15. Support System?

225 52 5
                                    

Regal

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Regal

Pembagian kelompok untuk PPL sudah saya baca pada file di grup WhatsApp. Satu kelompok terdiri dari dua belas mahasiswa dari jurusan yang berbeda. Saya sendiri dari jurusan Pendidikan Ekonomi Administrasi Perkantoran. Terlebih lagi tidak ada yang saya kenal di kelompok saya. Semoga kami bisa bekerja sama dua Minggu yang akan datang.

Setelah membaca file, saya membuka laptop untuk mengerjakan tugas-tugas saya. Pikiran saya tidak bisa fokus ketika mengingat saat tadi malam saya pakai acara mengelus kepala Rena. Seumur-umur saya belum pernah melakukan hal semacam itu dengan perempuan mana pun. Entah dorongan dari mana saya melakukannya.

Pulpen yang sedari tadi saya gerakkan terletak begitu netra saya mendapati gadis itu berada di balkon kamar sambil bermain ponsel. Ia senyum-senyum sendiri seperti orang gila. Tak lupa dengan boneka Dora yang selalu ia bawa sejak zaman Romawi kuno.

Saya tidak mengerti kenapa ia masih mempertahankan boneka itu padahal sudah sangat jelek sekali.

“Kamu tuh dipanggil daritadi kenapa nggak nyahut sih dek?” tampak Sarah berdiri di hadapan Rena sambil mengomel.

“Nggak kedengeran ih! Kurang keras.”

“Kurang keras gimana sih? Udah sana ke bawah, kamu tuh dipanggil Mama,” lanjutnya membuat Rena menghentakkan kakinya seperti anggota paskibra masuk ke dalam kamar. Sarah menyusul di belakang.

Pemandangan itu membuat waktu saya terbuang. Karena saya berusaha tetap menghargai waktu, saya mulai mengerjakan tugas-tugas saya kembali.

*****

Rena

“Kabur yuk ke gacoan,” hasut Salsa di ruang Lab BTC waktu istirahat kedua di hari Jumat. Istirahat kedua di hari Jumat emang lama karena dipakai sholat Jumat untuk anak laki-laki. Bahkan saking lamanya bisa buat merundingkan sebuah konspirasi-konspirasi dunia yang fana ini.

“Aku nggak ikut. Terlalu resiko.” Ona yang sudah melepas sepatu dan kaos kaki untuk sholat menolak ajakan sesat Salsa. Bahkan Salsa menghasut aku dan Ona buat sholat di rumah aja karena pulang jam dua. Hal itu langsung mendapat amukan dari Ona. Bahwasannya sholat itu nggak boleh ditunda-tunda selagi masih ingat.

Aku masih ingat waktu aku nabrak orang beberapa bulan lalu gara-gara ngikutin ajakan sesat Salsa buat sholat di rumah. Alhasil aku harus ganti rugi motor orang itu yang plat nomor belakangnya patah. Untung aja orangnya baik dan nggak marah-marah. Tapi tetap aja aku masih kepikiran walau udah maaf-maafan. Bahkan orang yang aku tabrak sering datang ke rumah buat push rank sama Papa. Dia bapak-bapak umur tiga puluh tahunan.

“Aku juga nggak mau. Cukup nabrak orang sekali aja. Takut sama Allah,” balasku yang kini ikut lepas sepatu dan kaos kaki untuk sholat di masjid sekolah. Sementara yang laki-laki sholat Jumat di masjid warga yang ada di depan sekolah.

Regal & Rena Where stories live. Discover now