Bagian 23: Manusia Kutub

3.5K 249 24
                                    

Setelah berdebat panjang akhirnya Gian dan Avin mengikuti Aren untuk makan bersama dengan Ken, Dion, dan Dewa. Mereka terpaksa karena Aren memaksa. Tadi saat bel istirahat berbunyi, Avin sudah akan mengajak Gian kabur namun Aren lebih gesit menarik mereka ke kantin fakultas di mana abang anak itu berada.

Saat mereka sampai di sana, banyak sekali pasang mata yang melihat ke arah mereka. Kenapa? Tentu karena sebelumnya tidak ada anak sekolah menengah yang berani masuk wilayah kampus secara terang-terangan seperti Aren, Gian, dan Avin sekarang ini.

"Buset! Balik aja cokk!!" ujar Avin yang sudah balik badan, hendak pergi namun Aren bahkan Gian juga menahannya.

"Nggak bisa! Tanggung! Orangnya udah nungguin tuh!" ujar Aren, tangannya menunjuk pada salah satu meja yang ditempati oleh 3 orang pemuda yang tak lain adalah Ken, Dion, dan Dewa. Pada akhirnya mereka menghampiri meja tersebut dan tak peduli dengan tatapan mahasiswa yang semakin penuh tanda tanya saja.

Masing-masing dari mereka hanya diam sedangkan yang lebih tua juga ikut diam menatap datar atas kehadiran tiga bocah itu. Aren memulai dengan senyuman manis yang dipaksakan.

"Kita mau makan!" ujarnya.

Gian dan Avin menahan malu mendengar ucapan teman mereka. Sudah seperti minta makan pada ibunya saja!

"Heh, bocah! Lagi malak ceritanya?" sahut Dewa.

"Hah?"

Respon lemot dari Aren semakin membuat Dewa gemas ingin mencubit pipi anak itu namun ia tahan.

"Duduk, makanannya sudah dipesan. Kau datang terlambat." ujar Ken.

"Tiga, kan?" tanya Aren, memastikan teman-temannya juga dipesankan oleh manusia-manusia kutub ini.

"Hm,"

Aren tersenyum senang kemudian mengajak Gian dan Avin untuk ikut duduk bersama. Walaupun keadaan sangat canggung, pada akhirnya mereka makan dengan tenang.

....

Aren menatap Ken yang fokus menyetir. Ken itu tampan dan sangat mirip dengan ayahnya, namun terlalu dingin dan juga sedikit menyeramkan yang membuat orang-orang akan takut mendekatinya. Aren hanya mampu berdoa agar pemuda itu nanti mendapatkan pacar yang atraktif agar bisa membuat Ken sedikit lebih aktif.

Mereka sedang dalam perjalanan pulang sekarang.

"Bang, beli kue dulu ya.." pinta Aren karena tiba-tiba menginginkannya.

"Hm."

"Tau nggak tempatnya di mana??" tanya Aren dengan alis yang mengkerut samar. Ia tidak ingin kue di tempat lain selain di toko yang dekat dengan rumahnya dulu.

"Toko kue." jawab Ken santai.

"Bukan toko kue yang biasa! Tapi yang deket rumah dulu!"

Tepat saat lampu merah, Ken akhirnya menatap pada adiknya yang sejak tadi menurutnya sangat berisik hanya karena kue saja.

"Apa kau ingin ke sana hanya untuk membeli kue?" tanyanya. Pasalnya perjalanan mereka akan cukup lama karena lokasi yang akan ditempuh lumayan jauh, tidak mungkin Aren ingin ke sana hanya untuk membeli kue, kan?

"Ya iyalah! Emang mau beli apa lagi??" ketus Aren.

Ken tidak bicara lagi, namun saat lampu merah berganti hijau ia memutar kemudi ke kiri yang mana itu adalah jalan menuju rumah lama mama dan adiknya. Begitu menyadarinya, Aren langsung tersenyum senang.

....

Setelah mendapatkan kue yang diinginkan oleh bocah nakal itu, akhirnya mereka kembali ke rumah pada malam hari namun untungnya sebelum jam makan malam. Aren menenteng kue di tangannya dengan suasana hati yang berbunga-bunga padahal wajah Ken tetap saja datar sehingga seseorang tidak dapat menebak suasana hati pria itu.

"Sayang, dari mana?" tanya Lia yang baru selesai menyiapkan makan malam lalu menghampiri dua anaknya yang baru kembali.

"Beli kue~" jawab Aren sembari menunjukkan plastik yang berisi kue ditangannya.

"Sama Ken?" tanya Lia lagi, memastikan.

"Hu'um!"

Lia tersenyum kemudian mengusak lembut surai Aren. Ia beralih pada Ken yang tak menunjukkan ekspresi, Lia yang bisa mengelus bahu pemuda itu sebagai ucapan terimakasih dan tanpa disadari ekspresi Ken berubah sedikit lembut.

"Ganti baju dulu setelah itu turun kembali untuk makan. Kuenya biar mama simpan di kulkas, oke?"

Aren mengangguk lalu memberikan kue itu pada mamanya, setelahnya ia pergi lebih dulu dan diikuti oleh Ken di belakangnya.

Setelah tiba di lantai atas, sebelum memasuki kamarnya, Aren berbalik untuk melihat Ken yang membuat abangnya itu juga menahan untuk masuk ke kamarnya. Ken menatap datar sang adik yang seharian ini sudah cukup merepotkannya.

"Makasihh, abang!"

Ucapan tiba-tiba itu membuat Ken sedikit terkejut, namun berhasil mempertahankan ekspresi wajahnya. Setelah mengucapkan itu Aren kemudian masuk ke kamarnya yang membuat Ken baru bisa menarik sudut bibirnya membentuk senyuman kecil.

"Menggemaskan." gumamnya sebelum masuk ke dalam kamar.

_______________
Tbc>>

Haiii, Aren up lagi!!

Sebelumnya aku lagi-lagi minta maaf karena nggak bisa tepatin omongan aku buat update lebih cepet. Ini bukan karena males ya, tapi emang setiap nulis Aren tuh cuman dapet beberapa kalimat doang:)) jadinya aku berhenti dulu buat ngebayangin alurnya mau kayak gimana. Bisa dimaklumin kan yaa? :)

Dan aku mau kasih tau kalian, kalau Aren aku percepat alurnya dan semoga masih tetep nyambung.. jadi, beberapa chapter lagi aja paling udah ending. Jangan marah ya.

Terimakasih udah selalu support aku, tanpa kalian aku nggak akan bisa nyelesain tulisan ini.

See you next part 👋








Story Of Arendra Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang