12

7.5K 679 50
                                    

Hoek

Hoek

Cairan bening terus keluar, Trya memijat tengkuk sang cucu khawatir. Ia sudah menghubungi Marvin agar segera pulang, tak peduli jika anaknya tengah sibuk sekalipun.

"Oma ... rasanya mual ... aku tak tahan." Evano merengek, ia meremas tangan sang nenek dan lagi-lagi cairan bening keluar, rasanya sudah tak ada lagi yang harus dimuntahkan tapi perutnya terus berjolak. Baru kali ini demam Evano begitu merepotkan.

Trya menghubungi Marvin, ia terus mendesak agar anaknya segera pulang.

"Pulang! Dan lihat apa yang terjadi pada Evan, mama takut Marvin!" Trya terisak karena saking kesalnya Marvin terus mengatakan tunggu dan tunggu, dengan marah Trya memarikan sambungan telepon.

"Ayo ke rumah sakit, Oma sudah tak mau menunggu Daddymu. Biar Oma yang menyetir," ucap Trya ragu, tapi Evano menggeleng. Ia takut, jika hal yang ia takutkan terjadi.

Trya menyuruh pelayan membawakan teh hangat, ia menyuruh Evano untuk menyesapnya namun sepertinya perut Evano enggan menerima teh itu, lagi-lagi muatan keluar dari mulutnya. Ia lemas, bahkan ia merasa jijik menatap lantai berceceran muntahannya.

"Evan ayo ke rumah sakit!" Marvin datang dengan tergesa, guratan penuh kekhawatiran sangat tercetak jelas diwajahnya.

"Kau lama sekali! Sudah kukatakan kondisi Evano sanga buruk, kau terus saja memikirkan proyekmu itu!" Trya mengomel, ia memukul bahu anaknya. Marvin tak mengelak atau membela itu memang benar adanya.

"Ayo kita berangkat sekarang," ucap Marvin, namun Evano menggeleng ribut. Ia bersi keras menolak, ia takut semuanya akan terjadi.

"Evan menurut pada Daddy, apa kau mau Daddy di cap buruk oleh Papamu dianggap tak becus mengurusmu di sini?" Marvin mendesak, Evano menunduk ia memainkan jari-jarinya.

Marvin menghela napas. "Baiklah, biar Daddy menyuruh dokter untuk datang saja ke sini," ucapnya.

"Semua akan baik-baik saja, cucu Oma tak usah takut eumm, semua baik-baik saja." Trya mengusap kepala Evano, ia merasa hal ganjal terjadi pada Evano namun selama dokter belum menyatakan kebenaran ia tak mau terhanyut dalam duganya.

Tak jauh berbeda ditempat lain Jeano tengah menenangkan Ola yang menangis karena dimarahi ibunya habis-habisan. Jeano berlutut di depan ibu gadisnya untuk meminta maaf karena telah membuat Ola diposisi yang buruk.

"Bajingan!"

"Apa orang tuamu tak pernah mendidikmu!" Mely, ibu Ola terus memaki Jeano.

"Mau dikemanakan wajahku?! Kalian masih sekolah dan sebentar lagi lulus, apa sekolah akan mempertahankan pelajar macam kalian?" Mely terus mengeluarkan perkataan penuh kecewanya. Bagaimana sekolah anaknya? Apa anaknya sudah siap menjadi ibu?

"Menjadi ibu bukan hanya sembilan bulan dan melahirkan, tapi sampai mati! Bahkan sebelum aku mati saja kau telah mengecewakanku, aku yang gagal. Aku ibu yang gagal!" Mely berteriak.

"Bu maaf ... maafkan Ola." Ola ikut bersimpuh disamping Jeano.

"Bibi aku benar-benar berjanji ... akan bertanggung jawab," ucap Jeano pelan.

Rumah di isi dengan tangis pilu dan teriakan penuh kekecewaan Mely, ia merasa gagal menjadi orang tua. Ia pikir anaknya hanya bergaul layaknya pertemanan dan berpacaran wajar, tapi ia salah. Olanya sudah terjerumus terlalu jauh.

Mely tak mau mendengar perkataan maaf busuk dari mulut kedua anak muda itu, ia melengos pergi ke kamarnya. Merasa sakit hati dengan musibah yang datang begitu saja.

_______

Jeano berjalan lunglai masuk ke dalam rumahnya, masalah begitu bertubi-tubi datang menghampirinya.

"Baru pulang?" Suara datar Gress membuat Jeano mendongak, ia mengerutkan keningnya saat melihat Marvin tengah duduk angkuh disofa ruang tamu, wajah tak bersahabat dengan menampilkan aura dingin seakan menunjukkan betapa rendahannya Jeano.

"Pak Marvin," gumamnya.

"Dari mana saja calon menantuku ini?" Marvin berucap dingin, mata tajam itu menatap Jeano bak siap membunuh mangsanya.

"Duduklah dulu Jean, ada yang akan kami bicaraka." Gress membawa Jeano duduk disampingnya berhadapan dengan Marvin.

Tanpa basa-basi yang memuakkan Marvin melempar amplop putih pada wajah Jeano.

"Jelaskan bedebah, kapan kau melakukan hal gila itu pada putraku?" ucap Marvin.

Jeano segera membuka amplop itu, betapa terkejutnya ia saat mendapati hasil tes Evano yang menyatakan ia tengah hamil. Jeano rasa itu bukan anaknya, bisa saja ini permainan baru Evano untuk menahannya karena mereka terlibat perjanjian.

"Itu bukan anakku!" teriak Jeano, ia melempar surat ditangannya.

Marvin yang merasa tersinggung menarik kerah baju Jeano, ia tak akan diam saja saat anaknya diperlakukan tak adil.

"Katakan! Kapan kau melakukannya!" Marvin balas berteriak.

"Aku tak pernah melakukannya! Bisa saja anakmu melakukan permainan baru, bukankah ini hal mudah membuat tes keliru hanya dengan uang? Orang kaya macam kalian bisa melakukan apapun dengan uang!"

Bugh

Marvin tak tahan, ia memukul keras pipi Jeano tak peduli dengan pekikan Gress.

"Jadi menurutmu putraku mengarang?! Jelas-jelas kau yang mendatanginya disaat kau mabuk! Malam dimana aku sedang sibuk-sibuknya mengurus proyek!" Marvin memukul perut Jeano, biarlah bedebah macam Jeano mati. Marvin terlalu kesal.

"Tuan saya mohon ... jangan memukulnya lagi, luka kemarin saja belum sepenuhnya sembuh." Gress bersimpuh memeluk Jeano yang tersungkur dilantai tanpa perlawanan.

"Putra bajinganmu telah menyiram luka putraku, apa aku harus diam saja?" Marvin berucap tajam, emosinya menggebu bagai badai besar yang siap menerjang.

"Tapi aku yakin itu bukan anakku, malam saat mabuk aku tak mendatangi Evano, melainkan Ola! Ola lah yang saat ini tengah hamil, dia jelas hamil anakku!" Jeano tak menyerah, ia berdiri dengan tertatih menatap Marvin tanpa rasa takut.

Marvin meludah tepat dihadapan Jeano. "Sumpah demi hidupku, rasanya aku tak mau menikahkan putraku dengan bedebah sialan sepertimu, tapi mau bagaimana lagi putraku telah mengandung anakmu!" teriak Marvin, ia kembali memukul Jeano.

Musibah apa yang tengah menerpa hidup putranya, bahkan Evano masih belum bisa berjalan dan sekarang putranya harus mengandung benih bedebah macam Jeano di saat dia sudah mau melepaskan Jeano, lelucon dunia yang sangat lucu.

Samuel akan marah besar padanya, menganggap dirinya tak becus walau nyatanya itu memang benar.

"Akan kupastikan kau meninggalkan gadis sialan itu! Katakanlah aku jahat, dari dulu aku tak pernah jadi orang baik, jangan harap kau masih bisa enak hidup dengan uang yang mengalir, jangan pernah harap kau masih bisa sekolah, jangan pernah berpikir kau tak akan merasa kedinginan! Dengar ini Gress aku melakukan ini karena perbuatan anakmu, dia telah menghina anakku dan berteriak padaku seperti melempar kotoran sapi pada wajah ini, berani sekali." Marvin melangkah pergi setelah mengatakannya.

Masih teringat jelas bagaimana Evano menangis, meraung meminta maaf karena keterangan dokter, tangis pilu dirumahnya tadi sangat menyayat hatinya, membuktikan jika Marvin bukan hanya suami yang buruk tapi ayah yang buruk juga. Ia tak pernah berhasil untuk siapapun.

Rain [sekuel Astrophile]Όπου ζουν οι ιστορίες. Ανακάλυψε τώρα