Bagian 7: Hari Buruk

7.8K 469 9
                                    

Aren senang karena pagi ini mama nya sudah kembali. Lia dan Sam kembali setelah semalam mereka terpaksa menginap di hotel karena cuaca yang tidak baik. Aren tidak sabar ingin membicarakan sesuatu yang sudah ingin ia katakan sejak kemarin.

"Ma, Aren mau ngomong sesuatu..."

"Tentang apa sayang?"

"Sekolah,"

"Mengenai sekolah, Papamu sudah menyiapkannya."

Aren yang tadinya berbaring di sofa dengan paha Lia sebagai bantalnya langsung bangun. Aren menggelengkan kepalanya tanda ia menolak.

"Aren mau sekolah asrama aja."

"Hm? Bicarakan ini dengan Papamu. Mama tidak setuju, kau masih kecil untuk sekolah asrama."

"Aren bukan anak kecil lagi ma..."

"Apa yang kalian bicarakan?" Tanya Sam yang baru saja tiba setelah membersihkan diri.

"Aren ingin sekolah asrama, aku tidak bisa meninggalkannya di sekolah seperti itu."

"Ma, Aren nggak apa-apa kok. Aren mau sekolah asrama."

"Tidak."

"Kenapa?!"

"Papa sudah mendaftarkanmu di sekolah yang sama dengan abangmu dulu. Sekolah itu dekat dengan kampus Ken, jadi Ken bisa mengawasimu."

"Apa! Nggak! Aren nggak mau!"

"Kenapa sayang? Itu bagus, kau bisa lebih dekat dengan abangmu."

"Mama, Aren nggak mau! Aren nggak mau dekat sama dia!"

"Arendra, tidak ada penolakan. Kau akan sekolah di sana." Mutlak Sam. Ia ingin menarik tangan putra bungsunya agar mendekat padanya namun Aren menepis tangannya dengan kasar.

"Kalau gitu Aren nggak mau sekolah! Kalian aja yang sekolah di sana bareng si Ken itu!"

Aren pergi dari ruang keluarga. Saat menaiki tangga, ia bertemu dengan Ken yang sepertinya akan pergi keluar bersama temannya. Aren menatap bengis Ken, menunjukkan bahwa ia sangat kesal pada kakak tirinya itu. Tapi, Ken mengacuhkannya.

"Anjing ya lo!" Makinya.

Ken menghentikan langkahnya. Ken berbalik, tangannya dengan tiba-tiba menarik tangan Aren hingga anak itu hampir jatuh jika saja dia tidak menahan bahunya.

"Perhatikan ucapanmu. Jika kau bicara tidak sopan seperti ini lagi, abang pastikan untuk memotong lidahmu itu."

Ken melepaskan tangan adiknya kemudian ia pergi begitu saja setelah mengucapkan kalimat mengerikan itu pada Aren.

Aren terdiam kaku karena perlakuan kasar Ken yang tiba-tiba. Setelah beberapa detik, akhirnya ia tersadar dan rasa kesal memenuhi hatinya.

"Ken sialan! Lo kira gue takut?!" Maki Aren pada Ken yang sudah pergi dari rumah.

"Abang macam apa lo?! Masa kasar sama adek sendiri! Cih, titisan  psikopat!!"

Aren terus saja mengumpati Ken. Tentu saja dia tidak takut pada abang tirinya itu. Untuk apa dia takut? Karena ucapan Ken tadi? Dia yakin pemuda itu hanya berusaha membuatnya takut dan sayangnya Aren sama sekali tidak takut. Jika Ken serius, maka Aren akan langsung melaporkannya pada Lia.

Aren kembali ke kamarnya dengan perasaan kesal.

Aren pikir ini adalah hari terburuknya. Hari ini, dia sama sekali tidak mendapatkan apa yang dia inginkan. Hari ini dia sudah menghadapi dua orang menyebalkan, Sam dan Ken. Ayah dan anak ini benar-benar buruk! Aren tidak akan pernah menyukai mereka.

Saat Aren sedang sibuk mengumpati Papa dan kakak tirinya, tiba-tiba pintu kamarnya diketuk.

"Tuan muda,"

Ternyata Jion yang mengetuk pintu kamarnya. Aren harus menghadapi satu orang yang menyebalkan lagi. Jion selalu ada dimana pun dia berada.

Dengan kesal Aren tetap membuka pintu untuk Jion.

"Apa?!"

"Tidak ada, tuan muda. Saya hanya ingin memastikan anda baik-baik saja."

"Lo udah gue pecat kemarin, kenapa masih di sini?"

"Hanya tuan besar yang bisa memecat saya, tuan."

"Nggak asik lo! Mentang-mentang gue kecil, jadi lo nggak nurut sama gue? Liat aja ntar, nanti gue bakal jadi kayak tuan besar lo itu!"

"Saya percaya saat tuan muda sudah dewasa, nanti tuan akan menjadi seperti tuan Sam."

"Gue bakal lebih dari dia!"

"Tentu saja, tuan."

Aren tidak habis pikir dengan Jion yang menganggap serius ucapannya. Aren memang akan berusaha untuk menjadi lebih dari Sam, tapi dia sama sekali tidak berminat dengan profesi pria itu. Aren ingin menjadi pembalap profesional.

Dia pernah mengatakan ini pada Lia, namun wanita itu tidak mengizinkannya menjadi pembalap, katanya terlalu berbahaya. Walau begitu Aren masih tetap ingin menjadi apa yang ia inginkan. Itu adalah impiannya sejak kecil, dia sudah bermimpi untuk menjadi pembalap terbaik di antara pembalap terbaik lainnya.

"Ada sesuatu yang anda pikirkan, tuan muda?"

Aren langsung tersadar dari lamunannya.

"Nggak ada! Udah sana pergi, gue mau tidur." Usir Aren pada Jion.

"Saya akan menunggu di sini tuan, anda silahkan tidur."

"Nggak perlu anjing! Gue nggak akan kabur!"

"Dilarang berkata kasar, tuan muda. Saya tahu anda tidak akan kabur, namun ini adalah tugas saya untuk terus menjaga anda."

"Terserah!!"

Aren menutup pintu kamarnya dengan keras. Ia sudah lelah menghadapi Jion yang sangat keras kepala itu. Di rumah ini, orang yang paling dekat dengannya setelah Lia adalah Jion. Pria itu selalu mengikutinya ke manapun dia pergi dan juga Jion sangat pandai memancing emosinya. Tapi saat Aren marah pun, Jion sama sekali tidak panik, wajahnya tetap tenang seolah terbiasa.

Jion sangat kebal dan itu dapat memperburuk hari-hari Aren kedepannya.

____________
Tbc.

Haloo..

Update lagi nih!

Gimana? Ada yang udah bisa tebak nggak gimana alur hidup Aren kedepannya?

See you next part yaa 👋

Yang mau beli Ardan[Revisi] pdf, masih bisa ya.. Aku nggak ada kasih batasan waktu order kok. Langsung chat di wa aja ya, ada di profilku.

Maaf telat updatenya 🙏





Story Of Arendra Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu