Bagian 10: Sekolah

6.3K 421 28
                                    

Keinginan Arendra untuk bersekolah asrama tentu tidak akan terjadi karena Sam tidak mengizinkannya. Karena itu sekarang, Aren sudah menggunakan seragam sekolah yang sama dengan milik Ken dulu. Kata Sam, gedung sekolahnya masih satu kawasan dengan gedung kampus Ken dan bagi Aren hal itu sangat menyebalkan.

Hari ini, karena hari pertamanya jadi dia diantar oleh Sam dan Lia, Jion juga ikut karena dia bertugas menjaga Aren selama anak itu berada di sekolah. Aren awalnya menolak keberadaan Jion, tapi keputusan Sam tidak bisa dibantah.

Saat sampai di sekolahnya, Aren bisa melihat betapa besar area sekolahannya. Tidak jauh dari sekolahnya, ada gedung yang lebih besar dan tinggi, itu pasti kampus Ken.

Aren mengikuti orang tuanya yang ternyata pergi ke ruang kepala sekolah. Sam dan Lia berbicara dengan kepala sekolah mengenai Aren, sedangkan Aren hanya menyimak dan Jion yang menunggu di luar.

Setelah selesai, Sam dan Lia akan meninggalkan Aren di sekolah bersama Jion.

"Jangan nakal oke?" Ujar Lia mengingatkan putranya.

"Okay!"

"Jangan menjahili Jion, jangan bertengkar, jangan bergaul dengan orang yang tidak baik, jangan makan sembarangan dan jangan coba-coba kabur dari pengawasan Jion. Mengerti, boy?" Kali ini Sam yang mengingatkan Aren.

Aren memutar bola matanya malas. Heran, sejauh ini dia anak baik-baik tapi mengapa Sam bertingkah seolah dia anak berandal.

"Arendra."

"Iya iya, Aren anak baik-baik kok. Iya kan, ma?" Aren tersenyum pada Lia sehingga wanita itu gemas. Bagaimana bisa putranya ini sangat menggemaskan? Lia sangat menyayangi Arennya.

"Iya, Aren anak baiknya mama." Ujar Lia, mengelus pipi putih Aren sebelum mengecupnya.

Sam menghela nafasnya. Aren yang manja benar-benar mampu menghipnotisnya. Rasanya dia mampu memberikan apapun pada anak bungsunya itu asalkan anak itu bahagia. Tapi, saat Aren kembali pada sikap membangkangnya, Sam juga bisa berbuat apapun agar anaknya itu kembali menjadi penurut.

"Jika butuh sesuatu, minta pada Jion."

Sam mengecup pelipis Aren. Ia mengusak surai hitam Aren sebelum akhirnya menatap tegas pada Jion, "Jaga dia dengan baik." Ujar Sam tegas.

"Baik tuan."

Setelahnya Sam dan Lia pergi meninggalkan Aren dengan Jion. Keduanya segera mencari kelas yang akan ditempati oleh Aren.

**

Sampai di depan kelasnya, Rei menyuruh Jion untuk menunggu di parkiran saja namun Jion tidak menurutinya.

"Lo ngapain di depan pintu? Seniat itu nungguin gue? Gue nggak akan kabur!"

"Saya tetap di sini tuan, saya tidak akan mengganggu anda belajar." Jion tetap pada pendiriannya. Dia tidak ingin tuan mudanya menghilang dari pandangannya sedetikpun. Takut kalau ia lengah, Aren akan kabur dari pengawasannya.

"Yaudah lo ke kantin aja, beli kopi sama roti buat sarapan." Saran Aren lagi.

"Saya sudah sarapan, tuan muda."

Aren menggeram kesal. Ia memutuskan untuk langsung masuk ke kelasnya dan membiarkan Jion melakukan apa yang ingin pria itu lakukan. Niatnya baik agar ajudan Sam itu tidak bosan, namun pria itu tidak mau mengikuti sarannya. Dia heran, sebenarnya obat apa yang diberikan Sam pada Jion hingga pria itu sangat mematuhinya? Aren tidak habis pikir.

**

Aren menatap seisi kantin yang ramai dengan para siswa yang mengantri untuk membeli makanan. Saat ini jam istirahat, Aren sudah sangat lapar namun melihat antrian yang panjang, ia menghela nafas dan hendak pergi dari kantin.

"Tuan muda, anda ingin memesan apa?" Tanya Jion, ia tidak ingin tuan mudanya pergi dari kantin tanpa membawa makanan.

Aren melirik Jion, "Nggak tahu, males ngantrinya." Ujar Aren dengan nada lesu.

"Tuan muda ingin apa? Saya akan membelikannya, tuan."

Aren awalnya tidak ingin merepotkan Jion, namun karena pria itu menawarkan diri, bukankah sangat disayangkan jika dia menolak?

"Yaudah, gue mau bakso yang di kantin 5 itu," Ujar Aren sembari menunjuk ke arah kantin yang ada tulisan 'kantin kelima'.

"Yang lain saja tuan muda. Bakso tidak baik dimakan di pagi hari, perut anda bisa sakit."

"Hah?"

"Tuan tidak mengizinkan anda makan makanan yang tidak sehat."

"Terus gue makan apa? Sayur, buah, sayur, buah gitu? Lo kalau nggak niat beliin gue makan, nggak usah nawarin dong!"

"Bukan begitu tuan__"

"Diem lo!"

Aren kesal. Jion selalu saja memancing emosinya. Padahal dia sudah hampir berterima kasih pada pria itu namun nyatanya zonk. Jion itu memang titisan Sam, menyebalkan.

Aren memutuskan untuk pergi membeli makanannya sendiri setelah dirasa kantin sudah tak terlalu ramai. Ia hendak melangkah namun tangannya ditahan oleh seseorang. Awalnya ingin memaki, jika saja yang menahannya adalah Jion, tapi saat berbalik ternyata itu Ken.

Seketika wajah Aren semakin murung saja melihat Ken.

"Apa?" Tanya Aren dengan nada malas. Terlihat sekali dari raut wajahnya, ia tidak suka Ken mendatanginya.

Ken menatap Jion seolah meminta penjelasan mengapa adiknya belum makan juga.

"Tuan muda ingin bakso, tuan Ken. Tapi saya tidak bisa memberikan makanan itu tanpa izin dari tuan besar."

Ken mengerti. Ia menatap Aren dengan raut wajah datar namun tatapan matanya sangat tajam yang bisa menyimpulkan bahwa pemuda itu merasa kesal atau lebih tepatnya marah.

"Lo itu emang nyebelin ya! Belum juga beliin gue bakso, tapi udah ngadu duluan!" Ujar Aren kesal pada Jion.

Aren melepaskan cengkeraman tangan Ken pada pergelangan tangannya. Ia ingin pergi meninggalkan dua orang yang baru-baru ini menyusahkan hidupnya namun, saat ia hendak melangkah pergi, Ken kembali mencengkeram pergelangan tangannya dan menyeretnya pergi dari kantin diikuti oleh Jion di belakang.

Aren awalnya memberontak namun ketika Ken menatapnya dengan tatapan tajamnya, Aren memutuskan untuk pasrah ke mana ia akan dibawa. Tapi yang pasti, Ken membawanya keluar dari area gedung sekolahnya.

____________
Tbc.

Haloo..

Maaf kemaleman:)

Gimana part kali ini? Kalian lebih suka Aren yang berontak atau yang nurut aja?

Thankyou buat yang selalu support aku dan selalu kasih aku semangat. Jangan bosen-bosen ya...

See you next part 👋

Story Of Arendra Where stories live. Discover now