Part 14

6.7K 1.4K 324
                                    

Senyum manis Zavy berubah menjadi raut wajah syok bukan main melihat siapa orang yang ada didalam ruangan Melisya. Sorot mata tajam dan menusuk, wajah sangat datar, kedua tangan bersidekap didepan dada dan posisi tubuh bertumpu pada pinggiran meja rias membuat Zavy mengernyitkan alisnya. Untuk apa seorang Gavril datang menemui Melisya dan berada didalam ruangan dengan kondisi tirai tertutup.

"Meli? Kamu sama Pak Gavril?" Tanya Zavy menatap Melisya sangat dalam. Didalam ruangan itu tak hanya ada Zavy, teman-teman Melisya tadi juga masih berada disana karena penasaran.

"Ada urusan apa kamu cari aku? Kayaknya kita udah gak ada urusan apapun dan gak ada waktu buat aku ngobrol sama kamu." Ujar Melisya tanpa menjawab pertanyaan Zavy. Tatapan mata Zavy masih terpaku pada sosok Gavril.

Perlahan Gavril berdiri dari posisinya, tangan kanannya merangkul bahu sang anak dan mengusapnya pelan. Sorot mata sangat tajam dan menusuk tak berubah sama sekali membuat nyari Zavy menciut, apalagi saat melihat tangan besar Gavril merangkul pundak kekasihnya oh atau mantan kekasih mungkin. Hatinya terasa kacau dan sakit sekali.

"Dia yang namanya Zavy?" Tanya Gavril cukup kencang.

"Iya, Daddy." Gavril mengangguk pelan dengan senyum miring terlihat sangat meremehkan sosok Zavy.

Sedangkan Zavy juga cukup syok dengan panggilan Melisya. Apakah dibelakangnya Melisya menjadi simpanan seorang Gavril? Pantas saja semua barang-barangnya branded bahkan mobilnya sering gonta-ganti. Awalnya Zavy berpikir kalau Melisya rental untuk terlihat seperti orang kaya tapi untuk saat ini pemikiran itu hilang seketika, dan kemungkinan terbesar adalah Melisya simpanan petinggi perusahaan.

"Apa hebatnya kamu menawarkan hubungan tak bermutu seperti itu untuk anak saya? Apa kamu merasa sudah menjadi lelaki paling sempurna sampai bisa meminta Melisya menjadi istri kedua?"

Kata anak yang keluar dari mulut Gavril membuat mereka semua syok bukan main. Bukan hanya Zavy tapi semua teman Melisya yang ada disana juga syok, jadi selama ini Melisya anak orang kaya raya? Pantas saja Gavril mau berinvestasi di agensi tempatnya bekerja dan itu semua karena Melisya?

"Zavy, anak saya terlalu berharga untuk menjadi istri kedua! Dia mencari lelaki perjaka, lebih tampan dari kamu, lebih mapan dan lebih segalanya dari kamu masih sangat sanggup. Asal kamu tahu itu!"

"Kamu kira anak saya gak laku sampai kamu memberikan penawaran tak berguna seperti itu? Dan saya sebagai ayahnya tak pernah rela melihat anak perempuan saya satu-satunya menjadi pilihan kedua dari lelaki brengsek yang sangat rakus dengan seorang wanita seperti kamu!" Gavril menekan kata anak satu-satunya agar lelaki itu sadar akan posisi. Enak saja mau menjadikan Melisya pilihan kedua, dia kira Gavril tak sanggup membahagiakan anaknya dan mungkin mencarikan jodoh yang mungkin sesuai dengan kehidupan Melisya? Lancang sekali lelaki itu.

"Saya membesarkan dia, mendidik dia, menjadikan dia ratu di keluarga besar saya dan saat dia sudah besar dengan seenak jidat kamu mau menikahi dia, menjadikan dia istri kedua? Saya masih cukup waras untuk menolak lelaki bejat seperti kamu. Secinta apapun Melisya padamu, apakah bisa menggeser posisi saya dihatinya? Kamu tak akan pernah bisa, Zavy!"

Gavril memicing sangat tajam walaupun disana ada beberapa orang. Azzura dan Devnath juga sudah datang, sedari tadi saat Melisya membuka tirai Azzura sudah berdiri dibelakang tubuh Zavy dan Devnath bersandar pada kusen pintu ruangan tempat mereka berada saat ini. Devnath tampak sangat santai karena sudah ada ayahnya kalau tidak sudah bisa dipastikan akan ada operasi kedua nanti.

"Saya mencintai Meli, Om. Saya gak mau kehilangan Meli." Ujar Zavy dengan kepala menunduk. Gavril tersenyum mengejek melihat hal itu.

Tak pernah ada lelaki yang menundukkan pandangan untuk orang yang dicintai meskipun katana seperti milik Lerga berada tepat didepan lehernya. Kalau untuk orang yang dicintai tak pernah ada kata mundur, karena sekali lelaki mundur akan dipandang lemah dan akan membuat orang lain semakin berani. Merasa orang tersebut tak sanggup melawan dan bisa saja diinjak-injak.

Krisan Kesayangan (End) Where stories live. Discover now