Part 21

7.1K 1.4K 232
                                    


Gavril berjalan memasuki ruang kerjanya di ikuti seorang wanita tua yang sudah lama tak dia temui. Atau lebih tepatnya setelah sekian lama dia berhentikan dari pekerjaannya membantu keluarganya dulu. Setelah konflik berkepanjangan dan dia terima kembali menjadi asisten Vellin didalam rumah. Ada apapun dengan Vellin perempuan itulah yang bertanggung jawab.

"Duduk," ujar Gavril sangat santai. Walaupun begitu tatapan matanya tak lepas diri Rindi sama sekali.

"Saya datang mau minta maaf atas kesalahan yang dibuat Zavy. Kesalahan yang sangat disengaja dan menyinggung Pak Gavril, saya benar-benar minta maaf."

"Apa dia anak yang kamu simpan diam-diam dalam kehamilannya? Apa dia anak yang sudah merebut kesetiaan seorang suami dari istri yang sudah senantiasa setia dan selalu mencintainya?" Tanya Gavril dengan senyum miring.

Rindi menunduk pelan sebelum mengangguk, memang apa yang diucapkan Gavril benar adanya. Setelah sekian lama dia menutupi status Zavy dari publik dan hanya keluarga Gavril yang tahu permasalahan itu. Mereka menutup mulut rapat-rapat tanpa membocorkan siapa sebenarnya Rindi.

"Saya minta maaf, Tuan." Kepalanya masih menunduk membuat Gavril mengetuk mejanya dengan tangan menggenggam tiga kali membuat Rindi mendongak seketika. Dia sudah cukup lama ikut keluarga Gavril dan kebiasan menarik perhatian dengan cara mengetuk meja sudah hal yang sangat biasa untuknya.

"Kamu ada masalah apa sama saya? Kenapa bisa anakmu menyakiti anak saya sampai seperti itu? Saya memperlakukannya sangat baik sedari kecil, saya mengutamakan dia terus sejak Meli lahir di dunia agar tak sakit hati dengan perlakuan saya tapi dengan tak punya otaknya anakmu mempermainkan anak saya. Kamu mau balas dendam sama keluarga saya? Bukankah pesangon dari keluarga saya bisa menghidupi keluargamu dan membuat Zavy kuliah sampai lulus S1. Bisa membuat rumah yang awalnya hanya dari bambu sekarang tiga tingkat, bisa membeli lahan cukup luas untuk menyambung hidup keluargamu. Apa itu masih kurang!" Teriak Gavril diakhir kalimatnya.

Air mata Rindi mengalir tanpa bisa dicegah, jujur walaupun sekarang sudah tak menjadi bawahan keluarga Gavril dia masih sangat takut dengan lelaki itu. Mengingat dulu Gilbert maupun Gavril sangat tegaan dengan orang, bisa menghajar, membunuh tanpa ampun. Tanpa mendengar rintihan rasa sakit musuhnya. Tanpa melihat bagaimana keluarga orang yang dihabisi nanti. Mereka tak ada yang mempedulikannya.

"Demi Tuhan saya gak pernah punya niat balas dendam. Dan apa yang Tuan besar maupun Tuan muda kasih untuk kehidupan saya sudah sangat cukup bahkan lebih saat ini. Kalau tak ada keluarga Tuan muda mungkin keluarga saya masih menjadi bahan cibiran orang lain."

"Jangan pernah membawa nama Tuhan disaat kamu melakukan sebuah kesalahan dengan kesadaran penuh. Jangan mengambing hitamkan hal lain, akui saja kesalahanmu. Itu baru manusia yang bisa dianggap manusia sesungguhnya. Bukan fisiknya manusia tapi hatinya binatang, oh atau iblis lebih tepatnya!" Ejek Gavril diakhir kalimatnya. Rindi memejamkan matanya sangat rapat, menahan rasa takut, sakit hati dan tangisan.

"Saya minta maaf, Tuan muda. Saya akui salah, sangat salah. Anak saya juga sangat salah. Mohon Tuan memaafkan dan mengampuni anak saya. Dia punya tiga anak, istri dan keluarga yang harus di hidupi. Jangan dihabisi karena sudah membuat Non Meli sakit hati."

"Apa anakmu lumpuh? Bisu? Cacat pikiran sampai ibunya yang harus meminta maaf atas kesalahan yang diperbuatnya? Saya rasa dia sudah sangat dewasa, tahu cara meminta maaf dan mengakui kesalahan yang diperbuatnya sendiri. Anak saya masih SMA saja tahu kalau dia yang membuat kesalahan dan dia juga yang harus menyelesaikannya. Anakmu lelaki atau bukan? Katamu dia sudah punya tiga anak dan keluarga. Tapi kenapa masih berlindung dibawah ketiak ibunya? Anakmu benar-benar lelaki atau fisiknya saja yang lelaki, Rindi?" Senyum miring Gavril terukir sempurna saat melihat wajah memerah Rindi.

Krisan Kesayangan (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang