6. It's Okay to Not be Okay

12 7 8
                                    


Semesta, aku tidak bisa berjanji untuk tetap baik-baik saja. Karena dengan begitu aku akan baik-baik saja

Salva Sekar Saputri

.

.

.

Sekali lagi, Salva menepuk kelopak matanya dengan handuk yang dicelupkan ke air dingin, hingga kesejukannya terasa ke dalam mata. Meneliti apakah matanya sudah tidak terlihat sembab lagi. Salva merutuki diri, kenapa kemarin dia menangis hingga hampir pagi hanya karena ucapan Angga?

Sepulangnya dari rumah Angga, Salva bergegas pulang dan mengunci diri di kamar hingga pagi ini. Meresapi kesesakkan dalam dadanya hanya karena ucapan dari mantannya tersebut. Sungguh, hati Salva tidak sekuat itu untuk tetap baik-baik saja. Dia hanya manusia biasa yang lemah.

Untuk sekarang dan seterusnya, Salva harus terbiasa tanpa cowok tersebut. Terbiasa kehilangan kebiasaan yang selama ini mereka lakukan bersama. Karena mereka bukan siapa-siapa lagi.
Salva juga berjanji pada diri sendiri, ini adalah tangis terakhir menangisi sosok Angga.

Setelah dirasa cukup membaik, Salva meraih ransel dan buku-buku tebalnya. Hari ini adalah jadwal les Bahasa Inggris dan Matematika.

Salva berjalan menuruni tangga. Di meja makan sudah ada Mama Papanya, dan seperti biasa mereka makan bersama namun dengan mulut yang saling diam. Salva menghela napas, dia harus tahan.

"Shena nggak pulang?"

Pertanyaan tersebut keluar dari mulut Mama.

Salva menggeleng. "Nggak, Ma." Setelahnya dia ikut bergabung di meja makan.

Sejak kejadian kemarin, cowok tersebut belum lagi menginjakkan kaki ke rumah. Mengabari pun juga tidak. Salva tidak tahu kabar dan dimana cowok itu berada, dia sadar tidak sedekat itu dengan adiknya.

Mama menghela napas jengah. "Biar aja nggak pulang sekalian, nggak akan Mama cari. Buat bangga aja nggak, bisanya nyusahin!"

Salva menunduk sembari memakan rotinya. Sekelebat pikiran hitam menghampiri kepalanya. Jika dia berada di posisi Shena, apakah Mamanya juga akan seperti itu? Dan jawaban sudah pasti iya. Karena selama ini Mama belum pernah puas dengan apa yang sudah dicapai Salva. Di matanya selalu saja ada celah kekurangan dari diri Salva. Dan sampai detik ini Salva masih harus mengejar apa yang dinilai masih kurang.

Semesta, padahal hari ini Salva tidak ingin merusak pikirannya dengan sekumpulan bayangan hitam yang malah membuatnya semakin jatuh dan sakit. Tapi kenapa seolah bayangan hitam tersebut melekat kuat di kelopak matanya?

Salva segera melahab rotinya, setelah itu dia bangkit.

"Mau kemana kamu?" tanya Mama begitu melihat Salva berdiri.

"Mau les, Ma," balas Salva pelan.

"Bagus. Emang harusnya gitu, biar nggak nganggur di rumah. Meskipun libur tapi harus tetep produktif. Inget tujuan kamu, harus rangking 1!"

Salva menarik senyum kecut. Seketika hatinya berdenyut nyeri. Semesta tolong bantu Salva agar dia baik-baik saja. Setelahnya dia benar-benar pergi dari sana.

****

"Fungsi linear memiliki bentuk umum sebagai berikut:

f: x → mx + c atau

f (x) = mx + c atau

y = mx + c

M adalah gradien atau kemiringan atau kecondongan, c adalah konstanta.

Fungsi linier adalah fungsi y = f (x), di mana untuk semua x di daerah asalnya, f (x) = ax + b (a, b∈R dan a ≠ 0). Fungsi linier juga disebut fungsi polinomial orde pertama atau kelipatan dari variabel x."

Suara Kak Andri didepan sana tiba-tiba menguap entah kemana dari kepala Salva, menyisakan seuntai ingatan yang masih berusaha dia rayu agar tidak menghilang juga.

