23. Rencana Semesta

1 3 0
                                    

Bab 23. Rencana Semesta

Semesta, sebenarnya apa yang kau rencanakan?

•Salva Sekar Saputri•
.
.
.

Usai memasukkan buku fisika yang kemarin malam dia pelajari, Salva segera mengalungkan ranselnya ke pundak, lantas turun ke bawah untuk sarapan.

"Hari ini Mama yang anter kamu sekolah." Suara itu memecah keheningan di meja makan. Mamanya turut sarapan di tempat yang sama.

"Mama nggak kerja?" Salva bertanya ragu-ragu.

"Mama libur."

Salva mengangguk, melanjutkan makannya yang sempat tertunda. Dulu, dia sangat menginginkan sang Mama mengantarnya sekolah, tapi setelah hari itu tiba, kenapa tidak ada perasaan apapun? Apa mungkin dia sudah terbiasa tanpa Mama?

Setelah selesai sarapan, Salva dan Mama segera melenggang pergi. Salva tidak banyak bicara selama didalam mobil, gadis itu menyibukkan diri membuka bukunya. Semua angannya tentang hari ini seketika menguap begitu saja.

"Kemarin Shena pulang apa nggak?"

Salva mendongak. "Pulang, Ma."

"Terus kenapa hari ini nggak ada di rumah?"

Salva tidak bisa menjawab. Adiknya itu memang tidak bisa ditebak.

Prisca berdecak. "Awas aja kalau nanti nggak ada di sekolah!" geramnya.

Sejurus kemudian, mereka sampai di sekolah. Salva pergi menuju kelasnya sedangkan sang Mama ke ruang guru. Salva yakin Mamanya itu akan menanyainya dan Shena pada wali kelas.

"Ngapain Mama lo ke sekolah?"

Salva terkejut saat seseorang tiba-tiba berada disampingnya, dia menoleh, ternyata Angga yang berusaha menyamai langkahnya. Salva kembali menghadap depan.

"Lo mau pindah sekolah, Va?" tanya Angga saat tidak mendapati jawaban dari gadis disampingnya.

"Gue nggak tahu," jawab Salva jujur. Dia memang tidak tahu niat Mamanya ikut ke sekolah.

Angga mengangguk. Suara kakinya yang beradu dengan lantai, turut menemani keheningan bersama dengan milik Salva. Dia melirik gadis itu dari samping, memperhatikan penampilan baru sang mantan yang baru dia lihat hari ini. Tiba-tiba sudut bibirnya tertarik tipis.

"Padahal kalau pindah nanggung banget, nggak, sih? Sayang bentar lagi juga mau lulus. Tahun depan, ya."

Salva menoleh sedikit. "Gue nggak mau pindah. Gue juga nggak tahu Mama ngapain ke sekolah," jelasnya tanpa basa-basi. Entah kenapa Salva merasa Angga menjadi ingin tahu.

Salva merutuki semesta, koridor yang dia lalui ini terasa sangat jauh, padahal kakinya sudah melangkah dengan lebar. Apa ini karena ada langkah Angga yang menyamainya?

"Gue boleh minta tolong sama lo, nggak, Va?" Suara Angga kembali menusuk keheningan mereka berdua.

"Apa?"

"Kalau lo nggak keberatan, lo mau ke rumah gue?"

Sontak Salva menoleh. "Gue?"

"Iya." Angga sudah was-was dengan jawaban gadis ini.

Salva terkekeh, apa dia tidak salah dengar? "Gue udah mulai full privat sekarang," akunya

"Mama gue yang minta lo ke rumah."

Udara di koridor ini mendadak panas padahal matahari belum sepenuhnya naik. Salva menahan napas sebentar. Sekali lagi, dia harus membuang ekspektasinya jauh-jauh terhadap Angga. Tidak mungkin mantannya ini yang memintanya ke rumah.

PANDORA [ Selesai ]Where stories live. Discover now