Part 15

7.6K 1.3K 285
                                    

Alex tengah berkutat dengan dokumen diruangannya, matanya sangat fokus pada lembar kertas ditangannya tanpa menyadari ada sosok lelaki yang sedari tadi duduk didepannya. Hanya matanya sesekali berkedip saat merasa ada yang tak sesuai dengan data yang dia minta. Mahardika, lelaki yang sedari tadi menatap Alex melemparkan bolpoinnya barulah membuat Alex tersadar.

"Ngapain lo disini? Gak kerja?" Tanya Alex pelan. Dia kembali fokus pada kertasnya tanpa mengindahkan kedatangan Mahardika.

"Tadi pagi ada rapat penting, owner Arsmish Group aja sampai dateng. Dan lo tahu apa, dia buka-bukaan masalah Meli. Sekarang semua orang tahu kalau Meli anaknya Pak Gavril."

"Bagus dong, biar gak ada yang macem-macem kayak Zavy itu." Sahut Alex sangat santai.

"Bagus di awalnya. Tapi waktu diruangan Meli, mereka berantem yang gue denger Meli, Om Gavril, Tante Zura sama Zavy cekcok berakhir Tante Zura pergi diikuti Dev sama Om Gavril. Meli ngebelain Zavy dan itu bikin merekan marah. Yang gue denger gitu, Lex." Ujar Mahardika sangat serius. Alex menghentikan gerakan tangannya memutar bolpoin, dia kini mendongak untuk menatap sahabatnya.

"Meli sekarang dimana?"

"Kurang tahu, katanya tadi pergi naik mobil. Mungkin ke taman atau danau yang waktu itu." Alex mengangguk sebelum mengambil jas yang tersampir dikursinya. Dia berlari keluar ruangan dan tak lupa meminta sekretarisnya merapikan ruangannya. Mahardika yang ditinggal begitu saja cukup kesal sebetulnya tapi dia juga tahu posisi Alex saat ini bagaimana.

Disisi lain, Melisya duduk dibawah pohon besar dekat danau yang sering dia datangi saat sedang suntuk. Mata masih mengeluarkan air mata, hati terasa sangat sesak dan napasnya tak teratur membuat Melisya harus menghela napas sangat panjang. Sampai, sosok lelaki tinggi, jangkung berkulit putih bersih duduk berjongkok didepan Melisya. Kepalanya menatap Melisya dari bawah, merasakan ada orang didepannya Melisya mendongak.

"Gue kira salah orang." Ujarnya dengan senyum manis, lesung pipitnya terlihat dikedua pipinya membuat Melisya menghapus air matanya sangat cepat.

"Minum?" Lelaki itu mengulurkan sebotol air mineral dingin untuk Melisya. Tanpa menjawab Melisya meraihnya dan meneguknya hingga tandas.

"Makasih,"

"Santai. Ada masalah, Mel?" Tanyanya pelan. Dia menoleh menatap wajah memerah Melisya dari samping, Melisya hanya mengangguk pelan tanpa menjawab.

"Ada masalah sama orang tua," sahut Melisya pelan.

Rafka, lelaki yang kini duduk disebelah Melisya hanya mengangguk saja. Dia adalah teman kuliah Melisya dulu walaupun tak seangkatan, usianya diatas Melisya dua Tahun dan saat itu Rafka mengejar S2 sedangkan Melisya S1. Mereka kenal karena tak sengaja Rafka salah mengenali orang dan berakhir mereka berteman.

"Cukup rumit, ya? Sampai lo nangis?"

"Hem, cukup rumit. Lo tahu gue pacaran sama Zavy, kan? Dia udah punya anak istri dan gue gak tahu akan hal itu sama sekali. Tadi Zavy datengin gue kebetulan orang tua sama adik gue juga ada ditempat kerja. Mereka cec-cok dan lo tahu Kak, tanpa sadar gue bela Zavy. Jujur gue gak ada niatan bela dia sama sekali, gue reflek karena lihat dia ditendang bokap. Gue cuma nyuruh berhenti tanpa mikir ucapan gue nyakitin orang yang udah bela gue mati-matian." Ujar Melisya sangat pelan di akhir kalimatnya. Rafka hanya diam saja tanpa menjawab dan tanpa menatap Melisya. Dia fokus pada jembatan kecil didepan yang ada beberapa anak SMA disana.

"Kak, lo dengerin gue, kan?" Tanya Melisya saat Rafka masih diam saja.

"Dengerin kok. Mel, kadang hal yang tanpa sadar lo ucapin itu nyakitin orang lain. Makanya ada orang bilang kalau marah sama orang itu diem dulu jangan langsung ngomong, gunanya mungkin ya itu. Dan juga untuk masalah Zavy itu gue rasa lo salah bahkan sangat salah, dia udah punya anak bini loh. Kalau lo bela dia tadi secara gak sadar dia bakalan ngerasa lo cinta mati sama dia, dia salahpun masih lo bela dan lo tahu kayak apa akhirannya." Ujar Rafka panjang lebar. Melisya mengangguk pelan sebelum ikut menatap apa yang menjadi fokus seorang Rafka.

Krisan Kesayangan (End) Where stories live. Discover now