiba-tiba pindah tepat di sebelah apartemennya hanya karena menilai apartemen ini cukup bagus, apartemen ini tentunya tidak akan menjadi pilihan tempat tinggalnya jika hanya ingin mencari apartemen yang bagus. Dia tidak sebodoh itu, kebetulan seperti ini tidak mungkin terjadi.

Bayu tersenyum kosong "Memangnya kenapa kalau apartemen lain lebih bagus dan luas? Kalau aku inginnya disini." Suara Bayu memelan di akhir kalimatnya.

Bayu kembali melanjutkan, "Bukanya kita sudah sepakat untuk bersikap biasa saja? Aku sudah membeli apartemen di sini dengan harga 50% lebih tinggi dari harga aslinya. Nggak mungkin kan aku jual lagi."

"Kenapa nggak mungkin?!"Riri sudah sangat dongkol dengan tingkah Bayu.

"Emang ada pembeli yang mau membeli dengan harga segitu? Kamu tahu aku tidak suka melakukan bisnis yang merugi." Bayu terdengar sangat serius saat mengatakan hal tersebut.

Dia sudah tahu bahwa harga apartemen yang dibelinya tidak masuk akal, tapi dia tetap membelinya kan? Riri ingin meneriakan hal tersebut namun menahannya. Namun perkataan Bayu selanjutnya benar-benar membuatnya kesal.

"Jadi bisa sekarang kita sarapan? Aku bawa nasi uduk, nanti jadinya dingin kalau kita nggak makan sekarang." Bayu mencoba melangkah maju untuk masuk ke apartemennya.

"Makan saja Sendiri!"

BAM!!

Riri membanting pintu dihadapan Bayu dan langsung melangkahkan kakinya ke dapur dan mengambil segelas air dingin dari dalam kulkas dan langsung meminumnya untuk menekan emosi dan menenangkan dirinya. Riri tidak tahu harus berbuat apa sekarang. Tidak mungkin kan, dia memaksa Bayu untuk pindah. Dan lebih tidak mungkin lagi dia yang pindah, apartemen ini saja belum lunas cicilannya. Menjual dan membeli apartemen tidak akan semudah yang dilakukan Bayu.

Setelah merasa sedikit tenang dia sudah mulai bisa berpikir. Namun, dia masih tidak tahu mengapa Bayu memaksakan diri untuk pindah ke apartemen ini. Mereka sudah bercerai lebih dari tiga tahun, Bayu tidak memiliki alasan untuk terus mendekatinya. Mereka sudah sepakat berpisah, walaupun dengan dengan cara yang sungguh menyakitkan untuk Riri. 

Tidak seperti Riri yang kehilangan segalanya, Bayu tidak kehilangan apapun. Perasaan bersalah mungkin satu-satunya yang masih dirasakan Bayu karena dia juga manusia. Namun, Riri tahu bahwa perasaan bersalah tidak akan sepenting itu. Kesuksesan Bayu saat ini membuktikan bahwa kepergian Riri tidak berarti apa-apa. Bayu masih menjadi sosok yang luar biasa menari. Status duda di umurnya sekarang tidak akan mempengaruhi apapun.

Jadi kenapa dia pindah kesini?

Jangan Lupa Vote dan Komen, Ya!!!

Bekas Luka Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang