40

8.4K 606 41
                                    

Ervin terkejut saat membuka pintu ada Jeano yang tengah duduk di lantai.

"Heh bocah, sedang apa kau di sini? Mau jadi pengemis atau apa?" cetus Ervin, ia melipat tangannya di dada. Gayanya benar-benar mengejek Jeano.

"Paman tak bisakah aku masuk? Hanya sebentar saja," ucap Jeano memelas membuat Ervin malas saja.

"Ayolah ... dimana si bajingan Jeano? Lihat penampilanmu macam babi belum mandi seminggu, sana pulang di sini sampai besok juga tak akan membuatmu masuk ke dalam," tutur Ervin.

Jeano menunduk, ia masih tak mau bergerak bahkan ia masih duduk dilantai tampak seperti Ervin tengah menindasnya, benar-benar menyedihkan.

"Jika aku tak bisa bertemu dengan Evano, setidaknya aku ingin melihat si kembar," ucap Jeano memohon. Ervin si keras mana mempan dengan nada memelas itu.

"Aku mengantuk mendengarnya." Ervin mengambil beberapa lembar uang lalu memberikannya pada Jeano, "setidaknya makanlah dulu bedebah, jika kau mati aku yang akan menjadi tersangkan nanti, sana beli makanan jangan membuatku muak." Ervin melengos pergi setelah memberikan uangnya.

Bahu Jeano merosot, apa iya dirinya macam pengemis jalanan? Sampai Ervin memberikannya uang? Jeano beranjak dari duduknya menatap dirinya dilayar ponsel.

"Benar, aku tampak gembel jalanan yang menyedihkan." Jeano berdecak.

Jeano memilih pulang terlebih dahulu untuk mengganti pakaiannya, ia tak mau bertemu Evano dan si kembar dengan penampilan gembelnya.

_______

"Argghh!"

"Lepaskan aku bu!"

"Aku mau menemui jalang itu! Dia telah menghancurkan hidupku!"

Mely memeluk Ola agar berhenti menyakiti dirinya sendiri. Mely tak tahan, ia menangis pilu. Putra bahkan cucunya hidup penuh derita itu karenanya. Ia akar dari segalanya, ia akar dari semuanya. Masa lalu menjadi boomerang bagi dirinya sendiri.

"Ola lihatlah putramu dia sangat tampan," ucap Mely berusaha mengalihkan pembicaraan. "Berhenti merecoki kehidupan Evano, dia sama sekali tak bersalah. Ini semua salah wanita tua ini, ini semua salahku Ola. Kumohon jangan jadi rusak karena dendam, dendam tak akan mengubah masa lalu," tutur Mely.

Ola meremas selimutnya, sakit rasanya saat tak ada yang mengerti dirinya.

"Kau tak mengerti bagaimana sakitnya jadi aku, seumur hidupku aku selalu merasa sakit. Apalagi di saat melihat Evano bahagia, bagaimana bisa anak jalang seperti Evano bisa bahagia walau tanpa papanya. Sedangkan aku? Aku kehilangan papa tapi si bajingan Erlan itu apa peduli padaku?" Ola terisak pilu.

Kini putra yang baru saja ia lahirkan juga ikut menangis, tangis sang ibu dan bayi mungil itu saling bersahutan, Mely ikut menimbrungi dengan air mata, ketiganya menangis. Mely menggendong bayi mungil itu dengan penuh kasih sayang.

"Jika hidupmu hancur maka berjanjilah agar hidup putramu tak hancur Ola," ucap Mely

"Dia putramu, dia tak tahu apapun. Dia akan merasakan hal sama jika kamu masih seperti ini," lanjutnya.

Ola menggeleng ribut, ia harus bagaimana? Bahkan ia tak tahu anak siapa dia? Dia rusak. Apa yang dikatakan sang nenek benar, ia tak belajar dari masa lalu. Seharusnya ia tak berbuat terlalu jauh dan mengkhianati Hilyas sampai ia harus menanggung kepahitan ini.

"Berhentilah menangis, seorang anak akan terus menangis jika ibunya menangis."

Ola dan Mely menggulir matanya saat suara seorang pria masuk indra pendengarannya. Ola menghapus air matanya, ia tak mau lemah di depan Evano sang lawan.

