10

8.3K 635 28
                                    

Sudah sebulan ini Evano diam dirumah,  bahkan ia melakukan belajar dirumah dengan cara Marvin yang mengundang guru sekolah pas hari libur ke rumah, tentu saja bagi orang ber uang ini bukanlah hal sulit, Marvin memberikan gaji pada guru yang mau datang kerumah hanya untuk mengajar Evano.

Yang dilakukan Evano hanya diam dikamar atau ditaman belakang rumah, jika Jeano datang baru ia akan berkeliling komplek. Jujur saja ini sangat membosankan, bahkan Evano tak tahu bagaimana Jeano disekolah pasti ia menempel dengan Ola sepanjang waktu.

Saat ini Evano tengah diam ditaman belakang rumah. Tak ada yang menemaninya, Marvin terlibat rapat penting dan Trya tak bisa datang.

Berbeda dengan Evano yang dibuat mati bosan, disekolah Jeano tengah bertengkar hebat dengan Hilyas sang musuh. Ia merasa emosinya membungbung saat mendengar Hilyas menyakiti Ola. Ya, Ola sudah menjalin kasih dengan Hilyas dan Jeano merasa marah saat Ola menangis mengadu jika Hilyas telah memukulnya.

Bugh

Bogeman itu terus dilayangkan Jeano pada Hilyas, keduanya seimbang Jeano babak helur, Hilyas pun sama.

"Cih, kau sampai segininya membela gadis bedebah itu?" Hilyas terkekeh, ia meludah yang hanya keluar darah dari mulutnya.

"Bukankah kau sudah memiliki Evano? Kau juga sama bajingannya!" Hilyas membogem perut Jeano, aksi adu jotos ini menjadi tontonan anak-anak lain.

Jeano semakin panas, ia terus memukul Hilyas. Sampai pada akhirnya Pak Harton guru konseling menghentikan keduanya.

"Apa-apaan kalian ini!" Harton memisahkan keduanya, dibantu oleh anak lain, kondisi keduanya membuat orang yang melihatnya meringis. Bagaimana wajah Hilyas dan Jeano penuh lebam hanya karena seorang gadis.

Harton membawa Jeano dan Hilyas ke ruang konseling.

"Bapak akan mengirimkan surat pemanggilan orang tua, kalian sudah sering bertengkar. Sebenarnya apa yang kalian rebutkan sampai bertengkar?" Harton menekan pangkal hidungnya.

"Dia terus ikut campur urusan saya dengan Ola Pak, padahal dia hanya mantan kekasihnya," jelas Hilyas dibarengi ringisan, Jeano tak mengelak apa yang Hilyas katakan memang benar.

Harton menghela napas, ada saja masalah anak muda ini pikirnya.

"Jeano Bapak sudah memberi kamu peringatan apa itu belum bisa membuat kamu jera?" ucap Harton yang sama sekali tak dijawab oleh Jeano.

Harton memberi pituah panjang membuat keduanya jengah, tapi apa boleh buat? Yang hanya bisa dilakukan keduanya hanya mendengarkan setiap pituah yang diberikan Harton.

_______

Karena masalah siang tadi, disinilah Jeano sekarang ditempat hiburan malam. Ia melampiaskan kekesalannya pada minuman bahkan ia sudah menghabiskan dua botol, ia terus meracau tak jelas sambil memutar-mutarkan gelasnya.

Ia merasa sesak saat tahu Ola sudah menjalin kasih dengan Hilyas, ia juga tak terima saat Hilyas mengatakan ia sudah tak ada hak terhadap Ola. Jeano mencintai Ola, ia sangat mencintai gadis itu.

"Ola ... " racaunya, kepalanya terasa berputar sangat pening.

Jeano berdiri dari duduknya, ia akan pulang. Ia akan menemui Olanya, langkahnya tertatih-tatih sempoyongan, bau alkohol menguar dari mulutnya. Jeano benar-benar sudah mabuk.

Ia pulang menaiki taxi, ia masih menggunakan sisa kewarasannya untuk naik taxi. Selama perjalanan nama yang ia sebut hanya Ola dan Ola, dan sesekali ia menyebut Evano bahkan mengumpati pria manis itu. Menurutnya semua akar permasalahan ini dari Evano.

"Sudah sampai Tuan," ucap supir taxi.

