4. Dark Side of the Moon

8 5 8
                                    


Beberapa peristiwa yang terjadi di semesta ini memang harus untuk disyukuri. Karena dengan begitu, semesta akan terus mengingatkanmu dengan kenangan yang kau inginkan

•Salva Sekar Saputri•
.
.
.

Matahari mulai merambat naik ke atas cakrawala, membelah kerumunan awan berwarna putih keabu-abuan yang terseret oleh angin dan menyibak cahaya kuning keemasan lalu menyebarkannya ke penjuru semesta.

Cahaya tersebut merambat cepat ke celah mana pun yang berhasil ia rambati di muka bumi ini.

Manusia dengan berbagai keabstrakannya, perlahan menampakkan diri menyambung harapan yang dilangitkan. 

Tak terkecuali Salva. Gadis tersebut sudah anteng di balkon kamarnya lantai dua sejak pukul empat pagi tadi. Mengamati aktivitas manusia yang seolah tidak ada habisnya.

Salva sudah menghabiskan satu cangkir kopi hitam tanpa gula yang sengaja dia buat untuk menemaninya bergelut dengan rumus-rumus abstrak fisika yang menurut beberapa orang adalah bencana hanya dengan membaca rumusnya.

Sesekali dia akan mendongak, mengganti udara di paru-parunya dengan yang lebih segar kala merasakan kejenuhan yang berusaha merayunya. Salva tidak boleh jenuh, dia tidak boleh kalah sebelum sampai pada tujuannya. Ini belum sampai separuh halaman soal yang berhasil dia kerjakan.

Dari dalam rumah, suara keributan mulai terdengar. Teriakan dan makian semakin jelas bersahutan merasuk gendang telinganya. Salva tahu itu suara Mama yang tengah memarahi Shena.

"Bisa nggak sehari aja nggak bikin kepala Mama pusing? Mama capek! Sekali-kali bikin Mama bangga gitu loh! Punya anak dua sama-sama nggak bisa dibanggain!"

Salva memejamkan mata kala kalimat Mama berhasil menusuk relung hatinya.

Apa itu tadi, semesta? Ini masih terlalu pagi untuk dia melelehkan air mata. Untuk pagi ini saja tolong jangan rusak hari libur Salva dengan tangis. Dia ingin merasakan wajahnya kering oleh air mata meskipun hanya satu hari.

Namun, Salva kalah. Benda bening tersebut berhasil membobol pertahanannya. Ternyata dia tidak sekuat itu untuk menahan tidak menangis, dia begitu lemah.

Buru-buru Salva menghapus air matanya lalu kembali pada buku fisika di depannya. Dari atas sini, terlihat Shena berusaha keluar dengan motornya yang berisik tanpa peduli kecepatannya akan menimbulkan kebisingan orang lain. Salva tidak heran, hampir-hampir Shena memang tidak pernah pulang ke rumah kecuali ganti baju dan mengambil uang. Entah apa yang laki-laki itu lakukan di luar sana. Salva yakin setelah kejadian sesaat tadi, entah, apakah anak itu akan pulang atau tidak.

Kali ini sebuah mobil putih KIA bernomor polisi B keluar dari pelataran rumahnya. Mama dan Papanya akan pergi ke kantor sepagi ini. Untuk kesekian kalinya Salva sendiri lagi di hari libur sekolah. Dia tidak ingin mengeluh karena dia sudah terbiasa sendirian seperti ini.

Drrtt drrtt

Salva menoleh saat hapenya berdering. Pesan dari Vanessa. Salva segera membacanya.

Kita jalan-jalan yuk, Va! Gue pengen beli sepatu. Jam 07:00 lo harus siap nanti gue jemput. Bye

Salva melirik buku fisikanya dan hape bergantian. Untuk sesaat Salva berpikir, kadang semesta memihaknya kadang mengacuhkannya. Tapi sepertinya hari ini semesta sedang berbaik hati membuatkannya rencana agar dia tidak sendirian di hari pertama libur sekolahnya.

PANDORA [ Selesai ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang