35. Semestaku Teralihkan

5 2 0
                                    

Bab 35. Semestaku Teralihkan

Ada kalanya memeluk angin lebih baik. Meski embusanya tidak dapat disentuh, tapi merasuk ke dalam tubuh

Salva Sekar Saputri
.
.
.



Dari balkon tempat Salva berada saat ini, dia bisa melihat sebuah mobil putih masuk pelatarannya. Deru mobilnya seketika berhenti disusul suara pintu yang terbuka.

Pandangannya kembali pada hamparan bintang yang tengah menyala di atas sana, bulan juga sedang berada di fase sempurna, membias wajahnya yang sayu dengan cahayanya.

Setelah beberapa hari, akhirnya Papa kembali ke rumah. Entah apa tujuannya, tapi Salva harap Papa pulang membawa kabar yang nanti merubah kondisi rumahnya. Memberi keajaiban dan membangunkannya dari mimpi panjang bahwa yang terjadi saat ini tidak lah nyata.

Namun belum genap sepeluh menit, suara makian dan cacian mengudara, membaur bersama udara pagi yang masih sejuk.

Semesta, tidak bisa kah, kau buat mereka mengingat, setidaknya sekali saja hari-hari disaat mereka jatuh cinta? Agar kemurkaan itu berganti menjadi kasih yang saling merengkuh diri.

Tidak bisa kah, mereka mengingat kenangan indah yang pernah dilewati bersama? Ini masih terlalu pagi untuk menyesap sejuknya udara yang tercemar rasa kebencian.

Salva beranjak dari tempatnya berdiri. Dilihatnya jam dinding yang masih menunjukkan empat lebih lima belas pagi. Dia segera bersiap, mengemasi buku-bukunya dengan telaten lantas bergegas pergi.

Satu persatu kakinya menapaki tangga, menimbulkan derap yang berhasil mengalihkan atensi dua orang yang bersitegang di bawah sana.

"Mau kemana kamu?" tanya Mama begitu Salva berhasil menyelesaikan tangga yang terakhir.

"Mau sekolah," balas Salva tenang sembari membenarkan posisi ransel di pundaknya.

"Sepagi ini?" ulang Mama.

Salva mengangguk. "Kenapa nggak?"

"Balik ke kamar, Salva. Mau apa kamu ke sekolah sekarang? Kamu nggak lihat sekarang jam berapa?"

Salva melirik jam tangannya. Lalu
kembali menatap Mama. "Kalian juga nggak lihat jam, kan, ribut-ribut sepagi ini?"

Perkataan Salva berhasil membuat ruang muka Mama berubah merah. Salva sedikit mundur menghindari tatapan tajam itu. Ini kali pertama dia berani menjawab apa yang Mama perintahkan. Lalu netranya beralih pada Papa dengan tatapan sama saat berada di rumah Vanessa.

"Sejak kapan kamu mulai berani sama Mama?"

Salva tertegun melihat Mama dengan tatapan penuh amarah. Sekali lagi dia mundur. Papa buru-buru menahan saat Mama sudah bersiap melayangkan tangannya.

"Sekali aja kamu pukul Salva. Kamu bakal menyesal!" peringatnya tegas lalu mendorong lengan itu supaya pergi.

Salva tidak menjawab lagi, memilih pergi dari sana untuk memberi ruang dadanya agar tidak semakin sesak.

Dia tidak pernah berniat membuat atau berusaha memancing Mamanya marah. Karena yang sebenarnya dia juga terluka melihat Mama seperti ini.
Maafkan aku, Mama.

"Salva!"

Salva mengurungkan niatnya untuk menstarter motor yang sudah dia naiki. Dia menoleh pada Papa yang mendekatinya.

"Mau kemana kamu sepagi ini?"

"Kenapa Papa nanya gitu?" Dia balik bertanya.

"Maksud kamu apa tanya balik sama Papa?"

PANDORA [ Selesai ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang