21. Bayangan yang Tak Mau Hilang

3 2 0
                                    

Bab 21. Bayangan yang tak Mau Hilang

Yang mereka lihat aku sempurna. Namun mereka tidak tahu jika aku semenyedihkan ini

•Salva Sekar Saputri•
.
.
.

"

Kaya bukan Salva, iih!"

"Lo cocok pakai rambut gini, Va."

"Makin cantik tahu nggak."

Salva hanya membalas senyum singkat kala teman-teman sekelasnya memuji penampilan barunya pagi ini. Penampilan yang sebenarnya tidak terencana dan berlangsung secara mendadak. Kata mereka, Salva cocok dengan tatanan rambut sebahu dengan warna pirang tipis di tepian rambutnya yang coklat. Dia terlihat lebih cantik dan segar.

Inginnya Salva memakai ombre abu-abu lalu memakai poni, tapi dia tidak ingin berurusan dengan kesiswaan karena warnanya terlalu mencolok.

Dari arah pintu, seseorang berjalan ke arahnya dengan wajah serius dan tangan melipat didepan dada. Salva belum pernah melihat gadis ini menatapnya seserius ini.

"Siapa yang nyuruh lo potong rambut? Lo pikir lo pantes kalau rambut lo pendek?" Matanya menyorot tajam ke arahnya seakan siap mengadilinya.

Salva menatap Vanessa takut-takut. Dari dulu sahabatnya memang tidak setuju jika dia berambut pendek. Gadis itu pasti melarangnya. Sehabis ini pasti dia akan mengomentarinya panjang lebar.

"Cantik banget lo, Salva sumpah!" Vanesaa histeris sembari meraup kedua rahang Salva.

"Gila lo cakep banget sumpah Salva, Ya Allah!"

Salva tertawa setelahnya. Dia kira Vanessa akan marah karena rambutnya, ternyata sahabatnya malah sebahagia ini.

"Dari dulu emang gue udah cantik, sih," imbuh Salva jumawa sambil mengibaskan rambut barunya.

Vanessa mengambil duduk disebelah Salva. "Kok lo nggak bilang gue, sih mau potong rambut?"

"Gue nggak ada rencana sebenarnya. Ini aja mendadak."

"Tapi bagus sih, cocok gitu di lo."

Salva bisa bernapas lega, keputusannya didukung oleh Vanessa. "Lo nggak marah, kan?"

"Justru gue yang tanya sama lo. Mama lo nggak marah lihat lo kaya gini?" Vanessa tahu, Salva gadis yang penurut. Apa yang dia lakukan harus dengan sepengetahuan sang Mama, meski akhirnya yang gadis itu dapatkan justru tidak sepadan.

Salva menggeleng lemah. "Mama belum tahu."

"Terus kalau nanti tahu?"

"Ya biarin aja, gue maunya gini." Salva mengangkat bahu, berusaha membuang dugaan yang dia buat sendiri dan belum tentu terjadi.

Vanessa tersenyum lebar. "Nah gini dong, lo harus tegas sama pilihan lo. Sekali-kali nggak jadi penurut itu nggak apa-apa." 

Salva menarik tipis sudut bibirnya. Mungkin yang dia katakan ini hanya sebatas sebuah perkataan yang tidak yakin akan dia wujudkan. Karena yang sebenarnya dia masih harus melakukan apa yang diminta Mamanya. Salva adalah anak normal yang ingin disayang dan dimanjakan kedua orang tuanya, mendapat perlakukan dari orang terkasih yang begitu ingin dia peluk dengan erat.

Tapi dia sangat berharap keputusannya nanti tidak membuat Mamanya murka.

Ah semesta, hidup Salva begitu pelik dan rumit jika harus diceritakan disini. Akan terus berulang dan belum tahu sampai kapan akan berakhir.

PANDORA [ Selesai ]Where stories live. Discover now