Part 32

7K 1.2K 225
                                    


Kelambu berwarna putih menutupi sebuah ranjang yang sudah lama tak terpakai. Bingkai foto perempuan cantik mengenakan gaun putih dengan lelaki tampan disebelahnya membuat pasangan tersebut terlihat sangat bahagia, senyum lebar menunjukkan mereka bahagia memiliki satu sama lain. Orang lain yang melihatnya harusnya bahagia karena kebahgiaan pasangan tersebut terpancar sangat kuat. Namun itu tak berlaku bagi gadis cantik yang sedang mengusap kaca bingkai foto orang tuanya. Dimana air mata terus mengalir membayangkan betapa indahnya kehidupan saat ayah dan ibu kandungnya masih ada. Dimana tak ada drama seperti sekarang.

"Mama, Meli kangen. Mau ketemu. Kenapa Mama gak pernah dateng ke mimpi Meli? Segitu bencinya ya Mama sama Meli sampai dateng ke mimpi aja enggak. Mama orang lain selalu berkata Ibu Meli gila, mereka bilang Meli turunan orang gila. Ma, bangun buat Meli bilang sama mereka kalau Mama gak gila, bilang sama mereka kalau apa yang mereka pikir tentang Mama salah." Gumam Melisya sangat pelan.

Telapak tangan terus mengusap foto orang tuanya,  air mata semakin tak bisa dibendung lagi. Dada terasa semakin sesak dan sakit menahan semua gejolak yang dia pendam selama ini. Dimana orang lain berkata ibunya gila, tak sekali dua kali Melisya mendengar penuturan seperti itu. Dulu saat masih kecil teman-temannya juga berkata demikian, bahkan orang tuanya juga. Dia ingat betul saat Azzura datang melabrak orang yang menghina Melisya. Menggendong Melisya dari tengah hujan, melindungi tubuh mungilnya menggunakan tubuh Azzura. Setelah kejadian itu Azzura sakit hebat sampai dirawat di rumah sakit beberapa hari.

"Mama, Meli jadi gadis yang Mama minta. Gak pernah marah, lembut, baik hati, murah senyum, gak pernah marah waktu orang lain jahat. Tapi kenapa semua orang malah semena-mena sama Meli? Kenapa semua orang justru bersikap sebaliknya? Ma, kata Mama dulu kalau Meli jadi gadis baik akan bertemu lelaki baik juga. Meli ketemu lelaki baik, sangat baik diawal. Meli jatuh cinta sama dia, Meli percaya dia lelaki baik. Tapi nyatanya dia nyakitin Meli sangat dalam, dia sudah beristri bahkan punya anak dan dia anak yang Mama lindungi dari keluarga besar Daddy. Mama bantu dia tumbuh besar, memberikan semuanya karena kasihan tapi setelah dewasa dia nyakitin Meli. Menurut Mama sifat Meli yang kurang baik atau sebaiknya Meli gak jadi orang baik lagi? Meli capek, Ma. Meli capek kalau harus ngalah terus, Meli capek waktu orang lain bilang buruk Meli cuma senyum."

"Meli udah nurut sama Mama, semua ucapan Mama Meli ikuti. Tapi gak dapat kayak yang Mama dan Meli harap. Semua orang terlalu jahat buat Meli, semua orang makin semena-mena, mantan Meli juga deketin lagi, mungkin dia ngira Meli mau balik karena gak tegaan. Padahal Meli udah benci banget. Meli pengen punya pasangan kayak Mama punya Papa, kayak Mommy punya Daddy. Kenapa rasanya susah banget? Apa Meli masih kurang baik buat dapet lelaki hebat kayak mereka?" Tubuh Melisya ambruk diatas ranjang. Posisi telentang menatap atap kelambu, air mata membasahi pipi serta sprei berwarna putih bersih yang selalu diganti oleh Melati.

Melisya memeluk foto orang tuanya sangat erat, seakan bisa mendekap arwah orang tuanya yang sudah sangat jauh dari dirinya. Pergi meninggalkan Melisya sebelum dia tahu sosok ayah seperti apa, meninggalkan Melisya saat belum tahu bagaimana rasanya dibela seorang ibu kandung dari orang-orang yang berkata buruk tentang dirinya. Oh atau mungkin saat orang tuanya masih ada dia tak mungkin merasakan ini lagi dan lagi, dimana dia dihina, dianggap remeh saat tahu hanya anak tiri Gavril. Rasanya sungguh sakit, sangat sangat sakit.

Dia tak membenci Gavril maupun Azzura, sungguh. Dia bersyukur memiliki mereka. Tapi tak ayal Melisya juga pernah berharap orang tua kandungnya hidup kembali dimana dia menjadi anak Firzi dan Vellin, dan Gavril menjadi pamannya. Gavril membina rumah tangga dengan Azzura, Devnath bisa memiliki anak kembar. Pasti sangat membahagiakan tak ada yang pergi, semuanya masih utuh duduk diruang keluarga saat malam minggu sekedar menikmati secangkir teh maupun kopi dan roti isi. Seandainya semua kesalahan tak terjadi, andai Vellin tak berjumpa Vernandi di taman itu, andai orang tua Vellin merestui hubungan Vellin dengan Firzi, andai mereka tak melangkah terlalu jauh, andai mereka mau berpikir lebih panjang demi dirinya, pasangannya dan calon buah hatinya. Andai... Andai... Dan terus berandai-andai karena hanya itu yang bisa Melisya lakukan saat ini.

Krisan Kesayangan (End) Where stories live. Discover now