Jeano meraba sakunya. "Di sana hehe .. di sana uangnya." Jeano mengeluarkan dompetnya dengan susah payah, ia memberikan beberapa lembar uang tak peduli jika itu lebih ataupun kurang. Jeano turun dengan menjatuhkan dirinya sendiri ke tanah.

"Olaaa ... aku datang." Jeano bangkit, ia tersenyum senang saat melihat pintu rumah Ola yang terbuka seakan menunggunya.

"Ola!" Jeano langsung memeluk pujaan hatinya.

"Jean?" suara halus itu mendayu merdu ditelinga Jeano, membuat Jeano tak ingin melepas pelukannya melainkan semakin mengeratkannya.

"Jean lepas, ini sesak,"

Bagai angin lalu Jeano tak mengubris ucapan sang pujaan, ia justru mengecup leher putih jenjang itu sesekali menyesapnya. Ia sempat menerima pemberontakkan, namun Jeano dengan kasar menarik si manis ke dalam rumah lalu membawanya ke kamar.

Demi Tuhan kewarasan Jeano sudah lenyap saat menghirup bau tubuh si manis.

Jeano bak orang cabul yang dengan kasar merobek baju pujaan hatinya, ia berlaku kasar dan mempelakukan Ola bak jalang. Jeano benar-benar membuat orang dihadapannya tak bisa berontak dibawah kungkungannya.

"Agghh!" Jeritan sakit tak Jeano hiraukan, ia terkekeh senang saat orang dibawahnya pasrah saat batang daging miliknya mengoyak area bawah si manis.

"Ola ... aku sungguh mencintaimu!"

"Aku ... tak akan menikahi Evano!"

Disela genjotannya ia terus meracau mengatakan hal-hal yang tak seharusnta ia katakan.

"Jeanhh .... "

Desahan dan racauan Jeano terus bersahutan.

"Aku membenci Evano, percayalah. Aku sangat membencinya ... hh ... ini semua karenanya," Jean mengecupi leher Ola dengan kasar.

Malam ini ia menghabiskan malam yang sangat panas, tanpa peduli akan terjadi badai apa didepannya. Malam ini hanya di isi desahan mendayu merdu bak angin yang halus ditelinga Jeano, dan racauan kesetanan Jeano yang tak jelas sampai fajar tiba.

Ini hampir pukul sebelas siang, dan Jeano belum juga membuka matanya sirat akan rasa lelah karena malam panas yang sudah ia lakukan.

Ditengah kenyamanannya Jeano mengerang kesal saat ponselnya berdering keras.

"Ck, sialan." Jeano terpaksa mendudukan dirinya, ia memijat keningnya yang terasa pening.

"Aku rasa semalam hanyalah mimpi," gumamnya, karena ia tidur diranjangnya sendiri. Tapi entah kenapa ia merasa seluruh bagian tubuhnya terasa pegal dan lelah.

Jeano mengangkat panggilan telepon ternyata dari Ola, jika bukan dari Ola mungkin ia sudah membanting ponselnya.

"Hallo,"

"Jean ... shh ak-aku ... "

Jeano meremas ponselnya ia berharap malam tadi hanyalah mimpi, dimana ia merasa menyetubuhi seseorang. Jika benar ia telah melakukannya pada Ola, itu akan buruk.

"Ada apa?"

"Semalam kau ... aku, Jean ... "

Tangis Ola semakin keras membuat Jeani yakin jika ia telah melakukan hal tak wajar pada Ola.

"Ola apa semalam ak .. "

"Iya, Jean. Bagaimana ini? Aku harus bagaimana?"

Jeano meremat ponselnya, jantungnya berdekup kencang.

"Tenanglah Ola aku akan bertanggung jawab, kau tak perlu khawatir semua akan baik-baik saja. Aku akan ke rumahmu hari ini, kututup teleponnya."

Jeano menutup sambungan telepon, ia mengacak rambutnya prustasi. Tak seharusnya ia melakukan itu, bagaimana dengan Evano? Bagaimana dengan toko ibunya? Jeano mengepalkan tangannya, merutuki kebodohan yang telah ia lakukan.

Apa yang harus ia katakan pada ibunnya, bagaimana jika Ola hamil atau semacamnya? Jeano semakin merasa bersalah, ini benar-benar posisi yang buruk ia akan mati dihajar Marvin. Seharusnya ia tak minum malam tadi, mungkin ini semua tak akan terjadi.

_____

Badai datang?

Rain [sekuel Astrophile]Where stories live. Discover now