Bagian 17: Gara-Gara Jion

5K 363 17
                                    

Setelah membersihkan diri, Aren kembali turun ke bawah dan bertemu lagi dengan Jion yang menatapnya dan ditatap balik olehnya dengan tatapan sinis. Ingat, Aren masih marah dengan Jion.

Ia melalui Jion tanpa peduli pria itu yang hendak mengatakan sesuatu padanya.

Aren pergi ke ruang keluarga, menyalakan tv, dan membuka toples makanan lalu memakannya dengan santai.

Jion datang menghampirinya.

"Tuan muda, anda butuh sesuatu?" tanya Jion.

"Nggak. Gue haus, mau minum!"

Jion bingung mendengar jawaban Aren tapi ia tetap menyuruh pelayan menyiapkan jus jeruk untuk tuan mudanya.

Jion tetap berdiri di dekat Aren yang duduk di sofa sembari menonton tv. Ia tahu remaja itu marah padanya namun Jion tidak akan meninggalkan tugasnya untuk menjaga anak itu. Juga, dia sedang berusaha membuat tuan mudanya tidak marah lagi.

Aren berbaring di sofa karena tidak nyaman dengan posisi duduknya serta matanya tiba-tiba mengantuk dan ia butuh tidur. Namun belum saja ia memejamkan mata, suara Jion kembali terdengar.

"Tuan muda, jika anda ingin tidur lebih baik anda kembali ke kamar anda. Tidur di sofa hanya akan membuat punggung anda sa--"

"Berisik! Gue mau tidur di mana kek, terserah gue dong!" kesal Aren.

"Tapi tuan--"

"Jauh-jauh lo dari gue! Gue laporin ke Sam lo ntar!"

Jion hanya bisa diam membiarkan Aren berbaring di sofa. Ia risih melihat posisi Aren yang bisa membuat leher anak itu sakit sendiri nantinya namun ia tidak bisa menghentikannya.

Lama Jion berdiri hingga Aren sudah terlelap damai tanpa mengubah posisinya. Jion mematikan tv yang tadi di hidupkan oleh Aren. Ia membenarkan posisi tidur Aren tanpa membangunkan anak itu. Setidaknya itu yang bisa Jion lakukan karena dia tidak berani memindahkan Aren ke kamar, takut anak itu akan mengamuk padanya.

...
...

Ken kembali saat matahari mulai terbenam. Keningnya mengkerut begitu melihat suasana rumah yang sepi. Kemana adiknya yang nakal? Tumben anak itu tidak berulah hari ini? Begitu isi pikirannya tanpa tahu bahwa adiknya sudah hampir menghancurkan rumah pagi tadi.

Ken berniat pergi ke kamarnya namun urung begitu melihat ruang keluarga yang ramai dipenuhi beberapa pelayan.

Ken membawa kakinya melangkah ke ruang keluarga untuk melihat apa yang terjadi. Seketika ia terkejut melihat adiknya yang nakal tergeletak  di lantai yang dilapisi karpet berudu berwarna putih. Anak itu menangis seperti balita.

"Ada apa?" tanya Ken pada Jion yang berusaha membujuk adiknya.

"Tuan muda jatuh dari sofa, tuan." jawab Jion.

"Bagaimana bisa?" Ken bingung. Jika Aren berumur dua atau tiga tahun Ken masih maklumi, tapi anak itu kini sudah empat belas tahun, mana mungkin bisa jatuh.

"Gara-gara Jion!!" teriak Aren masih dengan isak tangisnya.

Jion yang disebut tentu merasa panik. Ia tidak tahu letak salahnya dimana. Ia bahkan tidak mendorong Arem hingga jatuh dari sofa, bagaimana bisa tuan mudanya itu menuduhnya begitu saja.

"Tuan, saya tidak melakukan apapun pada tuan muda."

Tentunya Ken percaya dengan Jion dari pada ucapan adiknya yang tak masuk akal. Apalagi Ken tahu Aren tidak menyukai Jion, pasti remaja itu berniat mengerjai Jion.

"Jangan menuduh orang sembarangan. Abang bisa memberi mu hukuman jika kau berani berbohong."

"Siapa yang bohong?! Semua ini tuh beneran gara-gara Jion! Dia nggak jagain Aren pas lagi tidur di sofa, jatuh kan jadinya!!" protes Aren tak terima.

"Siapa yang menyuruh mu tidur di sofa?"

"Gak ada!"

"Itu berarti kau sendiri yang salah." ujar Ken dengan wajah lempeng.

"...."

Aren mendengus sebal. Ia menatap Jion dengan tatapan sinis yang membuat Jion semakin terpojok karena sudah membuat tuan mudanya marah.

"Pokoknya ini gara-gara Jion!"

"Jangan berteriak, suaramu bisa habis." tegur Ken.

"Iya, gara-gara Jion!" ucap Aren lagi, tak berhenti menyalahkan Jion atas apa yang tidak pria itu perbuat.

"Berdiri." titah Ken.

Aren berdiri dengan raut wajah yang tidak enak untuk dilihat. Ia merengut menatap Ken.

"Pindah ke kamar." ujar Ken sembari mengelus rambut Aren yang berantakan.

Aren tadinya ingin menolak karena ia belum selesai memaki Jion namun karena tatapan Ken yang seolah-olah menyuruhnya untuk segera mengikuti perintah, ia akhirnya menurut saja.

"Urusan kita belum selesai!" ucap Aren pada Jion yang langsung mendapatkan sentilan pelan dari Ken pada bibirnya.

Aren melangkah mendahului Ken dengan wajah ditekuk sebal. Ia masih kesal pada Jion dan tambah kesal lagi begitu Ken membela Jion yang seharusnya tidak perlu dibela agar pria itu kapok dan berhenti bekerja dengan Sam. Jika begitu kan, Aren bisa hidup damai tanpa harus memiliki patung seperti Jion di sisinya. Intinya, Aren tetap menyalahkan Jion karena pria itu merusak pemandangan hidupnya yang tadinya indah menjadi sangat suram.

____________
Tbc.

Haloo, gimana chapter kali ini?

Pendek dulu aja ya, ide nya munculnya segitu aja soalnya wkwk.

Updatenya nggak terlalu lama kan ya?? Aku udah usahain buat bisa update lebih cepet, tapi ternyata emang susah, jadi maaf ya kalian jadi nunggu lama.

Terima kasih udah selalu support aku dan karyaku! Tanpa dukungan kalian aku nggak akan bisa buat cerita ini.

See you next part 👋

Story Of Arendra Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang