Part 24

6.6K 1.4K 292
                                    

Typo? Mohon di maafkan karena pasalnya manusia tak luput dari kesalahan dan dosa.
Happy reading, jangan lupa klik vote sebelum membaca dan komen setelah membaca.

~~~

Melisya turun dari mobil putih gadingnya ditempat yang dipinta Gavril untuk datang. Sebuah jalanan cukup sepi dengan banyak anak kecil disana, Melisya menatap ke sekeliling untuk mencari tahu apa yang dimaksudkan ayahnya? Bagaimana bisa dia tahu akan memaafkan Gavril atau tidak kalau disana hanya ada anak kecil yang memegang koran, tisu, balon dan jajanan yang sudah terlihat tak sehat karena terpaan debu jalanan.

"Kakak cari siapa?" Tanya gadis kecil dengan baju sangat lusuh dibelakang Melisya. Dia cukup tahu diri untuk tidak menyentuh gadis yang terlihat dari keluarga berada tersebut.

"Gak cari siapa-siapa, cuma mau main aja kesini. Kamu? Anak sini?" Tanya Melisya sembari menutup pintu mobilnya.

"Iya, namaku Cerysa bisa dipanggil Rysa. Kakak namanya siapa?" Tanya Rysa mengulurkan tangannya untuk berkenalan. Namun, saat tersadar tangannya kotor Ryasa menarik tangannya kembali. Melisya yang sadar akan hal itu menerima uluran tangan Rysa sangat cepat sebelum anak itu merasa tersinggung.

"Melisya, nama Kakak Melisya bisa dipanggil Meli. Em, Rysa kamu disini jualan kayak mereka atau cuma lewat?" Melisya menatap sekitar, dimana banyak anak kecil berlarian dengan kotak dengan tali yang dikalungkan pada leher mereka. Bahkan ada seorang anak yang sedang duduk di trotoat jalan sedang menghitung uang koin, dan faktanya itu momen pertama kali Melisya melihat uang berbentuk koin.

"Aku jualan pisang molen, aku penjual seperti mereka." Tunjuk Rysa pada anak-anak kecil di trotoar jalan. Mereka asik mengobrol dengan temannya, dan ada satu gerombolan anak lelaki terlihat bermain mobil-mobilan yang bannya sudah tinggal tiga dan satunya diganti ban kayu. Dilihat dari usianya mungkin mereka masih dibawah sepuluh Tahun semua.

"Kamu gak sekolah?"

"Sekolah, aku tiap jam enam sampai jam sebelas sekolah. Pulang sekolah ke panti bantu ibu panti jualan pisang molen mereka juga tapi mereka bukan anak panti. Beberapa dari mereka punya orang tua lengkap, tapi orang tuanya ada yang jadi pengemis, pengamen, pemulung sama kerjaan lain juga. Katanya uang buat beli beras kurang jadi mereka bantu jualan ibunya."

Melisya menatap anak-anak disana dengan tatapan mata sendu. Entah kenapa tiba-tiba pintu hatinya terasa diketuk sangat pelan dengan jari-jari mungil anak-anak disana. Sorot mata memerah Melisya membuat Rysa mencondongkan tubuhnya agar bisa leluasa menatap Melisya.

"Kakak kenapa nangis? Kasihan? Kita gak perlu dikasihani kok. Kata Ibu panti semua udah punya takdir hidup masing-masing, kalau sekarang kita dibawah suatu saat pasti akan diatas. Dan itu pasti. Sedih sama takdir juga percuma gak merubah apapun, Kak. Apalagi membandingkan dengan takdir orang lain, itu gak baik mengurangi nikmat hidup yang udah dikasih Tuhan. Kata Ibu panti gitu." Melisya menunduk menatap gadis kecil itu.

Setelahnya Melisya berjongkok didepan Risya dan merapikan rambut gadis kecil didepannya. Rambut keriting yang diikat menjadi satu dengan poni menutupi dahinya kini tampak berantakan karena aktifitas sejak siang, kulit sawo matang, mata bulat berwarna coklat terang terlihat sangat manis memang gadis kecil itu. Kalau dia terawat mungkin bisa lebih cantik dari sekarang.

"Kakak kelilipan kena debu, mata Kakak sensitif banget tahu." Ujar Melisya sembari mencubit hidung mungil Rysa. Mendapat cubitan jari lentik Melisya Rysa tampak girang dna tersenyum lebar, dia merasa dilihat dan dihargai apalagi dengan gadis cantik seperti Melisya. Biasanya dia dipandang sebelah mata karena masih kecil sudah jualan. Baju yang dipakainya juga pemberian orang dipanti, mungkin mereka menganggap Rysa sama sekali tak berharga.

Krisan Kesayangan (End) Donde viven las historias. Descúbrelo ahora