19. Putar Balik

3 3 0
                                    


Semesta, kamu mempermainkanku dengan mengancam keyakinanku agar kembali goyah

•Salva Sekar Saputri•
.
.
.

Sinar matahari baru menyentuh bumi ketika Salva sudah hampir setengah jam berdiri di balkon depan kelasnya, memandangi lalu lalang siswa yang mulanya hanya segelintir hingga menyemut di lapangan utama. Sembari menghirupi udara pagi yang sejuk, matanya tak luput mengawasi siswa-siswi baru yang menjalani masa orientasi hari terakhir ini.

Sorak meriah dari berlangsungnya acara yang dipimpin oleh OSIS menjadi suara kenangan yang akan mereka rindukan di kemudian hari.

Salva berbalik dan memilih masuk kelas. Di meja guru anak-anak berkumpul mengerumuni ketua kelas, tapi Salva tidak terusik dan memilih membuka buku yang dia pelajari semalam.

Puk!

Sebuah kertas berwarna kuning mendarat di meja Salva. Dia mengangkat alis. "Ini apa?"

"Kartu peserta perpus. Hari ini jadwal kelas kita ambil buku paket. Nanti ambil pas istirahat aja ya, Va," ajak Vanessa sembari membenahi posisi duduknya.

"Oke." Salva mengambilnya dan menyimpannya ke laci meja.

"Tumben lo dateng pagi. Gue pikir lo nggak masuk karena kehujanan kemarin," celetuk Vanessa sambil menyisir rambutnya.

"Gue emang agak pusing, tapi masih kuat jalan," terang Salva tanpa mengalihkan perhatiannya.

Vanessa selesai menyisir rambut, setelahnya dia menoleh ke arah Salva.

"Kalau gue pake poni, cocok nggak, ya?" tanyanya sambil merapikan rambut atasnya.

Salva menimang sejenak. "Cocok aja, sih. Asal rambut lo tetep panjang."

"Gitu, ya? Oke deh, nanti coba gue cari referensi," putus Vanessa kemudian.

"Emang lo mau pake poni?"

"Niatnya gitu."

Salva menatap sahabatnya, membayangkan jika gadis ini sungguh memakai poni. Namun perhatian Salva beralih pada rambut Vanessa yang panjang sebelah. "Lo potong rambut, Nes?"

Vanessa gelagapan. "Nggak, sayang banget kalau rambut panjang gue , gue potong."

"Tapi panjang sebelah, terus nggak rapi."

"Nggak. Rambut gue basah jadi kaya kelihatan nggak rapi." Vanessa menarik rambutnya yang berada di tangan Salva, lalu menguncirnya asal.

"Nes. Lo potong sendiri ya, rambut lo?"

Vanessa tertegun saat matanya bertemu dengan milik Salva. Ingin dia memutus kontak itu tapi gagal saat Salva berhasil mengunci atensinya.

"Nes, jawab gue jujur," pinta Salva dengan raut serius.

Vanessa mengelak. "Apaan sih, lo? Lo kaya nggak tahu rambut gue aja. Gue tuh nggak ngapa-ngapain rambut gue, emang modelannya gini, kan? Ini tuh gue habis keramas jadi modelannya kaya gini."

Salva hanya memandangi Vanessa lurus. Mencoba mencari tahu yang sebenarnya. Entah kenapa dia merasa ada yang tidak beres dengan sahabatnya ini.

"Udah lah, Va, nggak usah dibahas lagi. Nggak penting juga, kan? Mending lo anterin gue ke kantin dulu, gue mau sarapan. Yuk!" ajar Vanessa sambil menarik lengan Salva.

Salva mengikuti Vanessa melangkah. Dia akan cari tahu sendiri apa yang sebenarnya terjadi pada sahabatnya.

****

"Terima kasih."

Salva mengangguk sembari menerima kartu berwarna kuning dari seorang petugas perpus. Setelahnya dia mengambil satu tumpukkan buku paket yang sudah tertata rapi di rak pojok ruangan.

PANDORA [ Selesai ]Where stories live. Discover now