Salva menyugar rambutnya putus asa, lalu membanting pulpennya ke meja sembari mendesah berat. Hari ini dia benar-benar tidak fokus, semua materi dari pembimbing tidak bisa dia terima dengan baik, seolah kepalanya begitu penuh hingga tidak mampu lagi menampung pelajaran.

Tapi Salva tidak tahu penuh karena apa. Soal matematika dihadapannya bahkan belum selesai sepuluh nomor.

"Fokus, fokus Salva. Lo nggak boleh kaya gini. Inget tujuan lo!" gumam Salva sedikit tertahan, sembari memukuli kepalanya. Kesadarannya saat ini sangatlah penting untuk dia pertahanan.

"Salva, ada yang bisa Kakak bantu?"

Salva seketika mendongak kala Kak Andri memanggilnya.

"Ah nggak, Kak. Saya lagi nggak enak badan aja," alibi Salva, karena yang sebenarnya dia sedang berusaha mengembalikan konsentrasinya.

"It's oke kalau gitu. Kakak lanjutkan ya, setelah itu kalian bisa kerjakan soalnya." Laki-laki muda tersebut melanjutkannya membahas materi yang sempat tertunda.

Salva menggelengkan kepala. Dia menoleh kala melihat hapenya berdering. "Kak Andri, saya izin ke kamar mandi," izinnya lalu keluar dari kelas.

Sepanjang jalan dia menggerutu kesal pada Vanessa yang sedari tadi terus meneleponnya. Salva harus merelakan pelajarannya tertinggal karenanya.

"Kenapa, Nes? Kalau nggak penting mending nggak usah telepon, gue lagi di tempat les sekarang!" seloroh Salva sedikit keras begitu telepon terhubung.

Terdengar decakan dari seberang sana. "Belum juga gue ngomong, Va."

"Kenapa, Nes?" tanya Salva cepat.

"Keluar yuk, kita main kaya kemarin," ajak gadis diseberang sana.

"Nggak bisa, gue lagi les. Ini mau balik lagi ke kelas."

"Libur-libur kok les, sih?"

Salva menghela napas, kalau pembicaraan ini dia teruskan pasti tidak ada habisnya. Vanessa akan menceramahinya panjang lebar seperti yang sudah-sudah, lalu berakhir membuat Salva overtinking.

"Gue ada jadwal dua mapel hari ini, jadi kemungkinan pulang sore. Ini bentar lagi mau balik ke kelas. Kalau nggak ada yang mau lo sampein gue tutup teleponnya," potong Salva. 

"Sehari aja lo bebas dari belajar bisa nggak sih? Heran gue sama lo. Ini hari libur, Salva."

"Kalau lo telepon cuma mau ngomong itu, mending gue tutup."

Tut Tut

Salva berdecak sebal, lalu setengah melempar hapenya ke atas wastafel. Tidak bisakah sahabatnya itu menghiburnya disaat-saat dia sedang bersempit hati? Salva tidak butuh apapun dari siapapun, cukup dengarkan apa yang ingin dia katakan dan awasi apa yang ingin dia lakukan, tanpa berkomentar apapun.

Salva menyalakan keran dengan gemuruh yang sudah membumbung didalam dadanya, lalu menggosok tangannya dengan tergesa.

Vanessa tidak tahu bagaimana Salva menghadapi kehidupannya hanya dengan berdiri di kaki sendiri, harus menyuguhkan kesempurnaan di mata orang-orang yang bahkan tidak pernah menganggapnya ada. Gadis tersebut tidak tahu sekeras apa usaha yang Salva lakukan untuk menyenangkan orang-orang tersebut.

Salva sebenarnya lelah, dia ingin menyerah, tapi butuh pertimbangan berkali-kali untuk benar-benar mengaku kalah. Dan yang paling berat adalah, karena sebenarnya Salva tidak benar-benar siap untuk kalah.

"Hiks ..." Air mata Salva jatuh begitu saja, bersamaan ibu jarinya yang memerah karena mengelupas.

Semesta, Salva ingin orang-orang yang mengabaikannya sekali saja menatapnya. Dia ingin tahu rasanya diperhatikan oleh orang yang mereka sayang. Salva ingin merasakan pelukan hangat mereka.

Tapi kenapa rasanya begitu sulit? Salva harus menjadi apa dan melakukan apa lagi?

.

.

.

1022 kata, done 🙌

7 Maret 2023

PANDORA [ Selesai ]Where stories live. Discover now