Bagian 14: Peringatan

6.1K 436 25
                                    

Aren sudah berkeringat dingin sejak tadi. Kini ia berada di ruang kerja Sam yang entah mengapa suasana disekitarnya sangat berbeda, terlalu mengintimidasi.

"Apa yang kau lakukan di sekolah hari ini?"

Suara itu semakin membuat Aren kehilangan alasan tadi yang sudah disusun rapi olehnya. Aren tahu Sam bertanya bukan karena pria itu belum mengetahui apa saja yang telah dia lakukan. Tapi, Sam bertanya karena pria itu ingin mengujinya. Apakah ia akan berbohong atau tidak. Dan akhirnya Aren memilih untuk mencoba membohongi ayah tirinya itu.

"Cuman belajar kayak biasanya, tanya aja sama Jion kalau nggak percaya."

Sam menatap putranya dengan tajam. Anak itu masih mencoba membohongi nya walau sudah tertangkap basah. Bukankah itu sebuah awal keberanian?

"Jion bilang kau kabur dari pengawasannya. Itu benar?"

"Bohong! Si John punya dendam pribadi sama Aren! Makanya dia bilang begitu."

"Oh ya? Kalau begitu kemari,"

Aren meneguk ludahnya. Senyum miring yang diberikan Sam benar-benar menyeramkan. Ia tidak ingin mendekati papanya itu, namun dia juga tidak bisa menolak perintah Sam karena teringat akan janjinya.

Dengan lengkah perlahan, Aren berjalan mendekati meja kerja Sam. Saat sampai di sana, dirinya malah disuruh melihat ke laptop yang sedang menampilkan rekaman cctv dimulai dari dirinya yang berlari keluar dari ruangan pribadi Ken hingga rekaman yang menampilkan dirinya saat berada di halaman belakang sekolahnya.

Beruntung rekaman di halaman belakang sekolah hanya sampai dia menaiki tangga atap dan setelahnya tidak ada lagi.

"Siapa yang kau temui?"

Aren tersadar ketika mendengar suara Sam yang bertanya.

"Nggak ada siapa-siapa di sana. Aren cuman numpang tidur doang kok."

Sam menatap datar putra kecilnya itu.  Ia tidak percaya dengan apa yang diucapkan Aren namun dia juga tidak memiliki bukti untuk menuduh anak bungsunya itu.

"Jangan berteman dengan sembarangan orang. Papa tidak ingin kau memiliki pergaulan yang buruk. Kau mengerti?"

"Aren belum punya teman." Ujar Aren pelan.

"Itu bagus. Tidak perlu berteman dengan anak-anak di sana. Jika kau ingin teman, katakan pada papa, biar papa yang carikan."

"Apa? Nggak perlu! Aren bisa cari teman sendiri." Bantah Aren.

"Sepertinya kau tidak mengerti apa yang papa katakan. Papa bilang, jangan berteman dengan siapa pun. Artinya, kau tidak akan memiliki teman tanpa seizin papa."

Kening Aren mengkerut mendengar ucapan Sam. "Kenapa?" Tanyanya dengan nada tak suka.

"Agar kau tidak terpengaruh dengan pergaulan yang buruk."

"Mereka nggak buruk!" Ucap Aren tiba-tiba yang membuat Sam menatapnya tajam.

"Siapa?" Tanya Sam.

Aren seketika tersadar dengan apa yang telah diucapkannya. Seketika ia mundur menjauhi Sam, tidak ingin bicara lebih banyak lagi dengan ayah tirinya itu.

Melihat gerak-gerik putranya yang mencurigakan, tentu membuat Sam semakin marah. Ia yakin Aren menyembunyikan sesuatu.

"Papa bertanya, Arendra. Siapa yang kau maksud? Bukankah itu artinya kau berbohong lagi tadi?"

"Bukan siapa-siapa. A-aren mau ketemu mama."

Aren mencoba mengalihkan pembicaraan. Ia segera berbalik untuk keluar dari ruangan Sam, namun tertahan kala suara Sam kembali terdengar.

Story Of Arendra Onde as histórias ganham vida. Descobre agora