Bagian 8: Permintaan

7.3K 455 16
                                    

Sejauh ini Aren masih menerima setiap apa yang Sam katakan padanya mengenai segala sesuatu yang harus dia patuhi. Sampai saat ini, Aren belum ada melanggar satupun peraturan yang ada di rumah ini. Bukannya dia tidak mau. Hanya saja dia belum bisa, Aren belum mendapatkan keberanian.

Selain itu, Lia selalu mengingatkannya untuk mematuhi Sam. Mamanya selalu saja mengatakan padanya untuk jangan pernah membantah Papa tirinya. Aren tidak punya pilihan selain menuruti perkataan mamanya.

Selama Aren tinggal bersama dengan Sam, ada satu hal yang ia sadari. Sam itu sangat tegas jika mengenai peraturan yang telah dibuat oleh keluarga Dwinata selama turun-temurun. Pria itu sangat menjunjung tinggi peraturannya dan tidak ada yang boleh melanggarnya.

Sungguh, saat hanya bersama mamanya Aren juga hidup dengan peraturan namun hanya peraturan yang biasa orang tua berikan pada anaknya atau lebih bisa dikatakan sebuah adukasi. Namun dengan Sam, ayah tirinya itu benar-benar ketat walau itu mengenai hal kecil seperti aturan makan, tidur, bicara, belajar, bermain dan juga mengenai keluar rumah yang memiliki aturan tersendiri.

Dia berada di rumah namun terlihat seperti disebuah sekolah pengajaran tata krama. Lebih baik dia berada di sekolah asrama dari pada berada di rumah ini.

"Tuan muda, tuan besar memanggil anda ke ruang kerjanya." Ujar Jion pada Aren yang sedang melamun di pinggir kolam renang.

"Buat apa?"

"Saya tidak tahu tuan."

Aren mengerti, ia segera pergi menuju ruang kerja Sam diikuti Jion di belakangnya. Aren tidak tahu apa alasan Sam memanggilnya tapi dia berharap pria itu tidak berbuat sesuatu yang dapat membuatnya lebih kesal lagi pada ayah tirinya itu. Jika Sam melakukannya, Aren akan memikirkan rencana untuk kabur nanti.

Aren masuk ke ruang kerja Sam sedangkan Jion menunggu di luar. Pria itu masih sibuk dengan tumpukan berkas di atas meja kerjanya.

"Kemari, ada yang ingin Papa bicarakan dengan mu." Titah Sam yang menyadari kehadiran putra bungsunya.

"Apa?" Tanya Aren setelah mendekat sesuai dengan perintah Sam.

"Mengenai sekolahmu, minggu depan kau akan sekolah ditempat yang sudah Papa daftarkan."

"Kau tidak ingin mengatakan sesuatu?" Tanya Sam saat melihat Aren hanya diam.

Aren menatap malas Sam. Memangnya dia harus berkata apa? Kalaupun dia mengatakan sesuatu memangnya pria itu akan mendengarkannya? Tentu saja tidak. Jadi Aren tidak ingin membuang suaranya.

"Baiklah. Apa ada sesuatu yang kau inginkan?"

Aren berpikir sejenak. Jika dia memanfaatkan situasi saat ini untuk meminta sesuatu yang sangat ia inginkan sejak dulu, apa dia akan mendapatkannya? Dia harus mencobanya dulu.

"Motor"

"Apa?"

"Aren mau motor." Ucap Aren lagi, dia berharap Sam mau membelikannya motor karena sejak dulu dia menginginkan ini namun Lia tidak membelikannya. Bukan karena wanita itu tidak ada uang, tapi Lia bilang dia belum cukup umur untuk berkendara.

"Untuk apa? Kau sudah mempunyai mobil,"

Aren berdecak kesal,"Aren nggak bisa bawa mobil! Lagi pula itu mobil bukan punya Aren." Ujarnya dengan raut wajah kesal yang sangat kentara.

"Kau itu masih kecil, belum mendapatkan izin untuk mengendarai motor. Kau tidak bisa mengendarainya, jadi Papa tidak akan membelikanmu."

"Aren bisa bawa motor!"

"Papa tahu kau bisa tapi kau belum cukup umur untuk berkendara."

"Ayolah, sekarang itu anak-anak nggak perlu cukup umur buat bisa bawa motor."

"Itu tidak berlaku untukmu. Papa akan membelikanmu saat kau sudah 18 tahun nanti."

"Itu kelamaan!"

18 tahun? Aren tidak bisa menunggu selama itu hanya untuk satu buah motor. Jika dia tidak memiliki dari sekarang, maka dia akan semakin sulit berlatih untuk bisa menjadi seorang pembalap.

"Aren janji, kalau Papa mau beliin motor, nanti Aren bakal nurut sama Papa." Bujuk Aren.

Sam menatap putra bungsunya yang berusaha untuk membujuknya. Aren agak berbeda kali ini. Anak itu biasanya akan mengamuk jika permintaannya tidak diberikan tapi kali ini dia berusaha agar permintaannya dikabulkan. Sebenarnya apa yang akan putranya ini lakukan jika ia memberikannya motor? Sam bertanya-tanya pada otaknya sendiri.

"Baiklah. Papa akan belikan." Ujar Sam pada akhirnya.

Aren terkejut. Semudah itu? Sam mau membelikannya hanya dengan modal ia berjanji untuk menuruti pria itu? Ini seperti mimpi!

"Beneran? Papa nggak bohong, kan?!"

"Tentu. Tapi kau harus ingat pada apa yang kau katakan tadi, Papa tidak akan melupakan ucapanmu."

"Thankyou, dad!"

Aren tiba-tiba saja memeluk Sam. Anak itu belum menyadari apa yang ia lakukan karena terlalu senang permintaannya dikabulkan.

Sam mengelus rambut Aren. Dia cukup senang. Sebenarnya ia memanggil Aren untuk membicarakan masalah sekolahnya hanya lah alibi, yang sebenarnya dia hanya ingin putranya itu dekat dengannya. Dengan Aren yang mulai berani meminta sesuatu padanya, bukankah itu sebuah kemajuan?

Sam bisa memberikan Aren banyak hal. Sebuah motor hanya permintaan kecil baginya, Sam bisa memberikan lebih dari ini.

Tapi, itu semua tentu tidak ia berikan secara percuma. Sam membutuhkan bayaran namun bukan dengan uang. Aren bisa memiliki motor itu namun bukan berarti Sam akan membiarkan putranya itu bersenang-senang dengan motornya.

_____________
Tbc.

Haloo..

Gimana part kali ini?

Buat kedepannya mungkin chapternya bisa lebih panjang lagi. Karena ini masih awal-awal jadi yang singkat-singkat aja dulu ya..

Btw, Ardan(pdf) masih bisa diorder ya, langsung chat wa ku aja di profil.

See you next part 👋

Story Of Arendra Where stories live. Discover now