Bagian 6: Pengawas Pribadi

8.7K 502 9
                                    

Arendra sudah menyelesaikan pendidikannya di sekolah menengah pertama. Sekarang dia sedang memikirkan akan lanjut ke sekolah mana setelah ini. Dia ingin sekolah asrama agar dia tidak perlu tinggal di rumah besar yang seperti penjara ini. Aren akan mengatakan keinginannya ini pada Lia.

Aren saat ini tengah berada di halaman rumah. Walaupun sudah lama tinggal di rumah ini, Aren belum pernah mengelilingi rumah besar milik Sam. Selain karena malas, dia juga tidak berminat. Namun entah mengapa sekarang dia merasa perlu mengenal setiap sudut rumah ini. Aren tidak bisa keluar tanpa izin, penjaga gerbang tinggi itu mengatakan ia mendapatkan perintah, langsung dari Sam.

Aren tidak habis pikir dengan jalan pikiran Sam. Banyak sekali pembantu dan penjaga di rumah ini. Sebenarnya untuk apa? Sam bahkan bukan seorang presiden yang sewaktu-waktu bisa di bunuh.

"Tuan muda, sebentar lagi tuan dan nyonya akan kembali. Anda harus segera masuk, sebentar lagi akan turun hujan."

Satu lagi yang jadi beban pikiran Aren. Pria yang baru saja bicara ini adalah penjaga pribadinya, Sam yang memerintahkannya. Aren bahkan tercengang saat Sam dengan santainya mengatakan kalau pria ini akan mengawasinya kemana pun dia pergi. Aren tidak tahu apa alasan Sam melakukan ini.

"Tahu dari mana kalau mau hujan? Emang lo Tuhan?" Sarkas Aren pada pria yang jauh lebih tua darinya namun sedikit lebih muda dari Papa tirinya, Sam.

Pria yang mendapatkan jawaban seperti itu dari Aren mulai diam karena tak ingin memaksa tuan mudanya.

Ia baru satu minggu ditugaskan untuk menjaga tuan mudanya ini dan sejak saat itu juga dia selalu mendapatkan kata-kata sarkas dari tuan mudanya. Jion, dia mulai terbiasa dengan Aren walau anak itu tidak menyukai kehadirannya.

Jion sendiri adalah satu-satunya orang kepercayaan Sam. Saat pernikahan tuannya, Jion tidak hadir karena dia menggantikan Sam bertemu dengan rekan bisnisnya di London. Jion sudah pernah melihat wajah Aren sebelumnya, dia juga yang telah mengawasi Aren bahkan sebelum tuannya menikahi ibu dari anak itu.

Jion sudah terbiasa dengan sikap Aren.

"Gue punya pertanyaan buat lo, Jon. Sebenernya apa motivasi lo kerja sama si Sam itu? Apalagi cuman berdiri kayak patung. Digaji berapa lo sama dia?"

"Nama saya Jion, tuan muda."

"Jelek nama lo. Udah cepetan jawab!"

Lagi-lagi Jion hanya bisa menuruti keinginan tuan mudanya. Sejauh ini Aren masih tenang, anak itu tidak melakukan sesuatu yang buruk seperti, kabur dari rumah misalnya.

"Saya sudah lama bekerja dengan tuan Sam dan saya tidak tahu motivasi apa yang tuan muda maksud. Saya hanya bekerja untuk tuan Sam dan keluarga ini. Untuk gaji, tuan Sam memberikan gaji sesuai dengan kinerja saya. Apa tuan muda memiliki pertanyaan lagi?"

"Kayaknya lo bahagia ya kerja sama dia. Pasti gaji lo diatas dua digit, ya kan?"

"Lebih baik anda segera masuk, tuan muda. Hujannya sudah mulai turun, nanti anda bisa sakit."

Jion mengalihkan topik pembicaraan. Ia segera membawa Aren masuk ke dalam karena memang hujan sudah mulai turun dan dia tidak ingin tuan mudanya jatuh sakit.

🍀🍀🍀

Aren menonton siaran televisi yang sedang menyiarkan berita. Siaran itu mengatakan bahwa malam ini akan ada hujan dengan disertai angin kencang. Aren yakin Sam dan Lia terjebak sehingga mereka tidak bisa pulang.

"Tuan muda, tuan besar ingin bicara dengan anda,"

Jion memberikan ponselnya pada Aren. Anak itu menampilkan raut wajah malasnya. Tentu Aren masih tidak suka dengan Sam, pria itu suka sekali melakukan sesuatu sesuai dengan keinginannya sendiri dan Aren benci itu.

"Halo?" Ujar Aren dengan nada malas yang sangat kentara di wajahnya.

"Papa dan mama tidak bisa kembali malam ini. Kau langsung makan malam saja, mengerti?"

"Ya,"

"Jika kau butuh sesuatu, minta saja pada Ken atau Jion. Ingat, kau harus tidur tepat waktu."

"Nggak perlu diingetin. Mama mana? Aren mau ngomong sama Mama,"

"Mama sedang ke toilet, kau ingin menunggu?"

"Ohh, yaudah nggak jadi."

"Baiklah, Papa tutup telponnya. Jangan nakal."

Sambungan dimatikan oleh Sam. Aren mengembalikan ponsel Jion. Raut wajah anak itu tampak biasa namun terlihat kalau ia sedang bosan saat ini.

"Jon, makan di luar yuk!"

"Tidak bisa tuan muda."

"Kenapa?"

"Di luar sedang ada badai. Tuan muda juga tidak diizinkan keluar dimalam hari."

"Kata siapa?"

"Tuan Sam sendiri yang memberitahu saya."

"Sam lagi, Sam lagi. Denger ya, gue itu anak laki, keluar malem itu wajar. Yang harusnya nggak boleh keluar malem itu cewek, ngerti lo?"

"Anda masih kecil tuan muda. Pergaulan anda harus dijaga sejak anda kecil. Jadi, peraturan itu tidak hanya berlaku untuk anak perempuan."

"..........."

Aren tidak habis pikir bagaimana bisa Jion selalu punya jawaban atas setiap perkataannya. Tidak! Dia tidak bisa kalah debat dengan patung pribadinya ini.

"Anak laki-laki itu harus mandiri sejak kecil!"

"Itu benar, tapi menjaga pergaulan itu harus, tuan muda."

"Gue anak baik-baik!"

"Saya tahu, tapi tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi jika anda berkeliaran di malam hari. Anda bisa saja terhasut oleh pergaulan yang tidak baik."

"Gue bisa jaga diri!"

"Tetap saja tuan, anda harus mengikuti aturan."

"Lo--!!!"

Aren kesal. Melihat wajah Jion yang tampak tenang, membuat pria itu tampak sombong, itu hanya menurut penglihatan Aren saja. Wajah Jion memang selalu tenang, berbeda dengan Aren yang sekarang wajahnya merah padam karena marah dan kesal.

"Mulai sekarang, lo gue pecat! Beresin barang-barang lo, pokoknya besok lo udah harus pergi dari rumah ini! Gue nggak mau punya patung pribadi kayak lo lagi!"

Aren melempar bantal yang ada di sofa pada Jion. Setelahnya ia pergi dengan amarah menggebu-gebu, lebih tepatnya ia kesal juga malu karena ulah Jion.

Padahal Jion tidak melakukan apapun.

____________
Tbc.

Haloo..

Makasih buat kalian yang selalu support aku, semoga kalian suka sama cerita kali ini. Arendra juga mau dicariin sama kalian soalnya wkwk.

Maaf ya telat updatenya, ada sedikit kesibukan di rl 🙏

Please, enjoy with this story.

Btw, Ardan tersedia lewat pdf ya..

Thank you.





Story Of Arendra Where stories live. Discover now