Bagian 18: Badmood

5.6K 377 18
                                    

Malam hari ini, Aren belum juga memejamkan matanya padahal waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam yang mana itu sudah melewati waktu tidurnya. Anak itu kini masih setia duduk di atas tempat tidurnya dengan pose yang tampak sedang berpikir.

Setelah beberapa menit, Aren akhirnya bergerak turun dari ranjang dan keluar dari kamarnya. Aren baru saja hendak melangkah menuju tangga, suara seseorang menghentikannya.

"Tuan muda, anda mau kemana?" Jion yang baru kembali dari ruangan Sam, terkejut melihat tuan mudanya yang ternyata belum tidur.

Aren yang pada dasarnya masih kesal pada ajudan ayahnya itu hanya menatap sinis pada Jion. Ia melanjutkan langkahnya ke arah tangga. Aren menuruni satu-persatu anak tangga diikuti oleh Jion dibelakangnya.

"Tuan muda, anda sebaiknya kembali ke kamar sebelum tuan besar keluar dari ruang kerjanya." ucap Jion menasihati tuan mudanya.

Sam sedang bekerja di ruang kerjanya. Pria itu sudah pasti bisa melihat cctv dan melihat putra kesayangannya yang masih belum tidur, pria itu pasti akan marah.

"Gue laper."

"Saya akan mengambilkan makanan untuk anda, jadi anda tidak perlu turun ke bawah. Tuan besar sudah mematikan--"

"Berisik Jon! Lo tuh bisa nggak diem sehari aja? Gue tuh laper, mau makan. Kenapa lo ribut banget? Heran gue."

"Tuan, ini sudah bagian dari tugas saya."

Aren berdecak sebal. Susah sekali bicara dengan Jion yang seperti sudah dipengaruhi oleh sihir jahat ayahnya. Pria itu sama sekali tidak menuruti ucapannya dan hanya mengoceh panjang lebar mengenai ini dan itu yang membuat Aren pusing mendengarnya.

"Terserah lo aja! Badmood gue!" Aren mempercepat langkahnya menuruni tangga.

"Tuan muda, jangan terburu-buru, anda bisa jatuh." ucap Jion, risih dengan langkah Aren yang terlalu cepat.

Aren tak memperdulikan ucapan Jion, ia akhirnya sampai di bawah dengan selamat tanpa ada drama tersandung dan semacamnya. Aren langsung berjalan menuju dapur yang sudah gelap. Ia menyalakan lampu untuk melihat-lihat stok makanan apa yang ada di rumah besar ini. Saat di rumahnya dulu, mamanya selalu menyimpan berbagai cemilan dan makanan instan untuknya.

"Tuan, anda ingin makan apa?"

"Ada apa aja emang?" tanya Aren.

Jion yang memang bukan bagian dari yang mengurus dapur, ia tentu tidak tahu ada stok makanan apa saja. Setahunya sih, Sam tidak pernah menyimpan makanan instan. Pria itu selalu menginginkan makanan yang baru dimasak.

"Sepertinya tidak ada makanan, tuan. Namun--"

"Hah? Terus ngapain lo nawarin gue tadi! Gimana sih, rumah segede ini nggak ada stok makanan! Mending rumah gue yang dulu, mama selalu stok banyak camilan sama makanan instan kayak mie, roti, topokki, sosis, nugget, dan masih banyak lagi. Masa di sini nggak ada makanan? Pelit atau gimana nih maksudnya?"

Jion hanya mampu mendengarkan dengan cermat ocehan tuan mudanya yang sudah seperti omelan ibu-ibu rumpi. Ia hampir tidak mendengar dengan jelas apa saja yang Aren ucapkan karena anak itu bicara sangat cepat seolah sedang balapan motor. Karena Jion mendengar tuan besarnya dituding pelit, ia segera menyanggah tuduhan itu.

"Bukan seperti itu, tuan muda. Tuan besar memang tidak pernah suka dengan makanan instan, ia hanya akan makan makanan yang baru dimasak."

"Halah, belain aja terus tuan lo itu! Mentang-mentang dia yang ngasih lo gaji."

Aren menatap sinis pada Jion yang menghela nafas lelah. Jion sendiri tak menanggapi lagi karena hari sudah semakin larut dan bukan waktunya mereka berdebat. Ia merasa bersalah sendiri karena berdebat dengan anak kecil yang merupakan tuan mudanya sendiri.

"Anda ingin biskuit? Saya punya biskuit dengan rasa coklat, mungkin anda akan menyukainya." tawar Jion yang teringat akan biskuit miliknya. Ia memang sering menyimpan beberapa biskuit sebagai camilannya saat mengopi.

Aren menatap sengit pada Jion, "Tuh kan, emang dasarnya aja pelit. Lo ngumpetin makanan buat diri lo sendiri biar nggak dimintain kan? Cih, kuburan lo sempit nanti tau rasa lo!" ketus Aren.

"....."

"Mana?!" lanjut Aren dengan tak tahu malunya.

Jion awalnya terkejut namun setelahnya tersenyum kecil melihat tingkah tuan mudanya itu. Kecil-kecil saja gengsinya sudah setinggi itu apalagi saat besar nanti, begitu isi pikiran Jion. Tuan mudanya itu memang terlalu menggemaskan.

Jion menyuruh Aren untuk menunggu di ruang tengah saja sementara dirinya pergi ke kamarnya untuk mengambil beberapa biskuit miliknya yang mungkin akan bisa mengganjal perut tuan mudanya itu.

___________
Tbc.

Haloo, gimana kabar kalian? Aku harap kalian masih tetap sehat dan masih setia mantau Aren:)

Maaf ya updatenya bener-bener lama banget akunya. Banyak faktornya sih, cuma yang paling utama itu adalah saat aku kehabisan ide alur Aren😌karena ini juga yang bikin aku stuck satu kalimat doang tiap nulisnya, jadi nggak selesai-selesai:)

Aku harap kalian bisa maafin aku yang nggak profesional ini..

See you next part 👋




Story Of Arendra Where stories live. Discover now