Part 44

8.2K 1.1K 144
                                    


Melisya tersenyum manis menatap bayi didalam kereta dorong, bayi itu tak lain adalah Derren. Hari ini Ibunnya sedang ada meeting dan Melisya diminta menjaga Derren diruangan kerja Mahardika. Setelah menikah secara resmi di KUA Mahardika memang masuk kedalam Lavi Corporation. Membantu Riri menjalankan usaha orang tuanya dengan bantuan Gavril tentunya.

Gavril tak mungkin membiarkan usaha mertuanya mengalami kemunduran setelah berjaya lagi. Jadi dia membimbing Mahardika untuk menjalankan usahanya. Siapa lagi memangnya yang akan diharapkan? Azzura? Perempuan itu sudah lebih dari cukup memiliki Ginervia Beauty yang kini sedang gencar-gencarnya mengeluarkan produk baru.

"Ibun masih meeting, bentar lagi juga kesini. Jangan nangis Derren." Melisya mengangkat tubuh Derren dan menimangnya pelan agar tak menangis lagi walaupun percuma.

"Itu Ayah," tunjuk Melisya saat Mahardika masuk ruangan dengan senyum manis.

"Anak Ayah kenapa? Gerah? Gak boleh kena AC dulu, ya. Masih demam." Mahardika menggantikan posisi Melisya menggendong Derren.

Mahardika dimata Melisya sangatlah keren saat ini, bisa menjadi suami yang baik, ayah yang bertanggung jawab walaupun bukan anaknya sendiri. Bahkan mereka memutuskan kb sampai usia Derren bisa memiliki adik. Mungkin tiga atau empat Tahun.

"Dik, gue ke kantin dulu mau beli kopi. Kalau Alex kesini kasih tahu, ya." Pamit Melisya, Mahardika hanya mengangguk dan masih setia menimang anaknya. Melihat anggukan Mahardika Melisya segera keluar ruangan. Tak enak juga berduaan didalam ruangan dengan pamannya.

Sepuluh menit berlalu, belum nampak tanda-tanda Melisya datang ataupun Riri datang. Mahardika juga tetap menggendong Derren, ditaruh atas sofa ataupun kereta dorongnya pasti akan menangis histeris. Daripada menangis dan sulit didiamkan lebih baik digendong saja.

"Bapak-bapak sekali calon om gue ini." Goda Alex yang baru datang. Mahardika hanya menanggapi dengan senyum miring, dia tak bisa membalas ataupun melempar barang karena keberadaan Derren di gendongannya.

"Maknya kemana?"

"Masih meeting, kenapa?"

"Gak, cuma mau tanya aja. Kok bisa jadi kalian yang adopsi Derren? Padahal gue udah siap jadi Bapak. Mikirnya kalau ada Derren kemungkinan besar gue cepet nikah juga sama Meli." Alex kini duduk disofa tanpa mengindahkan kerepotan Mahardika menimang anaknya yang mulai menangis lagi.

"Lo tahu sendiri masa lalu Riri kayak apa, ketakutan Riri masalah karma dari perbuatan orang tuanya juga gede banget. Dia mikir kalau mengadopsi dan ngasih kehidupan buat Derren bisa mengurangi sedikit karmanya. Ibunya pernah membunuh ketiga Kakak Zura dan dia mikir kalau ibunya merenggut nyawa orang lain dia harus sebaliknya, memberikan nyawa ataupun kehidupan buat orang lain. Pokoknya gitu lah. Riri juga sayang banget sama Derren dari awal." Jelas Mahardika.

"Walaupun sedikit gak percaya sama tempramen Riri yang begitu tapi masih oke lah." Kekeh Alex mengingat bagaimana sifat teman masa kecil sekaligus calon tantenya.

"Lo habis meeting langsung kesini? Kata Meli lo ada meeting."

"Iya, gue masih ada meeting nanti tapi jemput Dev dulu."

"Kenapa sama Devnath?"

"Mau main habis meeting, kebetulan tempatnya agak jauh jadi sekalian bareng." Mahardika mengangguk mengerti.

Hubungan Alex dengan keluarga Melisya juga semakin baik. Apalagi Elisa sudah menganggap Melisya seperti anaknya sendiri, ada baju apapun yang terlihat lucu pasti dibeli dan diantarkan langsung kerumah Azzura. Ada ataupun tidaknya Azzura dan Melisya dirumah bukan masalah bagi Elisa. Dia hanya ingin menyalurkan rasa bahagia akhirnya Azzura menerima Alex langsung.

Krisan Kesayangan (End) Where stories live. Discover now