Bab 22

27.2K 2.7K 176
                                    

Happy Reading!!

Ada mimpi yang sering datang di setiap malam di awal di kehilangannya. Mimpi itu juga sering datang disaat dia merasakan kesepian. Dalam mimpi itu Riri bersama laki-laki itu dan bayi mereka tersenyum bahagia. Itu adalah mimpi indah. Namun mimpi indah itu berubah menjadi mimpi buruk ketika dia terbangun. Menyadari bahwa itu semua hanya mimpi dan dia sendirian. Riri benar-benar membenci mimpi itu.

Sekarang dia seperti melihat realitas dari mimpi itu. Yang berbeda hanya pemerannya, sosok yang ada di sana bukan Riri dan Bayinya. Matanya terasa kabur, mungkin amarah yang tidak bisa dia luapkan telah beralih menjadi genangan air mata. Ditahannya agar air mata itu tidak menetes. Riri tidak ingin menjadi bahan tertawaan mereka. Tidak boleh. Riri tidak ingin menunjukan hal itu saat ini.

Langkah kaki wanita itu mendekatinya, "Dira, sini sama Mama." Wanita itu mengulurkan tangannya pada anak kecil yang berada pada gendongannya.

Namun gadis kecil dalam gendongannya justru mengeratkan pelukannya pada Riri. Menyembunyikan wajahnya di pelukan Riri tanpa mengatakan apapun.

"Dira! Mama bilang sini. Kamu nggak mau jadi anak nakal kan?!"

Tidak menoleh pada Cindy, gadis kecil itu justru menatap Riri, "Diyya nakal?" Tanyanya pada Riri.

Riri bahkan tidak merespon apa pun. Laki-laki yang tadinya hanya diam terpaku menatap Riri melangkah mendekatinya. Mencoba meraih tangan Riri.

Plakk!!

Riri menepis tangan itu dengan keras. Tidak memperdulikan raut terkejut di wajah Bayu. Berada sedekat ini dengan mereka membuatnya kesulitan bernafas.

Hening. Tidak ada yang berbicara.

"Om Bayuu.." Suara gadis kecil itu memecahkan keheningan itu. Tangannya yang sedari tadi memeluk leher Riri akhirnya dilepaskan, beralih mengulurkan tangannya pada Bayu.

Bayu menatap uluran tangan gadis kecil itu, meminta di gendong olehnya. Namun Bayu tetap diam tidak berani menerima uluran tangannya.

"Om Bayuu..gendong." ucap gadis kecil itu. Mata gadis kecil itu penuh binar harapan.

"Bayu, tolong gendong Dira dulu, dia maunya sama kamu." Cindy mendesak Bayu yang hanya terdiam.

Tidak ada yang bergerak. Bayu hanya menatapnya.

"Sama om Bimo aja ya? Nggak kalah ganteng kok." Bimo yang baru saja tiba, meraih uluran tangan gadis kecil itu untuk menggendongnya. Tidak ingin menempatkan temannya dalam situasi sulit.

Bayu mengamati wajah Riri, "Kamu nggak apa-apa? Biar aku antar ke apartemen." Wajah Riri terlihat pucat. Sedari tadi Riri belum mengeluarkan suara apapun.

"Lama nggak ketemu Ri. Gimana kabar kamu?" Tanya Cindy yang tidak dihiraukan Riri. Tatapan mata Riri fokus pada Bayu dan Gadis kecil yang telah berada di gendongan Bimo. Dira mencoba melepaskan diri dari gendongan Bimo, kentara sekali dia ingin Bayu yang menggendongnya.

"Kamu tinggal di sini selama ini? Seharusnya kamu bilang, kami semua khawatir padamu Ri." Cindy tidak menyerah, bertanya kembali dengan senyum lebarnya.

Baru saat itu Riri menatap Cindy. Kata 'kami' yang diucapkan Cindy bagi Riri menunjukan bahwa Riri sendirian saat ini. Senyum lebar dan perkataan tersebut terdengar bagai ejekan untuk Riri. Diamatinya wajah itu, Cindy masih secantik dulu. Wajah cantik, pakaian mahal, senyum percaya diri itu menempel dengan sempurna padanya. Terlihat sangat cocok berdampingan dengan Bayu.

Riri melangkah pergi tanpa memperdulikan mereka. Dia berjalan dengan pandangan kosong ke depan.

"Tante liyyi...."

Bekas LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang