Bagian 13: Teman Baru

5.4K 408 15
                                    

Aren terus berlari karena takut Dewa akan mengejarnya hingga tak sadar dirinya sudah berada di halaman belakang sekolahnya. Ia melihat ke belakang untuk memastikan Dewa tidak mengikutinya. Setelah tidak ada tanda-tanda Dewa akan datang, Aren akhirnya bisa bernafas lega.

Remaja itu melihat sekeliling tempat di mana ia berdiri. Awalnya dia tidak merasa akan ada orang di sini mengingat sekarang jam belajar sudah dimulai tapi ketika ia mendengar suara dari atas atap, ia yakin ada siswa yang sedang membolos.

Dengan langkah pelan, Aren menaiki tangga yang terlihat ditutup dengan kayu namun sebenarnya itu adalah tipuan yang sengaja dibuat oleh siswa yang biasa membolos.

Saat sampai diatas, Aren melihat dua remaja seumurannya sedang berbincang santai sambil merokok serta ada dua botol minuman bersoda di hadapan mereka.

Aren terkejut saat salah satu remaja itu sadar akan kehadirannya.

"Lo kalau mau ikutan, nggak usah malu-malu. Gabung aja sini." Ujar remaja itu hingga temannya ikut menoleh pada Aren.

"H-ha?"

Remaja itu mendengus melihat Aren yang tampak tak mengerti maksud dari perkataannya.

"Wihh, ada member baru nih kita Gi!"

Remaja yang satunya tiba-tiba saja merangkul Aren dan menarik Aren untuk bergabung dengan mereka berdua.

"Kenalin, gue Avin kalau dia Gian. Nama lo?" Ujar pemuda yang bernama Avin tadi.

"O-oh, gue Aren."

Aren merasa canggung. Ini pertama kalinya dia bertemu orang baru yang seumuran dengannya di sekolah ini. Jadi dia masih perlu beradaptasi apalagi dia bertemu dengan dua orang ini saat mereka sedang membolos.

"Kalian bolos?" Tanya Aren dengan ekspresi polosnya.

"Masih nanya? Kalau kita nggak bolos, nggak mungkin kita ada di sini, bro!"

"Iya juga sih, tapi nggak dimarahin?"

"Lo sendiri? Abang lo nggak nyariin? Nggak takut dimarahin?" Kali ini Gian yang bersuara.

Gian tahu status Aren. Sejak awal, Aren sudah menjadi pusat perhatian karena dirinya diantar oleh Sam yang merupakan salah satu donatur sekolah mereka. Jadi, Gian sudah bisa menebak kehidupan Aren. Jika remaja itu hidup di dalam keluarga Dwinata, maka seharusnya tidak ada kesempatan untuk merasakan kehidupan bebas seperti remaja lainnya.

Mendengar ucapan Gian, Aren bergidik ngeri. Takut Ken dengan tiba-tiba saja muncul di belakangnya dan menyeretnya lalu melaporkannya pada Sam.

"Aman kali Gi. Gedung fakultas abangnya sama halaman belakang sekolah kan nggak deketan." Sahut Avin.

Avin, remaja itu menarik Aren agar ikut duduk bersama mereka. Ia tahu Aren masih polos dan dia juga tidak akan mengajak anak itu pada kenakalan.

"Karena lo udah di sini, berarti sekarang kita temen. Nanti bakalan sering kumpul di sini, mau nggak lo Ren?"

Avin berharap Aren mau berteman mereka, sedangkan Gian terlihat tidak yakin Aren akan bisa berteman dengan mereka.

Aren tampak ragu sebelum akhirnya mengangguk menyetujui ajakan Avin untuk berteman.

***

"Dari mana?"

Aren tidak berani menatap mata tajam Ken yang sekarang seolah bisa mengiris dirinya.

Aren baru kembali ke kelas saat bel pulang berbunyi hingga di sini lah dia sekarang. Menghadapi Ken yang murka karena ulahnya. Memang sih salahnya membolos hingga jam pulang tapi tetap saja yang paling salah adalah abang tirinya itu. Siapa suruh membuatnya lama menunggu hingga ia hampir mati kebosanan. Intinya dia tidak salah.

Ken menatap Aren dengan tajam.

"Apa kau sudah menemukan sesuatu yang menarik di sini?"

"Aren ketiduran doang kok,"

"Apa kau pikir abang percaya? Ini baru hari ketiga dan kau sudah berani kabur dari pengawasan. Bukankah papa dan mama harus mengetahui hal ini?"

Mata Aren melebar. Jika Sam dan Lia tahu ia pasti akan mendapatkan hukuman!

"Please bang, jangan bilang ke mama sama papa ya?" Mohon Aren dengan wajah memelas.

"Jangan didengerin Ken, lapor aja langsung ke om Sam." Sahut Dewa dengan senyum evil nya.

Aren menginjak sepatu Dewa hingga pemuda itu meringis.

"Jangan ikut-ikutan deh!" Ketus Aren.

"Ganas bener. Ken, cepetan bawa pulang tuh!"

Ken menahan Aren yang hendak menginjak kaki Dewa lagi. Ia sedikit menjauhkan posisi Aren dan Dewa agar keduanya tidak bertengkar terus menerus.

"Ayo pulang."

"Nggak! Abang harus janji dulu, nggak akan kasih tahu mama papa kalau Aren bolos!"

"Tu kan. Beneran bolos dia, Ken."

Aren seketika menutup mulutnya dan tangannya mengusap leher belakangnya yang tidak gatal. Tatapan Ken benar-benar menyeramkan lebih dari siapa pun.

"Gue balik duluan." Pamit Ken pada Dewa dan Dion.

Ken menarik Aren untuk segera menuju ke mobilnya. Aren hanya bisa pasrah, mau kabur ke mana lagi dia? Yang ada dia hanya akan diseret pulang oleh Ken. Jion yang tidak bersalah saja kena makian apalagi dia si pembuat ulah.

Di dalam perjalanan Aren akhirnya mencoba membujuk Ken sekali lagi, siapa tahu berhasil.

"Bang, jangan bilang papa sama mama ya? Please..."

"Aren nggak bakal ngelakuin ini lagi kok.."

"Bang Ken, please.."

"Diam. Tunggu saja hukumanmu di rumah nanti."

Kalimat yang diucapkan Ken mampu membuat Aren tidak lagi mengganggunya. Dia tidak akan luluh dengan adik nakalnya ini. Ia bahkan hampir memukul Jion karena pria itu gagal mengawasi adiknya, beruntung Dion langsung menahannya karena memang Jion tidak sepenuhnya salah.

Ken pikir, mungkin lain kali dia harus memberi peringatan yang sebenarnya pada Aren agar anak nakal itu tidak main-main dengannya.

___________
Tbc.

Haloo

Masih pada nungguin Aren nggak nih? Maaf ya, kemaleman updatenya..

Jangan bosen-bosen liat tingkah Aren ya.

Makasii udah selalu support aku, tanpa dukungan kalian aku nggak akan bisa buat cerita ini 🙏💓

See you next part 👋




Story Of Arendra Where stories live. Discover now