40. Hukuman Baru

199 44 5
                                    

Wah lebih dari 50 chapter ini mah...

Sarah duduk dengan kedua orangtuanya di ruang tamu rumah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sarah duduk dengan kedua orangtuanya di ruang tamu rumah. Sementara Rena dan Sera berada di dalam kamar Sera. Seharian ini kakak beradik itu semakin lengket saja. Jarang-jarang sebenarnya begitu. Syukurlah mereka bisa akur kembali.

“Kamu mau bilang apa ke Mama, Sar?” tanya Mama Nita yang sudah penasaran. Begitu pula dengan Papa Sendy, dia memang kepoan sih.

Sarah menunduk dan menumpuk tangan kanan di atas tangan kiri. Lalu kepalanya kembali mendongak. “Aku sama Bayu, sepakat batalin pertunangan.” Mama Nita melemaskan pundaknya ketika mendengar ucapan yang keluar dari mulut putri sulungnya.

“Kamu ada masalah sama Bayu? Ada apa?” tanya Papa Sendy yang kini tatapannya berubah serius.

“Kita sepakat batalin aja.”

“Karena kamu udah tau kalau Papa dipecat?” tanya Papa Sendy. Sarah menggeleng. “Aku kembali ke rumah tanpa bilang emang mau kasih tau perihal itu. Tapi, waktu aku kembali ada kejadian kemarin, jadi aku urungkan buat kasih tau Mama sama Papa.”

Mama Nita menggeser duduk dan menggenggam jemari Sarah. “Kamu udah sejauh ini. Masalah diantara pasangan bisa diselesaikan baik-baik.”

Sarah menggeleng. “Iya, ini juga udah termasuk penyelesaian paling baik,” jawabnya menahan tangis ketika mata Mama Nita terus mencoba menelisik sesuatu di mata putrinya.

“Mama nanti mau bilang ke orangtua mereka.”

Sarah menahan. “Nggak usah, nggak perlu, Ma. Mereka juga udah sepakat kalau itu keputusanku sama Bayu. Kita nggak usah pikirin lagi, anggap aja selesai dan aku udah nggak ada hubungan sama Bayu.”

“Kamu lagi nggak nyembunyiin sesuatu kan sama Mama?” tanya Mama Nita sekali lagi.

“Enggak ada.”

“Beneran? Tapi kenapa rasanya ada yang nggak kamu omongin ke Mama. Jujur aja, Mama kenal kamu. Dari kecil kamu nggak bisa kelihatan pura-pura bohong.”

Sarah menghela napas. “Nggak apa-apa. Beneran, emang udah nggak sejalan aja.”

Papa Sendy memegang pundak istrinya. Menyuruh wanita itu agar tidak terus mencecar pertanyaan untuk Sarah. Gadis itu terlihat masih sedih dengan batalnya pertunangan mereka.

“Aku sebentar lagi lulus. Skripsi aku juga udah jalan, dan sejauh ini baik-baik aja. Tahun ini aku yakin bakal wisuda, dan aku yang akan cari uang buat kalian,” tutur Sarah.

“Udah gede dia. Udah mikir keluarga,” sahut Papa Sendy. “Padahal rasanya kemarin masih ngompol di stroler, habis itu nangisnya kayak habis dipukul preman.”

“Papa,” rengek Sarah membuat Papa Sendy terkikik.

“Fokus aja skripsi. Papamu ini masih sehat masih kuat masih ganteng juga. Urusan biaya atau uang yang lainnya gampang. Nggak usah dipikirin. Itu urusan kita orangtua. Yang muda-muda belajar aja sampai mabok, nanti kalau udah tua tinggal pinternya aja,” kata Papa Sendy. Pria itu memang selalu santai. Dapat masalah, dipecat, bahkan badai topan, gempa bumi pun selalu santai. Mengherankan.

Regal & Rena Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang