4

8.2K 722 47
                                    

Evano meringkuk diranjang kamar, Marvin menatap sang Putra diambang pintu tanpa suara, ini sudah hal biasa Evano akan diam dikamar setelah pulang dari rumah Samuel. Marvin tahu, pasti Evano kesulitan selama ini.

"Dad ... "

Lamunannya buyar saat Evano memanggilnya.

"Sedang apa kau berdiri di situ?" tanya Evano. Marvin tersenyun tipis, ia menghampiri Evano lalu duduk ditepi ranjang.

"Maaf, maaf kamu pasti kesulitan Evan. Semua salah Daddy, kamu berpisah dengan Papa," ucap Marvin, ia menggenggam tangan Evano.

Evano langsung duduk, ia menggeleng. Ia sama sekali tak pernah menyalahkan Marvin dengan semua ini.

"Dad, aku tak apa aku sama sekali tak kesulitan. Aku tak kekurangan apapun bersama Daddy, bahkan kemarin aku baru beli produk keluaran terbaru 'kan? Daddy segalanya bagiku, walaupun tanpa Papa aku baik-baik saja. Daddy jika Daddy kesepian menikahlah lagi, aku tak apa." Evano menyandarkan kepalanya dibahu Marvin, bahu paling kokoh untuk ia sandari.

"Daddy tak mau menikah lagi, bukankah kita sudah bahagia berdua seperti ini, nanti juga Oma akan datang setiap minggu." Marvin mengelus kepala Evano.

Evano tersenyum tipis, dalam hati terdalamnya ia meraung merasa keberatan dengan keluarga seperti ini. Marvin tak setiap waktu ada dirumah, pasti ada kesibukan. Evano tak mempermasalahkan hal itu, karena Marvin mencari uang demi dirinya.

"Dulu saat Papa hamil kamu, Daddy sangat kasar sama dia. Bahkan Daddy tega bermain fisik sama dia, apa menurut Evan Daddy pantas dimaafkan?" Evano memejamkan matanya, tak terbayangkan bagaimana sakitnya menjadi Samuel tapi Marvin juga sakit, Daddynya dikhianati bahkan Daddynya ini tak mau menjalin hubungan dengan siapapun karena trauma.

"Aku sangat menyayangimu Dad." Evano mengecup pipi Marvin, ia tak akan tahan jika Marvin menceritakan masa lalu kelam itu.

"Tidurlah Daddy juga akan tidur, selamat malam." Setelah mengatakan itu Marvin keluar dari kamar. Evano menatap pintu yang sudah tertutup kembali dengan sendu, ia selalu bersandar pada Daddynya tapi kemana Daddynya itu akan bersandar? Marvin selalu memendam segala rasa sakitnya sendirian.

"Sampai kapanpun aku menyayangimu Dad, seburuk apapun kamu dimasa lalu aku akan selalu disamping Daddy, Daddy suami yang gagal, tapi Daddy bukan ayah yang gagal," tutur Evano ia mengeratkan selimutnya.

_______

Hari rabu mungkin hari kesialan bagi Evano, lihat bagaimana gadis dengan rambut sebahu itu menekan dadanya dengan derai air mata yang membuat Evano muak.

"Evan ... aku salah apa?" Ola, gadis yang sangat Evano benci bertanya dengan suara serak nan menjijikan bagi ditelinganya.

"Salah apa? Kau menabrakku sialan, dan kau menangis seperti korban karena jusku tumpah di seragammu, dan kau masih bertanya apa salahmu? Otak cerdasmu itu pakai bodoh!" Evano berdecak sebal.

Keadaan Ola sangat menyedihkan, sudah tampak korban bullying. Se isi kantin hanya menyimak bagaimana Evano menatap Ola dengan tatapan menjijikannya dan tak ada niatan untuk membantu gadis itu berdiri.

Tiba-tiba Evano terdorong beberapa langkah, saat pangeran berkuda datang. Jeano membantu Ola berdiri, ia selalu menjadi pahlawan kesiangan bagi Ola.

"Wah ... kekasihku membantu mantannya didepan mataku?" Evano berdecak, ia melipat kedua tangannya didepan dada.

"Apa lagi kali ini? Kau membully nya?" Jeano menatap Evano kesal, setelah membantu Ola berdiri.

"Membully? Hey, aku bukan keturunan orang membully, seperti tak ada kerjaan saja, dia saja yang berlebihan seharusnya dia meminta maaf padaku karena berjalan tak benar, lihat aku harus memesan jusku lagi karena dia menumpahkannya," tutur Evano, Ola menggeleng ribut.