Evano tersenyum tipis, ia di antar Samuel dengan kursi roda. Ia sudah mendengar segalanya dari Samuel, ia mengerti mengapa Ola melakukan hal sebesar ini, Evano pikir wajar saja Ola berbuat sejauh ini karena kehilangan memang menyakitkan.

"Mau apa kau ke sini?" tanya Ola sinis tapi ke sinisannya dibalas senyuman.

"Papa bilang kau juga melahirkan, selamat ya putramu sangat tampan." Evano menatap bayi mungil dipangkuan Mely dengan senyuman manis.

"Ola, aku tahu menjadi dirimu itu tak mudah. Kita terluka, tapi hanya berbeda porsi. Maaf telah merebut Jeano darimu tapi aku bersumpah aku tak tahu jika dia milikmu saat itu, oleh karena itu aku mengembalikannya lagi. Ola, mari berdamai. Jangan benci aku ataupun papa, berdamailah dengan lukamu. Papamu mungkin sudah bahagia di atas sana, jika kau ingin keadilan dari paman Erlan papa bersedia membantumu, kau tak perlu khawatir kami tak akan membencimu," tutur Evano.

Bolehkan Ola membunuh dirinya sendiri? Bagaimana bisa manusia yang telah ia lukai, yang telah ia maki malah tersenyum teduh dan mengajaknya berdamai. Ia malu, betapa tak tahu dirinya Ola telah melukai submisif yang begitu baik.

"Apa kau tak marah padaku? Kenapa kau malah tersenyum?! Seharusnya kau mengejekku karena aku gagal!" teriak Ola.

Samuel mendorong kursi roda Evano agar mendekat pada Ola.

"Jika api terus-terusan dibalas dengan minyak maka akan semakin membesar dan malah merusak hal lainnya, begitupun kita. Aku tak mau menjadi minyak untuk bara api sepertimu, aku hanya ingin mematikan api besar itu agar tak membakar yang lainnya. Ola semua orang punya kesalahan, siapa yang akan suci selama hidupnya? Walaupun sebiji jagung kesalahan pasti manusia memilikinya, memaafkan memang sulit tapi aku akan mencobanya walaupun tak bisa lupa, kita sama-sama korban masa lalu. Kita hanya beda tipis, jika dulu kau kehilangan papamu aku juga sama, papa tak bersamaku. Bedanya aku memiliki daddy, tapi sekarang? Aku juga kehilangannya. Ola aku dan papa akan membantumu meminta keadilan, kau ber hak bahagia tanpa mengacau dihidupku." Evano menggenggam tangan Ola. Tangan wanita yang menjadi duri dipernikahannya.

Evano baik? Tidak, ia hanya belajar dari kesalahan dan belajar mendengarkan apa kata Samuel, dendam tak akan menyelesaikan apapaun. Tapi kehancuranlah yang akan jadi ujung dendam, macam Ola.

Ola menutup wajahnya, malu itulah yang ia rasakan. Isakan pilu mengisi ruangan nuansa putih itu.

"Maaf karena telah menjadi sosok rasa sakit di hidupmu Ola, maka izinkan aku menyeret Erlan untuk memberimu keadilan." Samuel mengelus kepala Ola, tak masalah jika ia harus memiliki seorang putri.

"Kau bisa memanggilku papa, dulu aku memberikan Evano untuk Zilo rawat. Bisakah sekarang aku menggantikannya untuk merawatmu?" Samuel berkata lembut, ucapannya berhasil membuat air mata Ola deras.

Terbuat dari apa manusia macam Samuel ini? Mengapa bisa selembut ini?

"Bisakah seorang yang di masa lalunya seorang jalang ini memiliki putri lain?"

Lagi ucapan Samuel membuat Ola sakit, sakit akan dirinya yang begitu tega melukai orang yang sama sekali tak tahu dalamnya seperti apa. Ola menggeleng ribut, tak seharusnya Samuel menyebut dirinya jalang. Tidak, setelah semuanya, setelah ia tahu segalanya. Samuel sama halnya korban.

Ola langsung memeluk Samuel, bolehkan ia menganggap Samuel papanya? Bolehkan ia bahagia sekarang? Ia akan memiliki keluarga?

Rain [sekuel Astrophile]Where stories live. Discover now