Part 16

8K 1.4K 298
                                    


Dua gadis tengah berdiskusi disebuah cafe tak jauh dari agensi tempat Melisya bekerja. Dua gadis itu adalah Melisya dan Riri, mereka memutuskan untuk bertemu setelah jadwal padat Riri beberapa hari belakangan ini. Melisya cukup mengerti kesibukan Riri apalagi Ervi sempat sakit beberapa hari pasti Riri sangat keteteran dengan pekerjaannya.

"Sorry gue repotin lo," ujar Melisya sembari menatap tablet yang menampilkan sosok perempuan dewasa. Terlihat sangat cantik dengan balutan dress berwarna hijau toska.

"Santai, ini yang nyari juga Alex. Dia pengen lo cepet selesaiin hubungan gak jelas ini. Lo tahu gak sih perasaan Alex buat lo gede banget, anjir!" Ujar Riri menggebu. Melisya menghentikan gerakan jarinya menggesere layar tablet sebelum menatapnya dengan senyum miring. Apakah benar dia masih pantas dicintai dan merasakan cinta lagi setelah ini semua terjadi.

"Gue gak tahu. Perasaan Kak Zavy dulu juga gede banget, dia lakuin apapun buat gue tapi apa pada akhirnya? Gue dibohongi, Ri."

"Tapi kalau Alex kita udah tahu bibit bebet dan bobotnya. Dia berani ngadep bokap lo langsung loh. Kurang apa coba?" Tanya Riri sangat semangat. Melisya hanya menggeleng tak terlalu menanggapi.

"Kenapa sih, Mel? Kita udah tahu dia dari kecil. Dia juga kelihatan cinta banget sama lo. Gak mungkin lo dijadiin selingkuhan kayak si Zavy itu."

"Dia gak jadiin gue selingkuhan mungkin iya. Tapi bukan hal gak mungkin juga gue diselingkuhin nantinya. Gue kayak gak percaya sama omongan cowok lagi." Kekeh Melisya pelan, bibirnya mungkin bisa tertawa pelan namun tidak dengan sorot matanya yang menampilkan kekecewaan yang sangat mendalam. Bahkan matanya memerah lagi untuk saat ini menahan tangis.

"Termasuk bokap sama adik lo?" Tanya Riri semakin serius. Melisya menggeleng tanda tak mau menjawab apapun dia sudah cukup lelah akhir-akhir ini. Mengatasi wartawan, menyelesaikan masalahnya sendiri tanpa bantuan Gavril. Dan ternyata benar dia tanpa ayahnya hanyalah gadis yang kebingungan diatas dunia ini.

"Lo temenin gue kesini, ya. Gue bakal izin sama Mommy kalau sama Daddy kayaknya enggak. Daddy mau keluar negeri lusa." Tunjuk Melisya pada alamat yang tertera dilayar tablet.

"Beres, setelah ini semua selesai lo ikut gue kerumah Mbak yang kerja dirumah Mama. Dia dulu pengasuh lo waktu kecil."

"Siapa?"

"Mbak Mina, anaknya sunatan gitu dia pulang. Gue disuruh kesana sama Mama buat menjalin silaturahmi dan paling parahnya bokap nyuruh Dika yang nganter. Mel, lo tahu sendiri first kiss gue diambil Dika kalau gue pergi berdua apa yang akan terjadi? Bisa-bisa lo dapet keponakan dalam waktu dekat." Riri menggeleng, kedua tangannya memijat pelipisnya cukup kencang untuk menghilangkan rasa pusingnya.

"Lo juga nikmatin waktu itu. Lanjut diruangan lo juga mau aja, gak usah sok nyalahin Pak Dika deh, Ri." Bantah Melisya tak terima Mahardika dikatakan hal buruk. Padahal Riri juga sama saja sama-sama mau.

"Bangke lo. Btw, katanya Kak Rafka temen kita kuliah dulu itu sepupunya Dika dong. Pantes mukanya agak mirip gitu se-tipe." Ujar Riri membuka obrolan lain.

"Ngomong-ngomong masalah Kak Rafka lo bakalan syok kalau tahu. Tapi bentar gue panggil si centil itu dulu."

Melisya berdiri dari duduknya dan mengangkat tangan kanannya untuk memanggil Nevay yang sedang membeli eskrim dibahu jalan. Melihat kakaknya berada di cafe Nevay segera berlari menghampiri Melisya dan Riri, gadis cantik dengan rambut dikuncir jadi satu itu bersalaman tak lupa mencium punggung tangannya juga.

"Duduk, mau makan atau minum?" Tawar Riri menggeser posisi kursi agar lebih dekat dengan dirinya.

"Gak mau. Kenyang makan iga bakar deket perempatan, Nevay utang dong karena dompetnya ketinggalan. Kartu pengenal Papa jadi jaminan buat bayar nanti kalau udah pulang. Mereka gak sedia bayar pakai QR jadi bingung, yaudah utang aja." Penjelasan Nevay sukses membuat kedua kakaknya melongo. Masih kelas 1 SMA sudah berani hutang? Sungguh luar biasa anak Lergantara ini.

Krisan Kesayangan (End) Where stories live. Discover now