"Maaf Evan, aku tak sengaja ... aku benar-benar tak bermaksud," elak Ola.

"Iya aku tahu, tak usah berlaga kau korban sampai menangis seperti itu," ucap Evano.

Jeano menghela napas. "Ola pergilah dan makan bekalmu, kau tak akan menang jika berdebat dengannya."

Ola mengangguk, lalu segera melangkah pergi meninggalkan kedua pria yang masih berdiri ditengah-tengah orang-orang yang makan.

"Berhenti mengganggu Ola, dia tak tahu apapun. Kenapa kau sangat suka mencari masalah?" ucap Jeano, Evano sampai tak percaya dibuatnya. Apa-apaan Jeano ini, ia bahkan tak salah apapun dalam hal ini.

"Berhenti menuduhku, jangan sampai tuduhanmu aku kabulkan, dan akan terus mengganggu gadis sialan itu," ucap Evano.

Jeano tak peduli ia melangkah pergi, tak peduli dengan Evano yang tengah mengepalkan tangannya.

"Sibodoh, apa kelebihannya si Jeano bajingan itu," monolog pemuda di ujung  kantin, ia merasa bosan melihat pemandangan menyebalkan itu. Submisif mengejar dominan, dan dominan tolol itu mengejar seorang gadis, drama klasik yang selalu terjadi.

"Rel, bukankah Kak Evano itu Kakakmu?" ucap teman disampingnya, membuat tatapan Darel beralih menatapnya.

"Eum sibodoh itu satu rahim denganku, kau tahu? Dia menurutku tak terlalu buruk, wajahnya hampir sama seperti Papaku, tapi sibajingan Jeano terus menyakitinya," tutur Darel, membuat temannya terkekeh ringan.

Darel sudah sering melihat bagaimana Evano diabaikan, dibandingkan dan drama macam tadi dimana kakaknya itu disalahkan, padahal gadis culun sok kecantikan itu yang salah, terkadang Darel muak melihat tampang Jeano yang sok kegantengan tapi ia tak mau ikut campur urusan Evano.

Sedangkan Evano, dia memilih pergi ia sudah tak minat untuk makan siang. Dia memilih diam diperpustakaan, tempat paling nyaman untuk berdiam diri.

Evano duduk didekat jendela, tempat favoritnya karena dari jendela ini ia bisa melihat lapangan basket dibawah sana tempat dimana ia bisa melihat Jeano bermain basket. Perpustakaan berada dilantai tiga ia bisa dengan leluasa melihat Jeano yang seperti kecil jika dilihat dari sini.

Hidup ditengah-tengah kehancuran hubungan orang tua itu tak enak, Evano pikir ia bisa bahagia lewat hubungan yang lain, tapi nyatanya Evano memang tak beruntung dalam hubungan apapun. Ia memiliki teman tapi hanya sebatas teman sekolah jika diluar sekolah ia tak memilikinya. Evano cenderung bermain bersama Marvin atau hanya dengan Omanya, kemana-mana yang menemaninya hanya dua orang itu atau terkadang bersama Jeano itupun ia harus memaksa dulu.

"Aku selalu meyakinkan diri, jika Jean akan berubah seperti Daddy. Mereka dua orang yang berbeda tapi kuharap hal ini bisa sama," monolog Evano.

Dilain tempat, Jeano pria pujaan hatinya tengah mengusap punggung rapuh orang lain. Jeano menenangkan Ola yang tengah hancur, gadis itu tiba-tiba saja menangis saat menerima telepon dari ibunya.

"Ada apa Ola?" tanya Jeano, ia masih mengusap kepala Ola, "ceritalah padaku, jangan memendam semuanya sendirian," lanjutnya.

"Ayah dan ibuku akan bercerai ... baru saja ... ibu mengatakan aku akan ikut dengannya ... keluargaku hancur Jean ... " tutur Ola disela tangisanya, ya kehancuran yang nyata ketika harus memilih diantara tinggal dengan salah-satu orang tua.

Jeano diam, ia tak tahu rasa sakit apa yang menimpa Olanya tapi ia hanya bisa meminjamkan bahunya untuk disandari, tanpa ia tahu ada punggung yang lebih rapuh dari gadis kesayangannya, ada tangis yang lebih pilu disetiap malamnya karena keluarganya yang sudah hancur jauh sebelum dirinya lahir di dunia.





Daddy suami yang gagal, tapi Daddy bukan ayah yang gagal.

_Evano_





Rain [sekuel Astrophile]Where stories live. Discover now