Bagian 4: Pertengkaran Kecil

11.2K 572 10
                                    

Sam dan Lia kembali tepat sebelum waktu sarapan. Keduanya merasa lega ketika melihat Arendra yang sudah duduk di kursi meja makan dengan Ken yang duduk di sebelahnya. Dari jauh keduanya terlihat seperti patung karena tidak ada yang bergerak, entah apa yang terjadi.

Ketika Sam dan Lia mendekat, mereka akhirnya dapat merasakan aura kecanggungan yang sangat kuat di ruang makan. Tidak ada percakapan yang terjadi antara dua saudara itu sampai akhirnya suara Lia mengejutkan Aren.

"Kalian belum sarapan?"

"Mama!"

Aren bangun dan langsung memeluk Lia. Ia merasa tenang karena akhirnya wanita itu pulang. Jujur saja, Aren tidak nyaman berduaan dengan saudara tirinya. Aura suramnya mampu membuatnya merasa tertekan. Benar-benar ayah dan anak. Belum satu minggu saja, Aren sudah ingin kabur dari rumah besar ini.

"Mama dari mana aja?"

"Ada pertemuan dengan rekan bisnis Papa. Ken bilang kamu terbangun semalam, apa Aren baik sekarang?"

"Hum, Aren baik-baik aja. Lain kali kalau mau pergi malam-malam, ajak Aren juga..."

Lia tersenyum, tangannya mengelus lembut rambut Aren. Sebelumnya Lia memang tidak pernah meninggalkan Aren di malam hari. Jika dia harus pergi, Lia pasti menitipkan Aren bersama Rumi, temannya.

"Kalian sudah mengobrol?" Suara Sam, ia bicara pada Ken.

Lia melepaskan pelukan putranya dan beralih membawa anak itu kembali duduk di samping Ken.

"Sudah." Jawab Ken. Padahal interaksi ia dan Aren tidak bisa dikatakan mengobrol karena mereka hanya bicara beberapa kalimat.

"Aren, ini Ken, abangmu. Ingat, dia abangmu bukan teman, bicara dengan sopan padanya." Sam mengingatkan Aren. Dia tidak ingin anak bungsunya ini malah bersikap tidak sopan.

"Siapa juga yang mau ngomong sama dia," Ujar Aren sangat pelan, namun masih terdengar oleh Sam, Lia, dan Ken.

"Arendra" Peringat Sam.

"Apa?"

"Aren, itu tidak sopan." Lia mengingatkan putranya.

Setelahnya Arendra hanya menunduk diam. Tapi dia tetap merasa tidak melakukan kesalahan apapun. Hei, dia hanya mengungkapkan isi hatinya. Dia memang tidak berniat untuk bicara dengan Ken yang seperti tembok berjalan itu. Beruntung raut wajah datarnya yang menyebalkan itu tertutupi oleh wajahnya yang lumayan tampan.

"Aku sarapan di kampus."

Ken beranjak dari duduknya lalu pergi meninggalkan Sam, Lia, dan Aren yang tetap pada pendiriannya bahwa dia tidak salah.

Sam menatap tajam pada putra bungsunya, "Makan sarapanmu setelah itu kembali ke kamar dan jangan keluar sebelum jam makan malam!" Perintah Sam.

"Aren harus sekolah,"

"Tidak perlu."

"Tapi---"

"Aren, ikuti saja apa yang Papa perintahkan."

Aren menatap mama nya dengan penuh kekecewaan. Wanita itu biasanya selalu berada dipihaknya tapi sekarang sudah berubah. Sekarang Lia berada di pihak papa tirinya.

Aren segera memakan sarapannya, berusaha menghabiskannya walau menu sarapan pagi ini tidak cocok dengan lidahnya.

Setelah selesai, ia segera beranjak dari kursinya. Namun belum jauh dia melangkah, suara mama nya kembali terdengar.

"Aren, jangan lupa meminta maaf pada abangmu saat dia kembali nanti."

Aren segera menjawab, "Iya." Setelahnya ia kembali ke kamarnya takut bila ada suara lagi dari mama atau pun papa tirinya.

Aren menutup pintu kamarnya dengan begitu keras tidak peduli apakah itu akan rusak nantinya. Ia marah, sedih, dan kecewa pada mama nya. Wanita itu adalah satu-satunya yang Aren miliki sebagai pembela dalam hidupnya tapi baru saja mama nya malah membela Ken. Wanita itu telah berpindah menjadi pembela anak tirinya.

Aren sungguh berpikir dia tidak melakukan kesalahan besar. Tapi kenapa dia harus dikurung di kamar dan harus meminta maaf pada kesalahan yang tidak dia lakukan? Aren benci papa dan saudara tirinya. Dia juga kecewa dengan mama nya. 

_______________
Tbc.

Haloo..

Makasih buat kalian yang selalu support aku, semoga kalian suka sama cerita kali ini. Arendra juga mau dicariin sama kalian soalnya wkwk.

Please, enjoy with this story.

Btw, Ardan tersedia lewat pdf ya..

Thank you.

Story Of Arendra Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz